Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kisah di Balik Suksesi Keraton Yogya dari Sultan HB IX ke HB X

GBPH Prabukusumo mengisahkan cerita di balik suksesi raja Keraton Yogyakarta. Prabukusumo menyebut soal pengganti Sri Sultan HB X.

9 Februari 2018 | 13.56 WIB

Image of Tempo
Perbesar
GBPH Prabukusumo. TEMPO/Arif Wibowo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Yogyakarta - Adik tiri Gubernur DIY yang juga Raja Keraton Yogyakarta Sri Sultan Hamengku Buwono X, Gusti Bendara Pangeran Hario (GBPH) Prabukusumo memilih tak bereaksi banyak ketika para pangeran keturunan Sri Sultan Hamengku Buwono IX menyatakan bahwa dirinya kelak yang paling berpeluang menjadi raja keraton menggantikan Sultan HB X jika nanti lengser.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Saya tidak pernah punya keinginan yang terlalu muluk, sebab saya selalu berpikir apa yang dihadapan saya saja,” ujar Prabukusumo saat ditemui Tempo di kediamannya, Ndalem Prabukusuman, Kamis 8 Februari 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Prabukusumo menilai sikap para pangeran keturunan HB IX itu karena mereka memang sudah mengerti tentang aturan adat atau paugeran keraton. “Kalau saya yang ungkap ceritanya sebenarnya tidak enak,” ujar Prabu.

Prabu bercerita, sekitar selang 40 hari meninggalnya Raja Keraton Sultan HB IX, 2 Oktober 1988 silam, para pangeran dari empat istri Sultan HB IX menggelar rapat internal keluarga untuk bersepakat menentukan siapa yang paling layak dan berhak menggantikan HB IX sesuai paugeran tata adat keraton.

Dalam rapat itu kebetulan Prabu didapuk memimpin jalannya rapat didampingi almarhum Gusti Kanjeng Ratu Anom (putri dari istri pertama HB IX- Kanjeng Raden Ayu Pintakapurnama) serta GBPH Pakuningrat (putra dari istri keempat HB IX- KRA Ciptamurti).

Sebelum rapat soal suksesi itu dimulai, Prabu berkonsultasi dengan kakak-adik dari HB IX yang ikut hadir dalam rapat keluarga itu sebagai saksi.

Prabu lantas berkonsultasi kepada kakak-kakak HB IX, seperti GBPH Poeroebojo dan GBPH Puger, tentang suksesi keraton berdasarkan paugeran yang berlaku.

“Saat itu kami konsultasi dengan kakak-kakak HB IX karena takut salah mengambil sikap dalam menentukan pengganti HB IX,” ujarnya.

Saat itu kakak HB IX sepakat menyatakan bahwa yang berhak menduduki tahta sebagai raja keraton selanjutnya adalah putro mbajeng kakung saking garwo prameswari yang artinya anak laki-laki pertama dari istri permaisuri yang sah.

Mendapat pernyataan itu, para pangeran keturunan HB IX pun sempat gamang. Sebab sebelumnya, ketika HB IX masih hidup, para pangeran sempat bertanya kepadanya, siapa sebenarnya dari kelima istri sah HB IX yang ditetapkan sebagai garwo prameswari atau permaisuri. Sehingga bisa jelas siapa pangeran pengganti HB IX jika lengser.

“Tapi saat itu bapak (HB IX) nggak mau menentukan siapa istri yang diangkatnya menjadi permaisuri, alasannya beliau tak ingin menyakiti perasaan para istrinya jika hanya salah satu diangkat jadi permaisuri,” ujar Prabu.

HB IX saat itu justru memilih langkah untuk menaikkan gelar para istrinya dari semula Bendoro Raden Ayu (BRAy) menjadi Kanjeng Raden Ayu (KRA) seperti gelar ibu HB IX. Peningkatan gelar ini sebagai tanda bahwa kelima istri HB IX berhak menyandang status permaisuri.

“Karena semua istri HB IX adalah permaisuri, sehingga yang bisa menjadi raja adalah semua anak laki-laki pertama dari para istri itu secara berurutan,” ujarnya.

Dari situ kemudian rapat keluarga pun merunut anak laki-laki dari istri pertama HB IX, KRA Pintakapurnama yakni GBPH Hadikusuma.

Namun ternyata setelah dirunut kembali, usia GBPH Hadikusuma kalah tua dibanding anak sulung laki-laki dari istri kedua HB IX, KRA Widyaningrum, yakni Kanjeng Gusti Pangeran Hario Mangkubumi atau Sri Sultan Hamengkubuwana X sekarang. Akhirnya Mangkubumi yang disepakati menggantikan HB IX dan dinobatkan menjadi raja keraton pada 7 Maret 1989.

Dari urutan itu, pengganti HB X jika lengser sebenarnya adalah GBPH Hadikusuma. Namun Hadikusumo sudah meninggal dunia. Begitu pula pangeran yang termasuk tertua lain GBPH Joyokusumo (adik kandung HB X).

Kini, anak laki –laki urutan tertua berikutnya dari permaisuri HB X yang masih hidup antar lain KGPH Hadiwinoto (adik kandung HB X), GBPH Hadisurya (putra kedua dari istri pertama), serta GBPH Prabukusumo (putra sulung dari istri ketiga- KRA Widyaningrum).

Selain itu, pangeran lain yang berpeluang menggantikan HB X jika pangeran yang lebih tua berhalangan atau menolak antara lain GBPH Candraningrat, GBPH Suryodiningrat, GBPH Surya Mataram, dan GBPH Suryonegoro.

Adik tiri Sultan HB X, GBPH Cakraningrat sebelumnya menuturkan, dari 16 putra-putri HB IX total ada tujuh orang yang berpeluang menggantikan HB X sesuai paugeran adat keraton.

“Tapi kami prioritaskan yang menjadi HB XI adalah mereka yang selama ini sudah banyak berkiprah di Yogyakarta sehingga masyarakat sudah cukup mengetahui latar belakangnya,” ujarnya.

Selain itu, yang menurut Cakraningrat pantas menjadi HB XI tak lain para pangeran yang memiliki keturunan laki-laki. Agar suksesi berikutnya dari HB XI ke HB XII juga lebih mudah dan tak menjadi polemik seperti saat ini karena Sri Sultan HB X tak memiliki keturunan laki-laki.

Juli Hantoro

Juli Hantoro

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus