Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kritik BEM UI dan UGM soal Revisi UU Wantimpres

BEM UI dan UGM menyoroti revisi UU Wantimpres yang dinilai syarat kepentingan.

17 Juli 2024 | 07.59 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi DPR. ANTARA/Rivan Awal Lingga

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Mahasiswa Universitas Indonesia (UI) dan Universitas Gadjah Mada (UGM) menyoroti revisi Undang-undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden atau Wantimpres yang telah disepakati sebagai rancangan undang-undang (RUU) usulan DPR. Revisi UU itu akan mengubah Wantimpres selaku lembaga pemerintah menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA) yang berkedudukan sebagai lembaga negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Badan Eksekutif Mahasiswa atau BEM UI menuntut agar revisi UU Wantimpres memuat perubahan yang jelas. Organisasi Kampus Perjuangan itu meminta DPR memberikan penjelasan yang komprehensif dan rasional kepada publik atas urgensi revisi aturan tersebut. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

"BEM UI mengambil sikap kritis terhadap rencana perubahan Wantimpres menjadi DPA," kata Koordinator Bidang Sosial Politik BEM UI, Jhonas Nikson, dalam pernyataan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 16 Juli 2024.

Mahasiswa jurusan ilmu hukum itu juga mengkritisi soal potensi keanggotaan DPA yang bisa diisi sesukanya oleh sosok-sosok elit, termasuk mantan presiden. Menurut Jhonas, keanggotaan dewan pertimbangan semacam itu mestinya diduduki oleh para tokoh bangsa yang benar-benar memiliki kebijaksanaan, bukan sekadar diduduki untuk kepentingan bagi-bagi jabatan. 

"Lembaga ini harus menjaga kebijakasanaan kepala pemerintahan di Istana, bukan justru memuluskan kepentingan kotor elite parpol," kata Jhonas. 

Jhonas juga menyinggung soal kedudukan DPA sebagai lembaga negara yang setara dengan presiden. Dia berpendapat bahwa mestinya dewan pertimbangan itu berada di bawah presiden karena struktur keanggotaannya pun dipilih oleh presiden. 

"Potensi pembentukan DPA sebagai lembaga yang setara dengan presiden tidak dimungkinkan sepanjang tidak ada perubahan Undang-Undang Dasar," kata Jhonas. 

Kemudian, Jhonas juga mengkritik soal proses revisi UU Wantimpres yang ditargetkan selesai dalam sebulan. Menurut dia, DPR dan pemerintah harus membahas revisi aturan itu dengan mempertimbangkan aspirasi masyarakat, bukan sekadar keinginan penguasa. 

"Mempercepat revisi uu ini secara terburu-buru hanya akan menimbulkan kemarahan dan ketidakpercayaan publik terhadap pemerintah," kata Jhonas. 

Kritik atas revisi UU Wantimpres juga datang dari BEM UGM. Organisasi mahasiswa Kampus Kerakyatan itu menuding revisi aturan itu hanya menguntungkan presiden terpilih 2024-2029 Prabowo Subianto yang dimotori oleh koalisi gemuk. 

"Dengan urgensi yang belum jelas ini, kami menolak wacana perubahan tersebut," kata Ketua BEM UGM Nugroho Prasetyo Aditama dalam keterangan tertulisnya kepada Tempo, Selasa, 16 Juli 2024.

Nugroho menilai keberadaan dewan pertimbangan semacam itu hanya akan menambah beban anggaran dan memperumit birokrasi. Di sisi lain, dia berpendapat bahwa lembaga itu tak memiliki tugas dan fungsi yang jelas. 

Mahasiswa jurusan ilmu politik dan pemerintahan itu turut menyoroti soal keanggotaan DPA yang bisa diisi oleh siapa pun sesuai kehendak presiden. Nugroho khawatir jika nantinya lembaga itu justru diisi oleh keluarga penguasa ataupun pengusaha yang punya kepentingan terselubung. 

Nugroho mempertanyakan tujuan perubahan status Wantimpres yang awalnya lembaga pemerintah di bawah presiden menjadi DPA sebagai lembaga negara yang setara dengan presiden. Menurut dia, konsep itu tak sesuai dengan keadaan ideal dalam konsep trias politica di mana kekuasaan dibagi dalam tiga bentuk, yakni legislatif, eksekutif, dan yudikatif. 

Ia juga mengkritik pembahasan revisi yang terburu-buru di ujung periode DPR dan pemerintah. Dia mendesak agar partisipasi masyarakat turut diakomodasi dalam RUU Wantimpres.  "Rasanya kami melihat para pemegang kuasa sudah tidak tahan untuk segera bagi-bagi kekuasaannya," kata Nugroho.

DPR sebelumnya resmi menyetujui revisi Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden (Wantimpres) menjadi rancangan undang-undang usul inisiatif DPR. Adapun revisi aturan itu akan mengubah UU Wantimpres menjadi Dewan Pertimbangan Agung (DPA).

Kesepakatan itu diperoleh saat DPR menggelar rapat paripurna yang dipimpin oleh Wakil Ketua DPR Lodewijk Freidrich Paulus di Senayan hari ini, Kamis, 11 Juli 2024. "Apakah RUU usul inisiatif Baleg DPR RI tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2006 tentang Dewan Pertimbangan Presiden dapat disetujui menjadi Rancangan Undang-undang usul DPR RI?" kata Lodewijk.

Merespons pertanyaan itu, para peserta sidang menyatakan persetujuan. "Setuju," kata mereka. Lodewijk pun mengetok palu sebagai tanda persetujuan.

Sebelum keputusan dijatuhkan, Lodewijk meminta para perwakilan fraksi masing-masing partai untuk menyampaikan pendapat kepada para pimpinan DPR. Setelah revisi UU Wantimpres disepakati, Ketua DPD Puan Maharani memberikan pidato penutupan.

Keputusan itu sebelumnya disepakati sembilan fraksi DPR dalam rapat pleno atau pengambilan keputusan yang digelar Badan Legislatif DPR pada Selasa, 9 Juli 2024. Adapun penyusunan revisi UU Wantimpres ini dikebut lantaran hanya membutuhkan waktu satu hari di Baleg untuk akhirnya bersepakat membawanya ke rapat paripurna.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus