Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Skenario itu disusun pada akhir Oktober lalu. Bertempat di ruang Fraksi Partai Gerindra, Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, pesertanya adalah fraksi-fraksi pendukung Prabowo Subianto. Agendanya: menyusun strategi menggagalkan Basuki Tjahaja Purnama menjadi Gubernur Jakarta.
Wakil Ketua DPRD dari Fraksi Gerindra, Muhammad Taufik, membuka pertemuan dengan berkata, "Surat sudah turun, apa langkah selanjutnya?" Rekan separtainya yang mengikuti rapat itu menirukan ucapan Taufik kepada Tempo pada Selasa pekan lalu.
Setidaknya 15 orang dari lima fraksi hadir ketika itu. Di antaranya Wakil Ketua DPRD dari Partai Persatuan Pembangunan, Abraham Lunggana, dan Wakil Ketua DPRD dari Partai Keadilan Sejahtera, Triwisaksana. Dua fraksi lain adalah Partai Demokrat-Partai Amanat Nasional dan Partai Golkar.
Surat yang dimaksud Taufik itu datang dari Kementerian Dalam Negeri tertanggal 28 Oktober 2014. Isinya, Wakil Gubernur Basuki langsung menggantikan Joko Widodo, yang telah dilantik menjadi presiden pada 20 Oktober. Dan pelantikan pun harus disegerakan.
Kubu Prabowo berencana meminta fatwa ke Mahkamah Agung tentang Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014. Peraturan ini mengatur pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota dan dijadikan landasan pendapat Kementerian Dalam Negeri. Kubu ini juga menyurati Presiden Jokowi agar menunda pelantikan sampai ada fatwa Mahkamah.
Seorang politikus Gerindra mengakui cara itu digunakan untuk mengulur waktu pelantikan Ahok—nama sapaan Basuki. Taufik menampik penjelasan rekannya. "Saya menjalankan prosedur supaya jelas semuanya," ujarnya.
Para penentang Ahok berkukuh gubernur dipilih oleh DPRD. Rujukan mereka adalah Pasal 174 Perpu Nomor 1 Tahun 2014. Kelompok Front Pembela Islam berunjuk rasa setiap Jumat di depan gedung DPRD, Jalan Kebon Sirih, Jakarta Pusat, dan Balai Kota dengan mengusung sikap serupa.
Kepala Biro Hukum Mahkamah Agung Ridwan Mansyur mengatakan, hingga 11 November lalu, tak ada permohonan fatwa dari DPRD. "Adanya permintaan konsultasi," katanya. Ahok akhirnya dilantik oleh Presiden Jokowi di Istana pada Rabu pekan lalu. Taufik menuding pelantikan tersebut cacat hukum. Ia mengancam menggugat Keputusan Presiden Nomor 130/P/2014 tentang pelantikan Ahok ke Pengadilan Tata Usaha Negara.
Ketua Fraksi Demokrat-PAN Lucky Sastrawiria menyokong ide Taufik. Mereka meminta pendapat pakar hukum tata negara, Margarito Kamis, saksi ahli kubu Prabowo dalam sidang sengketa pemilihan presiden di Mahkamah Konstitusi pada Agustus lalu.
Dosen Universitas Kristen Indonesia, Jakarta, itu menilai tak ada masalah. Pelantikan Ahok mengacu pada Pasal 203 Perpu Nomor 1 Tahun 2014, yang menyatakan wakil gubernur otomatis menggantikan gubernur yang berhalangan tetap. Adapun Pasal 164 menyebutkan pelantikan dilakukan oleh presiden.
Kubu Prabowo rupanya pikir-pikir lagi. Hingga Jumat pekan lalu, gugatan belum dilayangkan. Ketua Fraksi PPP Maman Firmansyah menyatakan belum ada kepastian kapan gugatan dikirim.
Strategi lain adalah menyapu habis kursi pemimpin alat kelengkapan Dewan agar bisa menekan Gubernur. Taufik mengatakan kubunya menguasai 57 dari 106 kursi di DPRD. Toh, upaya "menyapu habis" belum sepenuhnya berhasil karena dihadang fraksi-fraksi pendukung Jokowi.
Reaksi kawan seiring Gerindra rupanya tak selalu bulat. Pihak PPP, misalnya, menyatakan akan berfokus dulu pada gugatan ke PTUN. Apa jawab Ahok? Dia mengaku tak ambil pusing terhadap akrobat mereka yang ingin menjegalnya. "Saya kerja aja," katanya di Balai Kota, Kamis pekan lalu.
Syailendra, Linda Trinita, Erwan Hermawan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo