MENTERI P & K Daoed Joesoef selain suka melukis juga tertarik
pada seni patung. Sebab itu ketika berkunjung ke Bali
pertengahan Januari lalu tentu saja ia gembira menerima hadiah
patung "Ayam Kurungan" karya I Gusti Ngurah Berata Yasa, anggota
kelompok belajar mematung dari Desa Sedang, Kecamatan Abian
Semal, Kabupaten Badung.
Ketika itu Menteri sedang melihatlihat sejumlah kelompok belajar
(kejar) di Desa Sedang yang baru saja ia resmikan sebagai desa
kejar yang pertama di Indonesia. Sebagai salah satu bentuk usaha
sosial swadaya masyarakat untuk memberi kesempatan belajar bagi
rakyat kecil, kejar mulai digalakkan di seluruh tanah air oleh
Departemen P & K sejak 1976 lalu.
Kejar yang juga disebut KPD (kursus pengetahuan dasar) -- yang
sebenarnya merupakan kelanjutan dari usaha pemberantasan buta
huruf -- bersasaran lebih luas. Yaitu pemberantasan tiga buta:
buta aksara, buta bahasa Indonesia dan buta pengetahuan umum
dasar. Awal Mei tahun lalu Menteri pernah menolak meresmikan
Kabupaten Malang sebagai daerah yang bebas tiga buta, karena
bahasa Indonesia pada bagian terbesar peserta kejar di sana
masih asing.
Kejar di Desa Sedang memang cukup berhasil. Tahun 1974 hanya 109
orang buta huruf, tahun lalu seluruh penduduk yang 2.552 jiwa
sudah mampu baca-tulis. "Itu juga berkat adanya KPD," kata Serda
(AL) I Wayan Abr, 37 tahun, kepala desanya.
Bahasa Indonesia tampaknya juga cukup mereka kuasai, hingga
(PWI) Persatuan Wartawan Indonesia Cabang Bali memilih Desa
Sedang sebagai proyek koran masuk desa. Beberapa koran dipajang
di setiap balai banjar penduduk yang telah membaca diwajibkan
membubuhkan tanda tangan di buku yang tersedia. "Dan ternyata
tanggapan penduduk sangat baik," kata Wayan Abra lagi.
Kejar di Desa Sedang, tampaknya melebihi ruang lingkup yang
diingini Departemen P & K. Sebab ternyata bukan hanya
memberantas tiga buta, tapi juga belajar meningkatkan
kesejahteraan masyarakat. Pendeknya "bekerja sambil belajar,
belajar di kala bekerja." Itu pedoman mereka.
Pulang Kursus
Digerakkan oleh Lembaga Sosial Desa, beberapa bidang kejar
bermunculan. Kelompok aksara, kelompok olahraga, menjahit,
pertukangan, seni ukir, seni tari, memelihara babi, ayam, lebah
dan masih banyak lagi. Mereka dibina olel 18 dinas tingkat
kabupaten. Sehingga diharapkan semua penduduk memiliki
ketrampilan.
Desa ini terletak di perbatasan sebelah timur Kabupaten Badung
dengan Kabupaten Gianyar sebelah barat -- hanya 13 km timur laut
Kota Denpasar. Sejak April 1978 lalu usaha pembinaan dimulai
dengan menyelenggarakan kursus kader desa. Selesai mengikuti
kursus para peserta pulang membenahi desa.
Pernah meraih juara I Iomba desa tingkat kabupaten (1978), Desa
Sedang juga muncul sebagai juara III tingkat provinsi pada
tahun yang sama. Dan tahun ini diresmikan sebagai desa kejar.
Tampang luar desa ini memang bersih. Batu berkapur putih
berderet di pinggiran jalani pagar rumah, pekarangan dan kebun
tampak rapi.
Meskipun lomba desa sudah berakhir September 1979 lalu, tapi
desa ini masih saja bersolek. Luasnya hanya 286,52 ha terdiri
3 kelian dinas, 75% penduduknya petani, 12% pematung dan 13%
lainnya sebagai pegawai, buruh dan berbagai usaha.
Dengan pendapatan per kapita di bawah Rp 10.000 (1979), penduduk
desa ini cukup taat menyumbang dana pembangunan. Dari jumlah
ABD Desa 1978/79 yang Rp 11.160.000, hanya Rp 350.000 berasal
dari pemerintah pusat. Ketika membangun bangsal mematung seharga
Rp 7 juta, bantuan pemerintah juga hanya Rp 2 juta, selebihnya
swadaya masyarakat.
Hampir semua SD di setiap banjar juga merupakan swadaya
masyarakat. Bahkan sebuah SD yang dibangun di Banjar Sedang,
belakangan dianggap terlalu mewah. Akhirnya bangunan 4 lokal
yang penuh ukiran itu disumbangkan penduduk kepada pemerintah,
untuk dijadikan Sekolah Tehnik Negeri. Cuma sayang 1978 lalu
bangunan ini disulap menjadi SMP Negeri. Padahal ketika menjadi
STN dirasakan cukup manfaatnya untuk mencetak pemuda-pemuda
trampil.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini