Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SEJUJURNYA ana masih mencintai antum semua." Pesan pendek itu dikirimkan Fahri Hamzah di grup komunikasi WhatsApp yang bernama "Info PKS", Rabu pekan lalu. Grup itu dihuni sejumlah kader senior Partai Keadilan Sejahtera. Sebagian besar adalah mereka yang duduk di kursi Dewan Perwakilan Rakyat, seperti Refrizal, Tubagus Soenmandjaja, dan Hidayat Nur Wahid.
Aneka respons muncul menyikapi pesan dari Fahri itu. Ada yang memberikan lambang ikon emosi, misalnya jempol dan hati. Ada juga yang mengirimkan sejumlah kalimat berhuruf Arab. Isinya, antara lain, panjatan doa untuk kebaikan si pengirim pesan. Fahri membenarkan telah mengirimkan pesan itu. "Tapi kalimatnya tidak persis begitu," kata Wakil Ketua DPR itu, Kamis pekan lalu.
Pesan itu dikirimkan Fahri beberapa hari setelah ia dinyatakan dipecat partainya. Pemecatan ini terkuak ke publik setelah salinan putusan Majelis Tahkim—sebutan untuk Mahkamah Partai di PKS—bocor ke media pada Ahad dua pekan lalu. Di situ tertulis bahwa Majelis Tahkim menerima rekomendasi Badan Penegak Disiplin Organisasi untuk memberhentikan Fahri dari semua jenjang keanggotaan partai. Tapi, saat itu, belum ada keterangan resmi dari partai.
Pengurus partai baru bersuara satu hari kemudian. Presiden PKS Mohamad Sohibul Iman mengkonfirmasi kabar pemecatan tersebut melalui situs resmi partai, www.pks.or.id. Sohibul membeberkan kronologi keluarnya keputusan partai terhadap Fahri dalam tulisan berjudul "Penjelasan Dewan Pimpinan Pusat Partai Keadilan Sejahtera tentang Pelanggaran Disiplin Partai yang Dilakukan oleh Saudara Fahri Hamzah".
Keputusan tersebut dilatarbelakangi kelakuan Fahri yang tak mengindahkan perintah petinggi partai dalam pertemuan di kantor PKS di Jakarta Selatan pada awal September tahun lalu. Ketika itu Ketua Majelis Syura Salim Segaf al-Jufri, Wakil Ketua Majelis Syura Hidayat Nur Wahid, dan Sohibul Iman meminta Fahri menjaga sikap jika berbicara ke publik. Alasannya, Fahri adalah kader yang punya posisi penting di Senayan.
Dalam keterangan di situs itu, petinggi partai menganggap Fahri kerap mengeluarkan pernyataan kontroversial, kontraproduktif, dan tidak sejalan dengan partai. Di antaranya, menyebut "rada-rada bloon" untuk anggota DPR, mengatasnamakan DPR telah sepakat membubarkan Komisi Pemberantasan Korupsi, dan pasang badan untuk tujuh proyek DPR. "Hal tersebut bukan merupakan arahan pimpinan partai," ujar Sohibul.
Lantaran tak menuruti perintah, Fahri diminta mundur dari posisi Wakil Ketua DPR. Kronologi yang dibuat partai menyebutkan Fahri setuju atas permintaan tersebut, tapi belakangan berubah pikiran. Oleh petinggi partai, sikap Fahri dianggap sebagai bentuk pembangkangan. Karena itu, partai membawa masalah Fahri ke Badan Penegak Disiplin. Dari situ berlanjut ke persidangan di Majelis Qadha dan Majelis Tahkim. Putusan pemecatan dibuat dalam sidang ketiga Majelis Tahkim pada 11 Maret lalu. Surat keputusan pemecatan diteken Sohibul tiga minggu kemudian.
Keputusan pemecatan diprotes Fahri. Dia menyangkal jika disebut telah melanggar hukum sehingga tidak semestinya mendapat sanksi seberat itu. "Kesalahan mahabesar apa yang saya lakukan sehingga layak dipecat dari semua jenjang keanggotaan partai?" katanya.
Pemecatan Fahri nyatanya bukan sekadar persoalan sederhana di partai dakwah. Menurut beberapa kader PKS, masalah tersebut berpangkal dari perseteruan dua kutub kekuatan di partai itu, yakni faksi keadilan dan faksi sejahtera. Seorang politikus PKS mengatakan ada dendam politik yang belum tuntas dalam perseteruan dua faksi tersebut. Dendam dipicu oleh peristiwa pada 2011 ketika Presiden Susilo Bambang Yudhoyono mencopot politikus senior PKS, Suharna Surapranata, dari posisi Menteri Riset dan Teknologi.
Penggantian Suharna membuat jatah kursi PKS di kabinet berkurang satu. Sebelumnya, PKS punya empat kursi menteri di pemerintahan Yudhoyono periode kedua. Selain Suharna, PKS punya Suswono di pos Menteri Pertanian, Tifatul Sembiring sebagai Menteri Komunikasi dan Informatika, serta Salim Segaf al-Jufri yang menjabat Menteri Sosial.
Menurut beberapa politikus PKS, sebagian besar kader yang duduk di kabinet saat itu diidentikkan dengan faksi keadilan. "Faksi itu duduk di pemerintahan," ujarnya. Adapun faksi sejahtera melekat ke sejumlah nama kader, antara lain Anis Matta—ketika itu menjabat Sekretaris Jenderal PKS—dan Fahri Hamzah. Faksi sejahtera inilah yang banyak memainkan peran di parlemen. "Istilahnya mereka yang memegang DPR."
Seorang kader PKS di lingkaran faksi keadilan mengatakan kubunya kala itu menganggap faksi sebelah sebagai biang kerok pencopotan Suharna dari jabatan menteri. Penyebabnya, mereka yang ada di parlemen terlalu keras mengkritik sejumlah kebijakan Yudhoyono. Faksi keadilan menganggap manuver faksi sebelah berseberangan dengan keputusan partai dan kerap bikin repot pemerintah. Padahal posisi partai saat itu ada di koalisi pemerintah. "Kondisi itu membuat SBY marah," kata kader ini.
Lama mengendap, dendam politik ini seperti "mendapat angin" ketika terjadi pergantian pucuk kepemimpinan partai pada Agustus tahun lalu. Suksesi membuka jalan bagi faksi keadilan untuk berperan di kepengurusan pusat partai. Sohibul Iman terpilih menjadi Presiden PKS menggantikan Anis Matta, sedangkan Salim Segaf menjadi Ketua Majelis Syura menggantikan Hilmi Aminuddin, yang selama sepuluh tahun duduk di posisi itu.
Sejumlah politikus PKS mengatakan alih kepemimpinan menjadi momentum penyingkiran nama-nama pengurus di masa Anis Matta, seperti Fahri Hamzah, Jazuli Juwaini, dan Mahfudz Siddiq. Struktur partai kemudian diisi nama-nama yang identik dengan faksi keadilan, seperti Hidayat Nur Wahid, Mardani Ali Sera, dan Al Muzzammil Yusuf.
Selain mengebiri peran Anis Matta dan kawan-kawan, menurut seorang kader di faksi keadilan, kubunya mulai menyiapkan skenario untuk mendepak Fahri dari posisi Wakil Ketua DPR. Jatuhnya Fahri dari posisi tersebut dianggap setimpal dengan pencopotan Suharna sebagai menteri pada 2011. "Supaya skor jadi 1-1," ujar politikus tadi. Bukan cuma itu, Fahri juga menjadi target untuk disingkirkan dari partai. Skenario ini mulai berjalan ketika Fahri dipanggil petinggi partai pada awal September tahun lalu.
Presiden PKS Sohibul Iman menyangkal adanya dendam politik di balik pencopotan Fahri Hamzah. Dia juga membantah adanya perseteruan faksi keadilan dan faksi sejahtera di partainya. "Dari kronologi yang kami unggah di laman partai sudah jelas bahwa semua potensi kader harus dioptimalkan perannya dalam pola kepemimpinan baru," katanya. "Itu adalah spirit kebersamaan, jauh dari spirit perpecahan." Adapun Tifatul Sembiring menyebutkan pemecatan itu adalah urusan partai dengan kader yang melanggar disiplin.
Terlepas dari "pertempuran" dua faksi di lingkup internal PKS, kisruh pemecatan Fahri Hamzah telah memasuki babak baru. Pada Selasa pekan lalu, Fahri menggugat Presiden PKS Sohibul Iman ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan terkait dengan surat keputusan pemecatan yang diteken Sohibul. Mujahid A. Latief, kuasa hukum Fahri Hamzah, mengatakan keputusan pemecatan kliennya tidak sah. "Kami menilai ada perbuatan melawan hukum," ucapnya. Gugatan Fahri akan disidangkan pekan depan.
Ketua Departemen Hukum PKS Zainuddin Paru mengatakan partainya bakal meladeni gugatan yang diajukan Fahri Hamzah. "Dewan Pimpinan Pusat PKS sudah siap menghadapinya," katanya.
Prihandoko, Wayan Agus Purnomo, Abdul Azis
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo