Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ketika Cek Berceceran di Senayan

Diduga, bukan cuma Aberson yang terkait dengan cek Rp 10 juta dari Dirjen Anshari Ritonga. Total ada 50 lembar yang disebar ke Panitia Anggaran DPR?

30 September 2001 | 00.00 WIB

Ketika Cek Berceceran di Senayan
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
ANGGOTA Dewan Perwakilan Rakyat punya bahan guyonan baru. Topiknya di seputar cek perjalanan. Gara-gara soal ini, rapat kerja Bank Indonesia dengan Komisi IX pada Kamis lalu sempat ger-geran. Ketika itu, seorang anggota dewan menyerahkan berkas hasil sidang ke Gubernur Bank Indonesia Syahril Syabirin. Tiba-tiba sebuah suara kencang menyeletuk, "Awas, ada traveller's cheque-nya." Yang hadir kontan terpingkal-pingkal. Kelakar ini sebenarnya berasal dari sebuah kejadian amat serius. Pangkalnya bermula dari penemuan cek perjalanan senilai Rp 10 juta di Senayan. Belakangan diketahui cek itu milik Direktur Jenderal Anggaran Departemen Keuangan, Anshari Ritonga, dan disebut-sebut ditujukan kepada politisi kawakan dari PDI Perjuangan yang duduk di Panitia Anggaran dan Komisi IX, Aberson Marle Sihaloho. Dan tak pelak lagi, terungkapnya kasus ini kian menguatkan berbagai sinyalemen bahwa praktek suap dan pemerasan di kalangan wakil rakyat memang kian menggila. "Amplop-amplop berseliweran di Senayan," begitu pengakuan anggota parlemen dari PDI-P, Indira Damayanti, kepada mingguan ini (TEMPO, 10 September 2001). Kamis kemarin, urusan ini telah diadukan Government Watch kepada kepolisian. Tak cuma itu, Ketua Badan Pemeriksa Keuangan, Satrio "Billy" Joedono, pun menyatakan akan segera melakukan pengecekan. "Kemungkinan traveller's cheque itu berasal dari belanja rutin," katanya kepada pers. Dan untunglah, masih ada sebagian kecil wakil rakyat yang tak melihat urusan serius sekadar sebagai guyonan. Fraksi Reformasi telah meminta supaya segera dibentuk dewan kehormatan untuk mengusutnya. Tuntutan serupa disuarakan Irmadi Lubis dari PDI-P. "Saya malu sama keluarga. Masa, posisi yang terhormat ini terus dikaitkan dengan amplop," katanya. Baik Aberson maupun Anshari telah membantah terlibat dalam praktek tercela ini. "Saya terkejut, kok, tiba-tiba berita ini jadi mengarah ke isu suap. Itu jelas cuma rumor," kata Aberson. Sangkalan serupa juga diutarakan Anshari. Adapun Sandi, staf PDI-P yang menemukan cek itu, kini mengaku stres. "Saya bingung, kok masalahnya jadi besar seperti ini. Saya berniat baik malah jadi pusing," katanya. Jumat kemarin, pemuda sederhana berusia 24 tahun ini malah dicari-cari petugas keamanan dalam DPR. Kepada TEMPO, Aberson, Anshari, dan Sandi mengungkapkan ihwal geger ini secara rinci, dari versi mereka tentu saja. Kisah bermula di suatu Rabu sore, 12 September lalu. Sandi, yang sehari-hari bertugas mengantarkan surat dan menyiapkan minuman anggota dewan, melihat sebuah amplop ter-cecer. Tempatnya di dekat ruang dapur lantai 8 Gedung Nusantara I. Pada kepala amplop tertera nama Dirjen Anshari Ritonga. Begitu dibuka, di dalamnya ada selembar cek perjalanan Bank Mandiri. Bingung, ia lalu memperlihatkan cek itu ke temannya, seorang staf di kantor Suparlan—anggota Fraksi PDI-P yang juga berkantor di lantai itu. Oleh Suparlan yang pas berada di situ, Sandi diminta mengembalikannya. "Saya terangkan, ini kalau diuangkan bisa jadi duit. Tapi, kalau nggak mau ditangkap polisi, kau mesti mengembalikannya," kata Suparlan. Maka, keesokan harinya, Sandi pun berangkat ke Lapangan Banteng, kantor Departemen Keuangan. Tapi Anshari tak masuk kantor. Menurut Elly, sekretarisnya, Anshari sedang menjalani cek kesehatan. Sandi pulang. Cek tak ia serahkan, karena ia ingin menyampaikannya langsung kepada Anshari. Dari Gedung DPR, ia kembali menelepon Elly dan men-jelaskan maksud kedatangannya. Kamis sore itulah Aberson menelepon ke kantor Anshari. Katanya, telepon genggam Anshari tak diaktifkan, dan ia perlu membicarakan masalah dana alokasi umum (DAU). Telepon diangkat Elly, yang lalu menjelaskan kedatangan Sandi dan meminta Aberson untuk mencarinya. Aberson menyanggupi. Keesokan harinya, Jumat, Aberson memanggil Sandi dan minta agar cek itu diserahkan saja kepadanya untuk dikembalikan. Menurut Sandi, Aberson lalu mengontak Elly via telepon genggamnya. Sandi lalu diminta bicara. "Tolong, titipkan saja cek itu ke Pak Aberson. Nanti sopirnya yang akan mengantarkan," kata Sandi menirukan Elly. Maka, cek pun diambil Sandi di rumahnya dan diserahkan ke Aberson yang sedang bermain tenis di lapangan DPR. Aberson, yang mengaku terkesan dengan kejujuran Sandi, lalu memberinya uang Rp 250 ribu. Dan sore itu juga, cek diantarkan sopir Aberson ke Lapangan Banteng. "Ada tanda terimanya, kok," kata Aberson. Baik Anshari maupun Sandi ternyata dikenal baik oleh Aberson. Anshari pernah lama menjadi anak buahnya ketika ia menjadi Manajer Umum PT Surya Sakti Belawan, perusahaan tambak udang milik T.D. Pardede. Adapun rumah Sandi di Kramatsentiong juga berdekatan dengan tempat kediaman Aberson di Kramat VII. "Kalau pulang, dia sering numpang mobil saya," kata Aberson lagi. Tapi sejumlah tanda tanya masih menggantung. Penelusuran TEMPO membuktikan cek itu belum diteken siapa pun. Tak ada tanda tangan ataupun nama Anshari di dalamnya. Identitas sang Dirjen Anggaran cuma tercetak di kepala amplop. "Lembaran cek itu masih kosong," kata Suparlan memastikan. Aberson juga membenarkannya. Ini fakta penting. Soalnya, jika cek itu ternyata telah diteken Anshari, pihak lain jelas tak mungkin menguangkannya. Artinya, itu memang benar miliknya yang cuma tercecer, dan segala ribut-ribut soal suap ini bisa langsung dikesampingkan. Sebagaimana diketahui, di setiap lembaran traveller's cheque ada dua kolom yang mesti diisi tanda tangan yang sama. Yang di atas biasanya langsung diteken sang pemilik begitu ia memegangnya. Sedangkan kolom di bawah ditandatangani saat mencairkannya. Jika ada dua tekenan berbeda, pencairan cek akan ditolak. Karena itulah, jika cek ini adalah pemberian kepada pihak lain, si pemberi akan mengosongkan kedua kolom itu. Suap menggunakan traveller's cheque adalah modus yang sangat biasa di Senayan. Cara ini praktis, aman, dan tak semencolok pemberian tunai. Kepada TEMPO, seorang anggota dewan juga pernah menunjukkan tiga lembar cek perjalanan senilai Rp 2,5 juta yang dikoleksinya. Ini ia dapatkan Juni lalu ketika pembahasan kenaikan tarif telepon tengah alot-alotnya. Hal lain adalah soal motif dan kepentingan. Menurut seorang wakil rakyat, Panitia Anggaran adalah lahan basah yang selalu "padat amplop". Lolos tidaknya rancangan bujet sangat bergantung pada tebal tipisnya upeti. Pada pekan-pekan ini Anshari memang sedang berurusan dengan Panitia Anggaran. Pokok soalnya menyangkut pembahasan dana alokasi umum. Rabu itu, pada hari cek ditemukan, Aberson dan anggota Panitia Anggaran lainnya baru menerima para pengurus asosiasi bupati dan wali kota. Mereka, menurut Aberson, mendesak supaya pemerintah pusat ikut menalangi rapel kenaikan gaji pegawai negeri sipil dan guru. Demonstrasi soal ini memang sedang merebak di berbagai daerah. Hal ini juga diakui Abdullah Zainie, Wakil Ketua Panitia Anggaran dari Golkar. Menurut dia, mereka memang tengah membahas berbagai ketidakberesan DAU. Menurut jadwal, pada pekan ini sebuah formula baru akan dirapatkan bersama Anshari di Senayan. Dan seperti diakui Anshari, pada hari Rabu 12 September itu, ia memang datang ke Senayan untuk mendengarkan jawaban fraksi-fraksi terhadap RAPBN yang diajukan pemerintah. Kepada seorang koleganya, Aberson pun mengaku pernah dua kali mengontak Anshari sebelum hari Rabu itu. Pada pembicaraan pertama, Aberson menyoroti berbagai kejanggalan formula DAU maupun peraturan pemerintah tentang pengalihan BPPN. Selanjutnya, pada kontak kedua, Aberson berjanji akan membantu Anshari membereskan permasalahan. Ihwal adanya kontak telepon ini juga diakui Anshari. Pengakuan bagaimana Aberson bisa berurusan dengan cek Anshari itu pun mengernyitkan dahi. Cerita bagaimana Aberson mengontak sekretaris Anshari, tak lama setelah Sandi datang ke sana, merupakan sebuah "kebetulan" yang menarik ditelusuri lebih lanjut. Apalagi jika dilihat dari penjelasan Anshari, cek itu memang tercecer dari map berisi berkas yang ia perintahkan supaya diantar ke kantor Aberson. Aberson sendiri sempat memberikan jawaban yang berubah-ubah. Semula, ia membantah telah memberikan uang Rp 250 ribu kepada Sandi. Tapi sehari kemudian hal itu diakuinya. Tentang inkonsistensi ini, Aberson menyatakan itu karena semula ia masih emosional. "Apalagi saat itu saya lagi sakit gigi," katanya. Pernyataan Anshari bahwa cek itu akan digunakan untuk membayar biaya pemeriksaan kesehatannya menjadi bagian yang paling ganjil. "Traveller's cheque itu kemungkinan besar tercecer ketika salah seorang staf saya mengantarkan fotokopi rancangan peraturan pemerintah mengenai pengalihan BPPN kepada Pak Aberson, yang saat itu tak ada di ruangannya," kata Anshari. Stafnya itu, katanya lagi, memang baru saja ia suruh membeli cek untuk membayar ongkos check up di Rumah Sakit Gatot Soebroto, pada 13-14 September lalu. Tapi, mendengar hal itu, Irmadi malah tergelak, "Yang benar saja. Masa, membayar rumah sakit pakai traveller's cheque?" Pengecekan TEMPO pun membuktikannya. Dokter Dini dari bagian check up menyatakan ongkos pemeriksaan yang standar cuma Rp 325 ribu. Yang termahal, kelas eksekutif, juga cuma Rp 750 ribu. Sudah begitu—ini yang paling penting—pembayarannya mesti tunai. "Kami tidak menerima traveller's cheque," katanya. Petugas di Paviliun Kartika, bangsal perawatan kelas VIP, pun menyatakan tak dapat menerima pembayaran melalui cek perjalanan. Yang juga menarik adalah fakta bahwa cek itu ditemukan di lantai 8, bukan di kantor Aberson, yang ada di lantai 5. Ini membuka kemungkinan, boleh jadi bukan cuma Aberson yang dituju, tapi juga sejumlah anggota Panitia Anggaran yang lain. Soalnya, di lantai 8 itulah ruang rapat Panitia Anggaran berada. Sumber TEMPO di Senayan bahkan mengungkap informasi mengagetkan. "Saya dengar se-benarnya itu cuma satu dari 50 lembar cek perjalanan yang beredar di Panitia Anggaran," katanya kepada TEMPO. Tapi dugaan ini kontan disangkal Abdullah Zainie. "Omong kosong saja itu," katanya dengan nada tinggi. Aberson dan Anshari memang belum tentu bersalah. Tapi, jika semua kejanggalan itu tak bisa tuntas dijelaskan, yang sedang terjadi di Senayan adalah sebuah gejala yang melebihi kesaksian Indira Damayanti. Bahwa lebih dari sekadar berseliweran, amplop-amplop suap bahkan sudah berceceran di lantai gedung parlemen. Karaniya Dharmasaputra, Wens Manggut, Andari Karina Anom

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus