Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pengamat politik Ujang Komarudin menyoroti status kenegarawanan Presiden Joko Widodo atau Jokowi atas pernyataan mengenai keberpihakan presiden dalam pemilu. Walau mendapat respons kritis dari publik, celah aturan yang memungkinkan presiden berpihak dan berkampanye dalam kontestasi politik dianggap menjadi alasan Jokowi terang-terangan menunjukan dukungan ke salah satu kandidat.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang harus jadi perhatian presiden adalah jiwa negarawan. Kalau berjiwa negarawan, kepentingan untuk masyarakat, bangsa, dan negara bukan dukung-mendukung,” kata Ujang, dosen Ilmu Politik Universitas Al-Azhar Indonesia saat dihubungi pada Rabu, 24 Januari 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Jokowi tidak pernah terang-terangan mendukung salah satu pasangan calon di pilpres 2024, yang diikuti oleh putra sulungnya Gibran Rakabuming Raka, pasangan Capres dari Koalisi Indonesia Maju Prabowo Subianto. Netralitas presiden dalam pemilu sudah berulang kali disuarakan kubu rival.
Dalam keterangan pers usai menyerahkan secara simbolis pesawat C-130 J-30 Super Hercules ke TNI di Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Rabu, 24 Januari 2024, Jokowi mengatakan presiden boleh memihak dan berkampanye. Dalam acara pagi tadi, Presiden ditemani Prabowo – yang saat ini menjabat Menteri Pertahanan, juga menyerahkan dua jenis pesawat tempur lain hasil perbaikan, yakni helikopter Fennec dan helikopter Panther AS565 MBE.
“Presiden itu boleh loh memihak. Boleh, tapi yang paling penting waktu kampanye tidak boleh menggunakan fasilitas negara,” kata Jokowi.
Jokowi mengatakan selain pejabat publik, dia juga pejabat politik. Mengenai konflik kepentingan, dia menyebut yang paling penting adalah tidak boleh menggunakan fasilitas negara.
Ujang saat dihubungi pada Rabu mengatakan, pernyataan Jokowi itu tampak sudah diukur untuk mengerek elektabilitas Prabowo-Gibran yang mandek di angka 40 persenan lebih. Prabowo-Gibran menargetkan menang satu putaran di pilpres 2024. Syarat menang satu putaran adalah 50 persen plus satu.
Menurut Ujang, netralitas Jokowi dapat dipertanyakan publik. Tetapi jika aturan memungkinkan untuk kampanye dengan prasyarat cuti tidak dan menggunakan fasilitas negara, tidak ada yang bisa menghentikan presiden. “Makanya dia turun gunung, kampanye langsung,” katanya.
Sigi Indikator Politik pada Desember 2023, menunjukan elektabilitas Prabowo-Gibran 46 persen. Sementara Ganjar Pranowo - Mahfud Md mencapai 26 persen dan Anies Baswedan - Muhaimin Iskandar di angka 21 persen.
Hujan Kritik dari Berbagai Kalangan
Calon presiden dari Koalisi Perubahan, Anies Baswedan, menyoroti inkonsistensi sikap Jokowi soal netralitas. Ia menyerahkan kepada pakar sekaligus publik langsung soal pandangan Jokowi.
"Karena sebelumnya yang kami dengar adalah netral, mengayomi semua, memfasilitasi semua," kata Anies saat ditemui di Kepatihan Yogyakarta pada Rabu, 24 Januari 2024.
Pakar hukum tata negara Bivitri Susanti mengatakan keberpihakan presiden dan menteri dalam pemilu akan melanggar hukum dan etik. Ia menyebut ada anggapan keliru mengenai regulasi yang membolehkan presiden dan menteri dapat berpihak.
Bivitri mencatat mungkin Jokowi mengacu ke Pasal 282 UU Pemilu, tapi sebenarnya ada Pasal 280, Pasal 304, sampai 307. Pasal-pasal itu membatasi dukungan dari seorang presiden dan pejabat-pejabat negara lainnya untuk mendukung atau membuat kebijakan-kebijakan yang menguntungkan salah satu pasangan calon.
"Jelas pernyataan ini melanggar hukum dan melanggar etik," kata Bivitri saat dihubungi melalui pesan WhatsApp, Rabu, 24 Januari 2024.
Koordinator Staf Khusus Presiden Ari Dwipayana belum menjawab pesan Tempo pada Rabu saat diminta penjelasan mengenai netralitas kepala negara. Begitu juga soal apakah Jokowi akan segera turun gunung kampanye atau tidak.
“Ya, nanti dilihat,” kata Jokowi di Lanud Halim Perdanakusuma, Jakarta Timur pada Rabu, 24 Januari 2024, soal apa dia akan turun kampanye atau tidak.
Direktur Democracy and Electoral Empowerment Partnership (DEEP) Indonesia Neni Nur Hayati mengatakan sulit melihat Jokowi akan netral usai pernyataan soal keberpihakan presiden. Ia mengkhawatirkan segala sumber daya kekuasaan, anggaran, dan program saat ini, digunakan memenangkan anaknya, Gibran.
"Abuse of power in election benar-benar terasa. Apalagi presiden punya kekuatan dan kekuasaan yang demikian besar," kata Wakil Sekretaris Lembaga Hikmah dan Kebijakan Publik Pengurus Pusat Muhammadiyah itu melalui keterangan tertulis di aplikasi perpesanan, Rabu, 24 Januari 2024.
DANIEL A. FAJRI, HAN REVANDA PUTERA, SULTAN ABDURRAHMAN, IKHSAN RELIUBUN
Pilihan Editor: Presiden Jokowi Belum Putuskan Ikut Kampanye: Nanti Dilihat