Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Komnas HAM: Sejumlah Eksil 1965 Ingin Pemerintah Minta Maaf dan Pengungkapan Kebenaran

Komnas HAM mengatakan salah satu permintaan dari para eksil itu adalah permintaan maaf dari pemerintah

5 Mei 2023 | 19.25 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Sejumlah anggota perhimpunan eksil Indonesia mendengarkan pembacaan Teks Proklamasi dalam acara peringatan kemerdekaan di Belanda. TEMPO/Yuke Mayaratih

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Komisioner Komisi Nasional Hak Asasi Manusia atau Komnas HAM Abdul Haris Semendawai mengatakan ada sejumlah permintaan dari para eksil 1965 terhadap pemerintah dalam upaya pemulihan hak mereka. Dawai mengatakan salah satu permintaan dari para eksil itu adalah permintaan maaf dari pemerintah. “Ada juga permintaan pemerintah untuk minta maaf,” kata Dawai ketika dihubungi, Kamis, 4 Mei 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Dawai mengatakan permintaan itu dia dengar saat menggelar pertemuan dengan 35 eksil pada Maret lalu. Pertemuan digelar di Ceko dan Belanda. Dawai dan komisioner lainnya menggelar pertemuan untuk menampung aspirasi para eksil tentang rencana pemerintah memulihkan hak-hak mereka. Komnas menampung aspirasi tersebut untuk kemudian dijadikan rekomendasi bagi pemerintah.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Selain soal permintaan maaf, Dawai mengatakan sejumlah eksil juga meminta agar pemerintah melakukan pengungkapan kebenaran mengenai tragedi 1965. Peristiwa 1965 ditandai dengan pembunuhan 7 jenderal TNI Angkatan Darat. Ada berbagai analisis yang mencoba menjelaskan tentang dalang peristiwa tersebut. Versi Orde Baru menarasikan peristiwa itu didalangi oleh Partai Komunis Indonesia yang mecoba melakukan kudeta. Namun, ada juga analisis yang menjelaskan bahwa peristiwa itu dipicu perpecahan di TNI Angkatan Darat.

Di luar penyebabnya, peristiwa 30 September 1965 telah menyebabkan pembunuhan massal terhadap mereka yang dituding terafiliasi dengan PKI. Peristiwa ini juga menyebabkan sejumlah warga Indonesia yang sedang berada di luar negeri tidak bisa pulang ke Tanah Air. “Jadi ada tuntutan dari para korban tentang pengungkapan kebenaran,” kata Dawai.

Dawai mengatakan meskipun belum semua aspirasi dari para korban bisa dipenuhi, dia tetap mengapresiasi langkah pemerintah untuk memulihkan hak para eksil. Dia berharap bahwa solusi kewarganegaraan tersebut hanyalah awal untuk upaya pemulihan hak para eksil yang lainnya. “Masalah lain mungkin akan berlanjut di kemudian hari,” kata Dawai.

Pemerintah melalui Instruksi Presiden Nomor 2 Tahun 2023 tentang Pelaksanaan Rekomendasi Penyelesaian Non-Yudisial Pelanggaran HAM Berat berupaya memulihkan hak bagi para korban pelanggaran HAM berat masa lalu, termasuk korban 1965.

Rapat terbatas yang dihelat Presiden Joko Widodo pada 2 Mei 2023 membahas secara khusus tentang perkembangan dari upaya pemulihan hak korban tersebut. Menteri Koordinator Bidang Politik Hukum dan Keamanan Mahfud Md seusai rapat menuturkan pemerintah berencana mengumumkan bahwa para eksil 1965 bukanlah pengkhianat negara dan mengakui tentang terjadinya pelanggaran HAM berat masa lalu. Kendati demikian, pemerintah enggan meminta maaf atas kejadian itu.

Sebagai tindak lanjut dari keputusan rapat terbatas itu, Direktorat Jenderal HAM Kementerian Hukum dan HAM menggelar rapat pada Kamis, 4 Mei 2023. Kemenkumham mendata ada 30 jumlah eksil yang berada di luar negeri. Rapat itu menghasilkan keputusan bahwa para eksil akan diberikan 3 opsi soal kewarganegaraan. Ketiga opsi tersebut di antaranya, pertama tetap menjadi warga negara asing, kedua ingin kembali menjadi warga negara Indonesia, atau ketiga diberikan kemudahan untuk berkunjung ke Indonesia.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus