Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SETELAH membubarkan Konstituante dan mengembalikan konstitusi ke Undang-Undang Dasar 1945 melalui Dekrit Presiden 5 Juli 1959, Presiden Sukarno membentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat Sementara.
MPRS inilah yang kemudian menetapkan Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang waktu itu dikenal sebagai Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana. Sebelumnya, GBHN tak pernah disusun karena, setelah Indonesia merdeka, MPR tak kunjung terbentuk.
Sebelum MPRS menetapkan GBHN, Sukarno mengeluarkan Peraturan Presiden Nomor 1 Tahun 1960 tentang GBHN. Isinya menyebutkan, sebelum MPRS terbentuk, Manifesto Politik Republik Indonesia yang diucapkan Presiden pada 17 Agustus 1959 adalah GBHN. Dokumen ini ditetapkan untuk “melancarkan kelanjutan revolusi kita dalam keinsyafan demokrasi terpimpin dan ekonomi terpimpin”.
Pada 19 November 1960, MPRS mengeluarkan Ketetapan MPRS Nomor I/MPRS/1960 tentang “Manifesto Politik Republik Indonesia sebagai Garis-Garis Besar daripada Haluan Negara”. Ketetapan ini menjadikan amanat presiden pada 17 Agustus 1960 yang berjudul “Jalannya Revolusi Kita” dan pidato Sukarno dalam Sidang Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa pada 30 September 1960 yang berjudul “To Build the World a New” sebagai pedoman pelaksanaan Manifesto Politik.
GBHN yang terkait dengan perencanaan pembangunan didahului oleh terbentuknya Dewan Perancang Nasional atau Depernas—cikal-bakal Badan Perencanaan Pembangunan Nasional—pada 15 Agustus 1959. Depernas menghasilkan Rancangan Pembangunan Nasional Semesta Berencana Delapan Tahun, yakni untuk 1961-1969, yang kemudian ditetapkan sebagai Garis-Garis Besar Pola Pembangunan Nasional Semesta Berencana Tahapan Pertama melalui Tap MPRS Nomor II/MPRS/1960 pada 3 Desember 1960.
Menurut mantan Ketua Mahkamah Konstitusi, Jimly Asshiddiqie, gagasan soal haluan negara dalam UUD terinspirasi dari Konstitusi Irlandia 1937. “Konstitusi Irlandia itu adalah konstitusi tertulis pertama di dunia yang mencantumkan ketentuan eksplisit mengenai directive principles of state policy atau prinsip-prinsip haluan kebijakan negara,” ujar Jimly. Dalam UUD 1945 naskah asli, prinsip tersebut diadopsi dalam Pasal 3, yang penetapannya menjadi kewenangan MPR.
Jimly mengatakan “garis-garis besar daripada haluan negara”, yang menggunakan huruf kecil dalam pasal tersebut, tak merujuk pada pengertian rencana program jangka panjang, tapi sebatas haluan negara yang ditetapkan MPR. Pemerintah Orde Baru membangun definisi GBHN sebagai program pembangunan jangka panjang yang memandu Rencana Pembangunan Lima Tahunan.
GBHN memang menjadi ajek pada pemerintahan Soeharto. Pada era Orde Baru, terbentuk Majelis Permusyawaratan Rakyat yang bertugas memilih presiden. MPR kemudian menetapkan GBHN yang harus dijalankan presiden sebagai mandataris MPR.
Dalam kurun 1969-1998, ada enam ketetapan MPR tentang GBHN. Rencana pembangunan lima tahunan Orde Baru selalu disandarkan pada GBHN. Dalam pelaksanaannya, Soeharto memelihara “stabilitas politik” sebagai landasan pembangunan ekonomi—yang terangkum dalam doktrin “trilogi pembangunan”.
Setelah reformasi, GBHN dihapus melalui amendemen ketiga Undang-Undang Dasar 1945 yang diketuk dalam sidang tahunan MPR pada November 2001. Dihapusnya GBHN merupakan konsekuensi dari berubahnya sistem pemilihan presiden menjadi pemilihan langsung oleh rakyat. Dengan presiden bukan lagi mandataris MPR dan MPR bukan lagi lembaga tertinggi negara, lembaga tersebut tak relevan lagi menetapkan GBHN.
Sebagai gantinya, pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat membentuk Undang-Undang Nomor 25 Tahun 2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2007 tentang Rencana Pembangunan Jangka Panjang Nasional Tahun 2005-2025. Melalui undang-undang ini, pemerintah merumuskan perencanaan pembangunan nasional dalam jangka panjang, jangka menengah, dan tahunan. Sistem ini mensyaratkan ada pembahasan bersama masyarakat melalui musyawarah perencanaan pembangunan dari tingkat kelurahan sampai pusat.
DEVY ERNIS, FRISKI RIANA
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo