Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

LBH APIK: Capres Belum Serius Bela Kasus Kekerasan Seksual

Penyelesaian kasus korban pelecehan seksual di lingkungan pendidikan mencapai titik darurat. Negara tak punya regulasi tajam soal kekerasan seksual.

25 November 2018 | 13.39 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Anggota Komisi VI DPR RI Rieke Diah Pitaloka (kanan) berbincang dengan terpidana kasus Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (UU ITE) Baiq Nuril Maknun saat menjadi narasumber pada diskusi empat pilar MPR di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Rabu, 21 Novembe 2018. Diskusi tersebut membahas tema "Perlindungan Perempuan dari Ancaman Kekerasan Seksual". ANTARA

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Asosiasi Perempuan Indonesia untuk Keadilan (APIK) menyayangkan narasi program calon presiden dan wakil presiden yang belum berorentasi pada perempuan. Koordinator Perubahan Hukum LBH Apik Veni Siregar mengatakan kedua pasangan calon presiden tidak memiliki program khusus untuk penyelesaian kasus kekerasan seksual.

"Ini membuat kami berada di titik jenuh ketika politik hanya membicarakan masalah kampret dan cebong," kata Veni saat ditemui dalam konferensi pers Potret Buram Kekerasan Seksual di Dunia Pendidikan di Bakoel Koffie, Cikini, Jakarta Pusat, Ahad, 25 November 2018.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Darurat Kekerasan Seksual dan Pembahasan ...

Menurut Veni, pasangan calon presiden seharusnya memiliki program yang mampu menutup ketimpangan pemerintah rezim lampau. Khususnya dalam menjalankan sistem hukum. Salah satunya, kata dia, menyediakan penjaminan bagi korban pelecehan seksual di lingkungan kampus.

Saat ini penyelesaian kasus korban pelecehan seksual di lingkungan pendidikan mencapai titik darurat. Hal ini ditunjukkan dengan terkuaknya dua kasus besar yang menimpa seorang mahasiswi Universitas Gadjah Mada (UGM), yakni Agni (bukan nama sebenarnya), dan seorang mantan pegawai tata usaha SMA N 7 Mataram, Baiq Nuril.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca: Ombudsman RI Desak ada Pembekalan KKN ...

Keduanya merupakan korban pelecehan seksual, namun tidak menerima keadilan. Nuril, misalnya, justru dikriminalisasi oleh pelaku. Ia dilaporkan balik karena telah merekam percakapan asusila dan dituding menyebarkannya. Nuril dijerat dengan Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik dan divonis 6 bulan dan denda Rp 500 juta.

Dalam kasus Agni, korban tidak mendapat perlindungan dari kampus. Orientasi kampus tidak penuh pada pemenuhan hak korban. Sedangkan pelaku malah diberi keleluasaan, seperti diwisuda. Ini terjadi akibat negara tak memiliki regulasi yang tajam soal kekerasan seksual.

Simak: Darurat Kekerasan Seksual dan Pembahasan RUU PKS yang Lambat ...

Saat ini, LBH APIK bersama dengan Komnas Perempuan dan lembaga bantuan hukum lainnya mengupayakan pengesahan rancangan undang-undang kekerasan terhadap perempuan (RUU PKS). Veni mengatakan pemerintah, termasuk capres yang nanti akan menjadi pemimpin negara, harus tegas merevolusi mental para praktisi hukum dan akademikus. Tujuannya supaya negara mampu menjamin keamanan siswanya melakukan kegiatan di lingkungan pendidikan.

Francisca Christy Rosana

Francisca Christy Rosana

Lulus dari Universitas Gadjah Mada jurusan Sastra Indonesia pada 2014, Francisca mulai bergabung di Tempo pada 2015. Kini ia meliput untuk kanal ekonomi dan bisnis di Tempo.co.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus