Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan Mahfud Md mengatakan Rancangan Peraturan Presiden terkait pelibatan TNI dalam menanggulangi terorisme sudah diajukan ke Dewan Perwakilan Rakyat untuk dibahas lebih lanjut. Ia menegaskan dalam pembahasannya, rancangan Perpres ini sudah melibatkan semua stakeholder.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
"Kemenkumham sudah mendiskusikan, sudah mendengar semua stakeholders dan kami akan membatasi agar tidak ada eksesifitas dalam pelaksanaan itu," kata Mahfud dalam konferensi pers secara daring, Sabtu, 8 Agustus 2020.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Mahfud mengatakan semua pihak yang mempertanyakan pembuatan perpres ini juga telah dilibatkan. Ia menegaskan bahwa pelibatan TNI dalam penanggulangan terorisme secara fungsi dan aturannya sangat dimungkinkan. Perpres ini, kata dia, hanya turunan dari Undang-Undang nomor 5 tahun 2018 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Terorisme.
"Semua yang menyatakan keberatan itu pada umumnya kami ajak diskusi lalu kita tunjukkan, nih pasalnya bahwa pelibatan itu diperintahkan oleh Undang-Undang," kata Mahfud.
Ia mengatakan keberadaan TNI dalam penanggulangan terorisme ini cukup vital. Selama ini, banyak hal tertentu yang tak bisa dilakukan oleh polisi ataupun Badan Nasional Penanggulangan Terorisme.
"Kalau ada di ZEE kan tidak bisa polisi, ada di pesawat udara atau kapal laut yang berbendera negara asing itu kan tidak bisa polri masuk ke situ, wong itu bukan secara hukum teritorinya polisi," kata Mahfud.
Pembuatan Perpres ini telah mendapat tentangan dari berbagai pihak. Pelibatan TNI tetap dianggap tak relevan dengan Undang-Undang TNI dan berbahaya bagi penegakkan hukum dan HAM di Indonesia.
Koalisi masyarakat sipil yang terdiri dari sejumlah lembaga yang fokus pada isu hak asasi manusia (HAM) menilai aturan itu memberikan mandat yang luas dan berlebihan kepada TNI. Terlebih pengaturan tersebut tidak diikuti mekanisme akuntabilitas militer yang jelas untuk tunduk pada sistem peradilan umum.