MEREKA duduk di lantai beralaskan karpet di musala yang terletak di samping rumah Kiai As'ad Syamsul Arifin. Hanya Kiai As'ad sendiri, mungkin karena usia tuanya, yan duduk di atas kursi. Ada sekitar 35 orang yang hadir. Tampak antara lain Kiai Masjkur, Machrus Ali, Ali Ma'shum, Adnan Ali, dan Achmad Siddiq. Seluruh rais Syuriyah NU wilayah seluruh Indonesia ikut hadir. Beberapa pengurus Tanfidziyah PB NU, antara lain Munasir, Yusuf Hasjim, Zamroni, dan Mahbub Djunaidi juga tampak, kecuali Idham Chalid. Pertemuan tertutup yang dimulai pukul 21.30 Jumat 7 Desember itu - sehari sebelum muktamar dibuka - dipimpin oleh Kiai Masjkur. Ia membuka dengan bacaan latihah, lalu mengemukakan maksud pertemuan itu: membahas cara pemilihan PB NU. "Cara yang akan digunakan nanti adalah cara yang Islamistis. Ini dimaksudkan untuk benar-benar kembali ke khittah," katanya. Kiai Masjkur kemudian mempersilakan Kiai Achmad Siddiq mengemukakan konsepnya tentang sistem baru dalam pemilihan pengurus PB NU yang Islamistis. Konsep Achmad: dengan ahlul hall qal aqdi, memilih seorang ulama yang kompeten, yang kemudian menunjuk enam ulama ahlul halli wal aqdi. Ketujuh orang inilah yang akan dipercaya menunjuk PB NU, baik syuriyah maupun tanfidziyah. Semua hadirin mencrima rumusan tersebut. Masjkur, menjelang tengah malam 8 Desember, lalu mengetengahkan usul pemilihan pengurus baru. Kiai Achmad Siddiq dipersilakan menjelaskan. Dengan fasih Achmad Slddiq menguraikan kisah wafatnya Nabi Muhammad yang jenazahnya dua hari telantar, karena belum ada pengganti beliau. Untunglah, waktu itu ada Sayidina Umar bin Ibnu Khatab yang menunjuk Abubakar sebagai pengganti Nabi. "Dengan tindakan ini, satu demi satu yang hadir kemudian membaiatnya," kata Achmad. Berdasarkan ini, ia menyimpulkan: membaiat itu tidak cukup diserahkan pada yang mayoritas, atau kepada orang yang ada di pinggir jalan. Lain lagi cara pemllihan yang dilakukan Abubakar. Jauh hari sebelum meninggal, ia sudah menunjuk Umar Ibnu Khattab sebagai penggantinya. Dan sebelum Umar meninggal, ia juga sudah menuniuk enam orang, terserah kepada mereka siapa yang bakal menggantikannya. Karena kcenamnya tidak bisa memutuskan, ditunjukiah Abdullah, anak Umar, yang berfungsi sebagai pemilih, tapi tak boleh dipilih. Sedang cara ketiga: sistem berkuasanya seorang Muslim yang mempunyal syauqah, kewibawaan yang kuat dalam masyarakat. Ia kemudian menjelaskan kesepakatan malam sebelumnya. Ketujuh orang inilah yang akan menentukan kepengurusan Syuriyah. Sedang ketua Tanfidziyah ditunjuk PB Syuriyah. Para peserta muktamar diminta Achmad Siddiq mengajukan usul kepada Syuriyah, tapi keputusan tetap pada Syuriyah. Sclesai penjelasan Achmad, Kiai Masjkur menawarkan konsep itu pada muktamarin. Hadirin langsung setuju. Palu diketuk. Tepat pukul 00.25, 8 Desember. Keberhasilan Achmad Siddiq membuat orang yang semula merencanakan untuk mencalonkan Idham Chalid sebagai rais am dan Tolchah Mansur sebagai ketua Tanfidziyah tak berkutik. Sebab, jelas bahwa ulama yang akan menunjuk ahlul halli ral aqdi itu adalah Kiai As'ad, hingga "kubu" Idham Chalid pasti tidak mendapat kesempatan. Toh, menurut Mahbub Djunaidi, cara ini "agak liberal. Alasannya, pada 1926 yang dipilih hanya rais akbar. "Dan rais itulah yang kemudian menyusun pengurus NU," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini