Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Kuasa Setya di Mana-mana

Perpecahan di Golkar terus meruncing. Pendukung Setya Novanto kembali di atas angin dan jalan Panitia Angket KPK kian lapang.

9 Oktober 2017 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MELALUI telepon, pada Selasa pekan lalu, Nurdin Halid menghubungi Yorrys Raweyai untuk meminta konfirmasi tentang kabar pemecatan Ketua Koordinator Politik, Hukum, dan Keamanan Partai Golkar itu.

Kepada Ketua Harian Golkar itu, Yorrys mengatakan sudah membaca soal pemecatannya dari media massa. "Jadi itu hoax," ujarnya mengulang percakapannya dengan Nurdin kepada Tempo pekan lalu.

Menurut Yorrys, pemecatannya, yang disampaikan Ketua Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah Timur, Aziz Samuel, tak sah. Selain tak melalui rapat pleno, keputusan itu tidak disampaikan oleh Sekretaris Jenderal atau Ketua Harian Partai. Toh, pergantian tetap jalan. Posisi Yorrys saat ini ditempati Letnan Jenderal Purnawirawan Eko Wiratmoko, bekas Sekretaris Kementerian Politik, Hukum, dan Keamanan.

Pemecatan Yorrys kian memanaskan konflik di Golkar. Sejumlah pejabat partai itu mendukung Yorrys dan hendak memprotes keputusan tersebut, yang dianggap cacat prosedur. "Saya akan memprotesnya," ujar Ketua Pemenangan Pemilu Indonesia I, Nusron Wahid.

Ketua Golkar yang lain, Andi Sinulingga, mengatakan pemecatan Yorrys melanggar kitab suci partai tentang prosedur pemecatan kadernya. Sekretaris Jenderal Golkar Idrus Marham terkesan menghindar ketika ditanyai soal pemecatan ini. "Tanya Ketua Umum saja," ucap Idrus, Kamis pekan lalu.

Ketua Umum Setya Novanto tak memberikan pernyataan tentang kisruh di partainya ini. Ia baru saja keluar dari Rumah Sakit Premier, Jakarta, setelah mengeluhkan beragam penyakit menyusul ditetapkannya dia sebagai tersangka korupsi proyek kartu tanda penduduk elektronik. Setya menggugat penetapan oleh Komisi Pemberantasan Korupsi tersebut lewat sidang praperadilan.

Hakim tunggal sidang itu, Cepi Iskandar, mengabulkan dalih-dalihnya sehingga status tersangka tersebut gugur. Setya, yang terbaring di rumah sakit dengan pelbagai slang dan masker yang menutup wajahnya, seketika sembuh. Ia pulang dua hari setelah hakim Cepi membebaskannya pada Jumat dua pekan lalu.

Penetapan Setya sebagai tersangka korupsi itu membuat Golkar ribut. Beberapa pentolannya, yang sudah lama menunggu status itu, segera menggorengnya lewat sejumlah gerakan politik untuk mendongkel Setya dari kursi ketua umum.

Yorrys salah seorang yang paling getol meminta Setya mundur dari partai. Tersangkutnya Setya dalam skandal megakorupsi itu, kata Yorrys, membuat elektabilitas Golkar terus merosot. Apalagi Setya merestui Golkar menyokong Panitia Angket KPK, yang dianggap akan melemahkan kewenangan lembaga ini.

Ketua Panitia Angket bahkan dijabat Agun Gunandjar Sudarsa, politikus dari Golkar. Dalam rapat koordinasi teknis di Hotel Menara Peninsula sehari sebelum putusan bebas Setya Novanto, Nurdin Halid mengatakan keberadaan Panitia Angket membuat popularitas Golkar turun. "Kesan yang ada di masyarakat, Golkar menjadi inisiator melemahkan KPK," ujar Nurdin.

Ucapan Nurdin tak didengarkan politikus Golkar yang ada di Panitia Angket. Fraksi Golkar mendukung perpanjangan masa kerja panitia tersebut, yang seharusnya berakhir hari itu juga. Ketua Panitia Angket Agun Gunandjar tak terima dengan tudingan Nurdin. "Ini penugasan fraksi dan partai," kata Agun.

Bebasnya Setya kian mengukuhkan jalan Golkar. Suara-suara yang menginginkannya dicopot mulai melemah. Kini tak ada lagi yang menyampaikan kekhawatiran tentang keberadaan Panitia Angket KPK. Panitia ini masih eksis dengan politikus-politikus Golkar yang ada di dalamnya aktif menggalang opini "menyerang" KPK.

Apalagi setelah hakim Cepi memutuskan Setya tak layak menjadi tersangka. Pembebasan ini membuat Panitia Angket punya peluru baru untuk menggugat KPK, yang dasar hukum dan aturannya dianggap lemah dalam menetapkan seseorang sebagai tersangka korupsi.

Selain menggeser Yorrys, Setya memecat Koordinator Generasi Muda Partai Golkar Ahmad Doli Kurnia, yang juga acap meminta Setya mundur dari partai. Klaim Yorrys yang menganggap elektabilitas Golkar turun karena banyak politikusnya terlibat korupsi gugur begitu Setya bebas.

Klaim Yorrys bukan isapan jempol. Pada pertengahan September lalu, rapat pleno Golkar memutuskan membentuk tim kajian elektabilitas yang dipimpin Ketua Koordinator Bidang Kajian Strategis Letnan Jenderal Purnawirawan Lodewijk Freidrich Paulus.

Tim kajian mengundang sejumlah lembaga survei untuk memastikan popularitas Golkar. Hasilnya, elektabilitas Golkar turun. Penyebab utamanya adalah banyak kader Golkar terlibat perkara korupsi. Misalnya Gubernur Bengkulu Ridwan Mukti. Juga Markus Nari dalam perkara dugaan korupsi e-KTP. Belakangan, sejumlah kepala daerah dari Golkar juga ditetapkan sebagai tersangka korupsi. Misalnya Wali Kota Cilegon Tubagus Iman Ariyadi dan Bupati Kutai Kartanegara Rita Widyasari.

Atas dasar data dan fakta itu, Yorrys mengeluarkan rekomendasi menonaktifkan Setya. Tokoh-tokoh senior juga menyokongnya. Sejak dua pekan lalu, mereka membujuk Setya agar bersedia mundur dan menunjuk pelaksana tugas ketua umum. Yorrys bahkan memprediksi Golkar sudah memiliki pemimpin baru pada pertengahan Oktober ini.

Pengurus Golkar siap-siap menggelar rapat pleno. Yorrys mengatakan mereka sudah menyiapkan Menteri Perindustrian Airlangga Hartarto sebagai calon pelaksana tugas ketua umum. Dia bahkan berencana mengambil alih rapat pleno jika Setya berkeras tidak mau mundur.

Selalu ada cara bagi Setya. Ia menerbitkan memo beberapa jam sebelum hakim Cepi mengetuk palu Pengadilan Negeri Jakarta Selatan agar rapat pleno itu ditunda. Nurdin membantah kabar bahwa penundaan tersebut disebabkan oleh keinginan mendengarkan hasil praperadilan. "Tidak ada urusan rapat pleno dengan praperadilan," ujar Nurdin.

Segala gerilya itu ambyar begitu hakim Cepi mengetuk palu membebaskan Setya dari status tersangka korupsi. Setya malah yang menerbitkan surat pemecatan untuk Yorrys. Peta di Golkar pun berubah drastis. Rapat pleno tak pernah terjadi. "Novanto siap memimpin partai setelah sakit," tutur Idrus Marham.

Situasi di kalangan internal partai yang kian runyam membuat Doli Kurnia meradang. Dia menuding pengurus Golkar sakit dan sedang asyik dengan dunianya sendiri. Padahal, kata dia, tindakan Golkar yang membiarkan partai terpuruk menyakiti hati pengurus dan kadernya sendiri. Orang-orang yang ingin menyelamatkan partai justru diancam. "Publik akan menilai Golkar sedang sakit," ujarnya.

Wayan Agus Purnomo, Budiarti Putri Utami, Ahmad Faiz

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus