Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Lagu Sukatani Kritik Tajam Polisi, Fadli Zon Bilang Kritik Institusi Bisa Jadi Masalah

Grup punk asal Purbalingga, Sukatani, menarik lagu berjudul 'Bayar Bayar Bayar' dari semua platform pemutar musik.

21 Februari 2025 | 17.22 WIB

Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat ditemui usai acara diskusi "Melihat Kembali Nilai-Nilai Penting Situs Cagar Budaya Nasional Gunung Padang: Suatu Upaya Pelestarian Cagar Budaya Berkelanjutan" di Graha Utama, Gedung Ki Hajar Dewantara, Kemendikdasmen, 11 Februari 2025. TEMPO/Rizki Yusrial
Perbesar
Menteri Kebudayaan Fadli Zon saat ditemui usai acara diskusi "Melihat Kembali Nilai-Nilai Penting Situs Cagar Budaya Nasional Gunung Padang: Suatu Upaya Pelestarian Cagar Budaya Berkelanjutan" di Graha Utama, Gedung Ki Hajar Dewantara, Kemendikdasmen, 11 Februari 2025. TEMPO/Rizki Yusrial

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Kebudayaan Fadli Zon menanggapi lagu “Bayar Bayar Bayar” karya band punk Sukatani, yang lirik lagunya dinilai berisi kritik tajam terhadap polisi.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Fadli Zon mengaku tidak mempermasalahkan bila kritik ditujukan kepada pelaku atau anggota kepolisian. Namun, mengkritik institusi akan menjadi masalah bila itu kesalahan anggota.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600

"Kalau mengkritik pelaku atau oknum saya kira engga ada masalah. Tapi kalau itu bisa membawa institusinya ya kemudian terkena dampak, ini yang mungkin bisa jadi masalah," kata Wakil Ketua Umum Partai Gerindra ini di Istana Kepresidenan, Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025.

Fadli mencontohkan, bila ada wartawan yang menjadi pelaku penyerangan, bukan berarti masalah ada pada institusi pers. Tidak benar bila kesalahan satu orang menjadi kesalahan semua insan pers.

Menurut Fadli, dalam sebuah institusi, ada saja orang yang melanggar kode etik. Apalagi, dia menilai, masyarakat masih membutuhkan institusi kepolisian yang kuat dan bersih.

Fadli mengaku mendukung kebebasan berekspresi. Namun, kebebasan itu tidak boleh menganggu hak dari orang lain. Dia lantas mencontohkan kebebasan berekspresi dalam Suku, Agama, Ras, dan Antargolongan (SARA).

"Misalnya jangan sampai menyinggung isu itu bahkan juga institusi-institusi yang bisa dirugikan," kata dia.

Grup punk asal Purbalingga, Sukatani, menarik lagu berjudul ‘Bayar Bayar Bayar’ dari semua platform pemutar musik. Pengumuman penarikan lagu itu disampaikan oleh personel band Sukatani di akun media sosial @sukatani.band pada Kamis, 20 Februari 2025.

Dalam unggahan itu, dua personil Sukatani, gitaris Muhammad Syifa Al Lufti dan vokalis Novi Citra Indriyati, menyatakan permintaan maafnya kepada Kapolri Listyo Sigit Prabowo dan institusi kepolisian. Mereka tampil tanpa topeng. Padahal dalam melancarkan aksi panggungnya, Sukatani memilih untuk jadi anonim di depan publik.

Menurut Lutfi, Sukatani meminta maaf atas muatan lirik dalam salah satu lagu dalam album Gelap Gempita itu. Lutfi mengatakan lagu itu diciptakan sebagai kritik. “Lagu itu saya ciptakan untuk oknum kepolisian yang melanggar peraturan,” kata dia.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum (YLBHI) Muhammad Isnur meminta Presiden Prabowo Subianto dan Kapolri Listyo Sigit Prabowo menjamin kebebasan masyarakat dalam menyampaikan kritik.

“Kapolri dan Prabowo harus menjamin seluruh kritik dari masyarakat sekasar apapun,” ujar dia, Kamis, 20 Februari 2025.

Isnur menegaskan, jika benar ada intervensi dari kepolisian di balik unggahan, maka itu bentuk pembungkaman terhadap kebebasan berpendapat dan wujud polisi anti kritik. Menurutnya seni bersifat terbuka, tidak boleh diintervensi. 

Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo buka suara terkait adanya permintaan maaf dari band Sukatani kepada Polri terkait lirik lagu Bayar Bayar Bayar itu

“Dalam menerima kritik, tentunya kami harus legawa dan yang penting ada perbaikan, dan kalau mungkin ada yang tidak sesuai dengan hal-hal yang disampaikan, bisa diberikan penjelasan,” ucapnya seperti dikutip Antara di Jakarta, Jumat, 21 Februari 2025.

Daniel A Fajri dan Jihan Ristiyanti berkontribusi dalam tulisan ini.

Hendrik Yaputra

Hendrik Yaputra

Bergabung dengan Tempo pada 2023. Lulusan Universitas Negeri Jakarta ini banyak meliput isu pendidikan dan konflik agraria.

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus