Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Jenderal Kebudayaan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset dan Teknologi (Kemendikbudristek) Hilmar Farid mengatakan pihaknya akan mengupayakan agar sekolah adat bisa masuk dalam sistem pendidikan nasional. Menurut dia, sekolah adat bisa masuk dalam sistem karena memperoleh pendidikan merupakan hak bagi semua warga negara.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selain itu, Hilmar menilai sistem sekolah modern bisa memperoleh ilmu baru dari sekolah adat. "Sebenarnya sebagai lembaga pendidikan nonformal, sekolah adat sudah masuk dalam sistem pendidikan nasional. Yang sedang dijajaki adalah menghubungkan dengan pendidikan formal," kata dia, Rabu, 10 Oktober 2023.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Di sisi lain, menurut Hilmar, sekolah adat bisa menjawab permasalahan di tingkat lokal karena cakupan wilayah sekolah tersebut di sekitar masyarakat adat setempat. Sebab, sistem pendidikan nasional bersifat abstrak sehingga hal-hal bersifat khusus sering kali tertinggal.
Sekolah adat adalah sistem pembelajaran yang menyediakan sarana belajar budaya yang vital dan berkelanjutan. Sekolah ini biasanya ada di lingkungan masyarakat adat, di mana sistem pembelajarannya secara tradisional, filosofi dan metodologi dilakukan dengan praktik adat dari generasi ke generasi.
Lebih lanjut, Hilmar menyebut akan ada kebijakan yang mengatur teknis mengenai sistem penilaian, rekrutmen tenaga pengajar serta kualifikasi. "Pemikiran besarnya sekolah adat memang harus bisa terintegrasi, tapi ini berkaitan dengan sistem kebijakannya, seperti sistem penilaian, rekrutmen tenaganya, apakah akan menggunakan kualifikasi yang sama di dalam sistem pendidikan yang sekarang atau beda," kata dia.
Dalam pembuatan suatu kebijakan, pihaknya harus berhati-hati karena jumlah satuan pendidikan di Indonesia mencapai ratusan ribu unit. Data Kemendikbudristek, hingga September 2023 jumlah sekolah adat di Indonesia tercatat 123 sekolah.
Pada peringatan Hari Pendidikan Nasional lalu, sejumlah perwakilan sekolah adat sempat diundang untuk datang dan menceritakan kisahnya. Herman, anak sekolah adat Sokola Sumba, menceritakan kesenangannya bisa bersekolah di sekolah adat seperti dikutip dari laman Kemendikbud.
Di Sokola Sumba, ia mendapatkan pelajaran menganyam dan menenun. Herman baru bergabung di Sokola Sumba sejak 2019.
Sebelumnya, Herman sempat mengenyam pendidikan formal hingga kelas 2 SMP. Namun ia jarang masuk sekolah karena kehidupan sehari-harinya tidak fokus hanya pada sekolah, melainkan membantu pekerjaan orang tua. “Kami ini juga kerja di sawah, di kebun,” tutur anak lelaki berusia 17 tahun itu.
Sokola Sumba terletak di Kampung Adat Sodan, Desa Laboya Dete, Lamboya, Kabupaten Sumba Barat, Nusa Tenggara Timur. Di sekolah adat ini, anak-anak belajar menganyam dengan membawa daun pandan sendiri atau bisa memperoleh bahannya dari guru. “Saya senang bersekolah di sekolah adat. Kami ingin belajar supaya pintar, jadi kami ikut belajar sama pak guru,” ujar Herman yang bercita-cita menjadi petani itu.
Ujian penyetaraan
Pelaksana Tugas Direktur Pendidikan Masyarakat dan Pendidikan Khusus Kemendikbudristek Aswin Wihdiyanto mengatakan sekolah adat bisa menyelenggarakan program ujian kesetaraan atau kejar paket A, B, dan C asalkan mengikuti regulasi yang berlaku. "Jadi kalau dia memang ingin menjadi lembaga yang berwenang, ya memang secara prosedural harus mengikuti perizinannya dulu ke kabupaten/kota," ujarnya.
Aswin mengatakan sekolah adat perlu menjadi lembaga yang berbadan hukum terlebih dahulu untuk kemudian bisa mengikuti prosedur lain supaya dapat menjadi Pusat Kegiatan Belajar Masyarakat (PKBM). Menurut dia, para pemilik sekolah adat harus tetap berorientasi kepentingan masa depan peserta didik.
Apabila belum bisa menjadi lembaga yang berwenang menjalankan program penyetaraan, mereka dapat memilih opsi lain untuk menyalurkan siswa ke lembaga yang telah memiliki wewenang. "Kita kan fokusnya ke peserta didik, harusnya kalau sudah menyelesaikan program keaksaraan lanjutan, peserta didiknya ya kenapa enggak disalurkan ke yang ada untuk diteruskan," kata dia.