Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Pada umumnya masyarakat Indonesia hanya mengenal presiden Soekarno, Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati, Susilo Bambang Yudhoyono dan Joko Widodo. Faktanya masih ada lagi Presiden Indonesia yang jarang diketahui bahkan dilupakan. Yaitu Sjafruddin Prawiranegara.
Sjafruddin Prawiranegara adalah Presiden Pemerintah Darurat Indonesia ketika pemerintahan Republik Indonesia di Yogyakarta jatuh ke tangan Belanda saat Agresi Militer Belanda II pada 19 Desember 1948.
Sjafruddin lahir di Serang, Banten, pada 28 Februari 1911. Di masa kecilnya akrab dipanggil “Kuding”, lahir dari darah campuran Banten dan Minangkabau. Ayahnya dari darah Banten dan ibunya keturunan Raja Pagaruyung di Sumatera Barat. Buyut ibu Syafruddin, Sutan Alam Intan merupakan keturunan Kerajaan Pagaruyung yang dibuang ke Banten karena terlibat perang Padri. Ia kemudian menikahi putri bangsawan Banten dan melahirkan kakek Sjafruddin.
Syafruddin adalah putra dari Arsyad Prawiraatmadja dan Noeraini. Arsyad keturunan Sultan Banten dan berpengaruh di Banten tahun 1980 an. Beliau anak dari Raden Haji Chatab Aria Prawiranegara atau Patih Haji yang menjadi patih Kabupaten Serang pada tahun 1879 sampai 1884.
Mengutip dari bi.go.id "SYAFRUDDIN PRAWIRANEGARA, SATU-SATUNYA ORANG INDONESIA YANG JADI PRESIDEN DJB" Sjafruddin mengenyam pendidikan di Europeesche Lagere School pada tahun 1925, kemudian melanjutkan pendidikan di Meer Uitgebreid Lager Onderwijs (MULO) di Madiun pada 1928, dan Algemeene Middelbare School (AMS) di Bandung pada 1931. Ia duduk dibangku perkuliahan di Rechtshoogeschool (Sekolah Tinggi Hukum) di Jakarta tahun 1939, dan berhasil meraih gelar Meester in de Rechten atau setara dengan Magister Hukum.
Sjafruddin Prawiranegara wafat pada 15 Februari 1989 dan dimakamkan di Tanah Kusir Jakarta Selatan. Sjafruddin Prawiranegara dinobatkan dengan gelar Pahlawan Nasional berkat perjuangannya untuk Indonesia.
Karir Sjafruddin Prawiranegara
Semasa hidupnya, Sjafruddin pernah menjabat sebagai redaktur siaran radio PPRK di Swasta pada tahun 1939 hingga 1940 dan Ketua Korps Mubaligh Indonesia pada tahun 1948. Kemudian menjadi anggota Dewan Pengawas Yayasan Pendidikan dan Pembangunan Manajemen (PPM) pada tahun 1958. Lalu, Pimpinan Partai Masyumi pada tahun 1960, dan anggota pengurus yayasan Al-Azhar yayasan pesantren Islam pada tahun 1978.
Sjafruddin, pahlawan yang ahli keuangan, sempat menjabat sebagai Menteri Keuangan dan Menteri Kemakmuran pada tahun 1948. Saat menjabat sebagai Menteri Kemakmuran, ia ditugaskan membentuk Pemerintahan Darurat RI (PDRI). Ini terjadi saat Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Moh. Hatta ditangkap dan diasingkan di pulau Bangka pada Agresi Militer II.
Selanjutnya, Sjafruddin mengadakan rapat karena mendapatkan informasi situasi di Yogyakarta yang memburuk lewat siaran radio meskipun kawat dari Soekarno-Hatta tak sampai di tangannya. Akhirnya, rapat di Bukittinggi memutuskan untuk membentuk Pemerintah Darurat Republik (PDRI). Sjafruddin ditunjuk sebagai ketua PDRI dan Teuku Moh. Hasan sebagai wakil ketua, yang saat itu menjabat sebagai Komisaris Pemerintah Pusat di Sumatera.
Sjafruddin Prawiranegara adalah orang Indonesia pertama dan satu-satunya yang menjadi Presiden De Javasche Bank (DJB) tahun 1951-1953. Ia juga menjabat sebagai Gubernur Bank Indonesia (BI) pertama, yang sebelumnya dipegang oleh orang kebangsaan Belanda. Sjafruddin menduduki jabatannya berdasarkan hasil dari Nasionalisasi DJB.
Tak hanya itu, ia juga orang pertama yang mengusulkan penerbitan mata uang Indonesia. Penerbitan tersebut sebagai bentuk atribut kemerdekaan dan mengganti beberapa mata uang asing yang masih beredar di Indonesia. Setelah penyerahan PDRI oleh belanda, ia kembali diangkat sebagai wakil Perdana Menteri RI tahun 1949, dan menjadi Menteri Keuangan pada 1949-1950. Saat menjabat sebagai Menteri Keuangan, ia membuat terobosan ‘Gunting Syafruddin’ dan ‘Sertifikat Devisa’ untuk mengatasi krisis.
Kebijakan Gunting Sjafruddin
Setelah penyerahan kembali kekuasaan Pemerintahan Darurat RI, Syafruddin menjabat sebagai menteri keuangan tahun 1949-1950. Dilansir dari setneg.go.id " Pemimpin Bangsa yang Terlupakan" Pada Maret 1950, ia mengeluarkan kebijakan moneter yang dikenal dengan julukan gunting Sjafruddin. Kebijakan itu mengatur uang NICA atau uang merah dan uang De Javasche Bank pecahan Rp. 5 keatas. Uang tersebut digunting menjadi dua, guntingan kiri tetap berlaku sebagai alat pembayaran yang sah. Namun dengan nilai setengah dari nilai uang semula dan berlaku hanya sampai 9 Agustus pukul 18.00.
Dari maret 22 hingga 16 April, guntingan kiri harus segera ditukarkan di bank dan tempat tempat yang sudah ditunjuk. Lalu, lewat dari tanggal tersebut, bagian kiri tidak berlaku sebagai alat pembayaran yang sah.
Selanjutnya, guntingan kanan tidak berlaku sebagai alat pembayaran. Tetapi dapat ditukar dengan obligasi negara dengan nilai setengah dari nilai semula. Masa obligasi berlaku hingga 40 tahun dengan bunga 3% setahun. Gunting Sjafruddin juga berlaku bagi simpanan di bank. Pecahan Rp 2,50 ke bawah tidak mengalami pengguntingan, demikian pula uang ORI (Oeang Republik Indonesia).
KHUMAR MAHENDRA
Pilihan Editor: Sjafrudin Prawiranegara Presiden RI ke-2 yang Kerap Dilupakan
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “http://tempo.co/”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini