Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Enam guru di Distrik Anggruk, Kabupaten Yahukimo, Papua Pegunungan, dikabarkan tewas dalam sebuah serangan oleh kelompok bersenjata pada Jumat, 21 Maret 2025. Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengaku bertanggung jawab atas serangan tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Kepala Penerangan Kodam XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel Candra Kurniawan mengatakan, setelah serangan OPM, guru dan tenaga kesehatan dievakuasi dari wilayah itu. “Yang berhasil dievakuasi para guru dan tenaga kesehatan berjumlah 61 orang,” kata Candra dihubungi Tempo melalui pesan pendek pada Senin, 24 Maret 2025.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Panglima Kodam TPNPB-OPM Kodam XVI Yahukimo Elkius Kobak mengklaim, bahwa enam guru yang tewas itu sebagai agen intelijen Indonesia. Dia mengatakan, serangan itu dilakukan lantaran pernyataan Panglima TNI Jenderal Agus Subiyanto ihwal penugasan prajurit militer sebagai guru di Papua.
"Maka saya perintahkan pasukan untuk melakukan pembunuhan terhadap enam orang anggota TNI yang berprofesi sebagai guru," katanya dalam keterangan tertulis, Sabtu, 22 Maret 2025.
Kapolres Yahukimo Ajun Komisaris Besar Polisi Heru Hidayanto memberikan keterangan yang berbeda. Heru, dikutip dari Antara, mengakui adanya laporan penyerangan yang dilakukan OPM terhadap guru kontrak di Distrik Anggruk. Namun Kejadian tersebut mengakibatkan satu orang meninggal dunia.
Heru menyebut tiga korban mengalami luka berat dan empat lainnya menderita luka ringan. Sementara dua korban lainnya yang merupakan warga asli Yahukimo dalam kondisi aman dan tidak dievakuasi karena atas permintaan sendiri.
Menanggapi serangan terbaru OPM, Dosen Antropologi Universitas Indonesia Cahyo Pamungkas mengatakan ada dua sebab peristiwa itu terjadi: ketidakpercayaan dan kekhawatiran. Cahyo mengatakan organisasi separatis di Papua tidak percaya dan khawatir akan kehadiran perwakilan dari aparat maupun pemerintah. Baik guru maupun pemerintah disebut kerap dianggap sebagai bagian dari kolonial.
“Ini tingkatannya kan sudah sangat terinternalisasi sehingga perasaan terancam itu kemudian memuncak dan bermuara pada itu, extrajudicial killing atau eksekusi terhadap warga sipil yang dianggap bagian dari mata-mata,” kata Cahyo, peneliti yang fokus pada kajian Papua, dihubungi Tempo pada Senin, 24 Maret 2025.
Terlepas dari keyakinan dari OPM yang tidak percaya dan khawatir, Cahyo mengatakan seharusnya TPNPB juga bisa membedakan mana tenaga kesehatan asli maupun mata-mata. Cahyo menyebut jika pun benar ada intelijen, maka TPNPB harus membuktikannya terlebih dahulu.
TNI dan Pemerintah Disarankan Ambil Langkah Baru
Cahyo merekomendasikan supaya pemerintah segera menetapkan daerah-daerah konflik di Papua. Supaya tidak ada warga sipil yang bisa masuk ke wilayah rawan konflik. Selama ini, langkah yang dipakai tim gabungan Polri bersama TNI dinilai keliru, sebab memberlakukan penindakan hukum terhadap OPM yang dianggap kriminal bersenjata.
“Mereka adalah gerakan pemisahan diri ya, gerakan yang bertujuan untuk mencapai Papua merdeka,” kata Cahyo. Dia menambahkan tidak ada cara lain dalam penyelesaian ini sebelum perundingan damai terlebih dahulu.
Sepaham soal perdamaian dengan Cahyo, Peneliti Badan Riset dan Inovasi Nasional Muhamad Haripin mengatakan penghentian kekerasan di antara TNI-Polri dan TPNPB perlu menjadi prioritas utama saat ini. Kemudian pemerintah perlu mendorong agenda dialog secara inklusif dan menyeluruh.
“TNI-Polri dan TPNPB, sama-sama bertanggung jawab atas siklus kekerasan terhadap masyarakat tak bersenjata tsb (unarmed civilian),” kata Haripin dihubungi Tempo.
Kepala Pusat Penerangan TNI Brigadir Jenderal Kristomei Sianturi belum merespons pesan Tempo soal eskalasi kekerasan di Papua. Candra Kurniawan mengklaim TNI akan bersinergi dengan semua unsur forum koordinasi pimpinan daerah (forkopimda), para tokoh dan semua elemen masyarakat melakukan pendekatan humanis. “TNI juga bakal melakukan penegakan hukum untuk melindungi dan menjaga keselamatan masyarakat,” kata dia.
Wakil Ketua Komisi I DPR Dave Laksono mengatakan kasus-kasus penyerangan oleh OPM di daerah Papua sudah berlangsung sangat lama. “Saya amat mengecam kejadian tersebut,” kata Dave pada Senin, dikutip Antara.
Politikus Partai Golkar itu mengatakan sudah terlalu banyak korban yang timbul akibat ketegangan yang terjadi. Dave meminta TNI mengambil langkah baru untuk mengatasi permasalahan KKB tersebut. Sebab jika tidak ada langkah baru, maka penanganan gangguan dari TPNPB-OPM tidak akan selesai.
Pilihan Editor: Revisi UU TNI: Setelah Prabowo Menegur Sjafrie Sjamsoeddin