Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Komisi B DPRD Jakarta Francine Widjojo mengatakan perlunya skema atau intensif terhadap tarif MRT. Hal itu menyusul wacana penghapusan rute Transjakarta Koridor 1 yang beririsan dengan jalur MRT.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“Yang perlu menjadi pertimbangan utama adalah tarif MRT yang jauh di atas tarif bus Transjakarta,” kata Francine melalui WhatsApp, pada Senin, 23 Desember 2024.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut dia, tarif Transjakarta jauh lebih terjangkau dibandingkan MRT. Ia membandingkan, ongkos yang perlu dikeluarkan masyarakat dalam sekali perjalanan untuk semua jarak menggunakan Transjakarta hanya sebesar Rp3.500.
Sementara itu, biaya yang dibutuhkan untuk perjalanan menggunakan MRT dari Blok M menuju Bundaran HI mencapai Rp8.000. Adapun berdasarkan situs jakartamrt.co.id, tarif termurah layanan MRT adalah sebesar Rp4.000 untuk melewati satu stasiun, sedangkan yang termahal mencapai Rp14.000 untuk perjalanan yang memakan 12 pemberhentian.
“Tarif Transjakarta sekarang sebesar Rp 3.500 untuk semua jarak, jauh lebih murah dibandingkan MRT yang menerapkan tarif berdasarkan jarak,” kata dia.
Selain menyoroti mahalnya tarif MRT, politikus Partai Solidaritas Indonesia atau PSI itu juga mempertimbangkan kapasitas kereta Fase 2A untuk jalur Lebak Bulus-Kota. Ia mengatakan rute Transjakarta Koridor 1 merupakan jalur tersibuk.
“Jangan sampai MRT tidak mampu menerima limpahan penumpang dari Transjakarta koridor 1,” tutur Francine.
Menurut dia, diperlukan analisis dan kajian menyeluruh terhadap wacana itu. Sebab, pembangunan MRT fase 2A baru direncanakan rampung pada 2029. Francine mengatakan sejatinya baik MRT maupun Transjakarta adalah moda transportasi yang saling melengkapi.
Musababnya, kata dia, tidak semua stasiun MRT menjangkau lokasi spesifik sehingga dibutuhkan Transjakarta sebagai sarana yang digunakan masyarakat untuk transit untuk mencapai tempat tertentu.
“Secara umum MRT dan Transjakarta memiliki okupansi penumpang masing-masing dan tidak ada merugikan satu sama lain,” ujar dia.
Sebelumnya, Kepala Dinas Perhubungan Daerah Khusus Jakarta Syafrin Liputo mengatakan layanan Transjakarta Koridor 1 Blok M-Kota akan mengalami penyesuaian rute atau rerouting. Penyesuaian rute tersebut dilakukan karena Koridor 1 Transjakarta bersinggungan 100 persen dengan MRT Fase 2A.
“Ketika MRT Fase 2A selesai dan beroperasi penuh dari Lebak Bulus hingga Kota, layanan Transjakarta yang berhimpitan 100 persen dengan jalur MRT, seperti Koridor 1 Blok M-Kota, akan di-reroute,” kata Syafrin dalam keterangan resmi pada Sabtu, 21 Desember 2024.
Adapun pertimbangan pengelolaan subsidi transportasi umum seperti public service obligation atau PSO menjadi alasan Dishub untuk melakukan penyesuaian ulang terhadap rute itu. “Jakarta memiliki rencana induk transportasi yang mengedepankan efisiensi pengelolaan subsidi,” ujar dia.
Syafrin mengatakan Dishub juga akan mengevaluasi tarif MRT yang dianggap mahal oleh sebagian masyarakat untuk memastikan keterjangkauan. “Kami akan melakukan penyesuaian tarif agar tetap terjangkau dan mendukung integrasi transportasi massal di Jakarta,” kata dia.
Adapun proyek pembangunan MRT Jakarta Fase 2 membentang sepanjang 11,8 kilometer dari kawasan Bundaran HI hingga Ancol Barat. Fase 2 tersebut melanjutkan koridor utara-selatan fase 1 yang telah beroperasi sejak 2019 lalu, yaitu dari Lebak Bulus sampai Bundaran HI.
Dengan fase 2, total panjang jalur utara-selatan bertambah menjadi 27,8 kilometer dengan total waktu perjalanan dari Stasiun Lebak Bulus hingga Stasiun Kota sekitar 45 menit. Sementara jarak antarstasiun sekitar 0,6-1 kilometer dengan sistem persinyalan kendali kereta berbasis komunikasi (CBTC) dan sistem operasi otomatis tingkat 2.
Situs jakartamrt.co.id menyebutkan fase 2 ini terdiri atas dua tahap, yaitu fase 2A dan fase 2B. Fase 2A terdiri atas tujuh stasiun bawah tanah yakni Thamrin, Monas, Harmoni, Sawah Besar, Mangga Besar, Glodok, dan Kota dengan total panjang jalur 5,8 kilometer.
Sementara pada fase 2B terdiri atas dua stasiun bawah tanah yaitu Mangga Dua dan Ancol dan satu depo di Ancol Marina dengan total panjang jalur enam kilometer. Sedangkan, fase 2B sedang dalam tahap studi kelayakan.