Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Nusa

Kejar sedang, tak hanya 3 juta

Diresmikan sebagai desa kejar yang pertama di indonesia, oleh daud joesoef. cukup berhasil dalam mengatasi buta huruf. penduduk memiliki ketrampilan berbahasa indonesia.

26 Januari 1980 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MENTERI P & K Daoed Joesoef selain suka melukis juga tertarik pada seni patung. Sebab itu ketika berkunjung ke Bali pertengahan Januari lalu tentu saja ia gembira menerima hadiah patung "Ayam Kurungan" karya I Gusti Ngurah Berata Yasa, anggota kelompok belajar mematung dari Desa Sedang, Kecamatan Abian Semal, Kabupaten Badung. Ketika itu Menteri sedang melihatlihat sejumlah kelompok belajar (kejar) di Desa Sedang yang baru saja ia resmikan sebagai desa kejar yang pertama di Indonesia. Sebagai salah satu bentuk usaha sosial swadaya masyarakat untuk memberi kesempatan belajar bagi rakyat kecil, kejar mulai digalakkan di seluruh tanah air oleh Departemen P & K sejak 1976 lalu. Kejar yang juga disebut KPD (kursus pengetahuan dasar) -- yang sebenarnya merupakan kelanjutan dari usaha pemberantasan buta huruf -- bersasaran lebih luas. Yaitu pemberantasan tiga buta: buta aksara, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan umum dasar. Awal Mei tahun lalu Menteri pernah menolak meresmikan Kabupaten Malang sebagai daerah yang bebas tiga buta, karena bahasa Indonesia pada bagian terbesar peserta kejar di sana masih asing. Kejar di Desa Sedang memang cukup berhasil. Tahun 1974 hanya 109 orang buta huruf, tahun lalu seluruh penduduk yang 2.552 jiwa sudah mampu baca-tulis. "Itu juga berkat adanya KPD," kata Serda (AL) I Wayan Abr, 37 tahun, kepala desanya. Bahasa Indonesia tampaknya juga cukup mereka kuasai, hingga (PWI) Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Bali memilih Desa Sedang sebagai proyek koran masuk desa. Beberapa koran dipajang di setiap balai banjar penduduk yang telah membaca diwajibkan membubuhkan tanda tangan di buku yang tersedia. "Dan ternyata tanggapan penduduk sangat baik," kata Wayan Abra lagi. Kejar di Desa Sedang, tampaknya melebihi ruang lingkup yang diingini Departemen P & K. Sebab ternyata bukan hanya memberantas tiga buta, tapi juga belajar meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Pendeknya "bekerja sambil belajar, belajar di kala bekerja." Itu pedoman mereka. Pulang Kursus Digerakkan oleh Lembaga Sosial Desa, beberapa bidang kejar bermunculan. Kelompok aksara, kelompok olahraga, menjahit, pertukangan, seni ukir, seni tari, memelihara babi, ayam, lebah dan masih banyak lagi. Mereka dibina olel 18 dinas tingkat kabupaten. Sehingga diharapkan semua penduduk memiliki ketrampilan. Desa ini terletak di perbatasan sebelah timur Kabupaten Badung dengan Kabupaten Gianyar sebelah barat -- hanya 13 km timur laut Kota Denpasar. Sejak April 1978 lalu usaha pembinaan dimulai dengan menyelenggarakan kursus kader desa. Selesai mengikuti kursus para peserta pulang membenahi desa. Pernah meraih juara I Iomba desa tingkat kabupaten (1978), Desa Sedang juga muncul sebagai juara III tingkat provinsi pada tahun yang sama. Dan tahun ini diresmikan sebagai desa kejar. Tampang luar desa ini memang bersih. Batu berkapur putih berderet di pinggiran jalani pagar rumah, pekarangan dan kebun tampak rapi. Meskipun lomba desa sudah berakhir September 1979 lalu, tapi desa ini masih saja bersolek. Luasnya hanya 286,52 ha terdiri 3 kelian dinas, 75% penduduknya petani, 12% pematung dan 13% lainnya sebagai pegawai, buruh dan berbagai usaha. Dengan pendapatan per kapita di bawah Rp 10.000 (1979), penduduk desa ini cukup taat menyumbang dana pembangunan. Dari jumlah ABD Desa 1978/79 yang Rp 11.160.000, hanya Rp 350.000 berasal dari pemerintah pusat. Ketika membangun bangsal mematung seharga Rp 7 juta, bantuan pemerintah juga hanya Rp 2 juta, selebihnya swadaya masyarakat. Hampir semua SD di setiap banjar juga merupakan swadaya masyarakat. Bahkan sebuah SD yang dibangun di Banjar Sedang, belakangan dianggap terlalu mewah. Akhirnya bangunan 4 lokal yang penuh ukiran itu disumbangkan penduduk kepada pemerintah, untuk dijadikan Sekolah Tehnik Negeri. Cuma sayang 1978 lalu bangunan ini disulap menjadi SMP Negeri. Padahal ketika menjadi STN dirasakan cukup manfaatnya untuk mencetak pemuda-pemuda trampil.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus