SEPERTI mendapat darah baru, mendadak saja kampanye pemerintah mengganyang maksiat digalakkan lagi. "Segala pelanggaran yang menyangkut pornografl, sadisme, narkotik, dan minuman keras akan ditindak tegas, karena akibatnya yang semakin jelas dapat merusakkan moral, mental, dan iman masyarakat," kata Menteri Penerangan Harmoko pekan lalu. Harmoko menegaskan itu Senin pekan lalu, seusai Rapat Koordinasi Khusus Bidang Kesejahteraan Rakyat yang dipimpin Menko Kesra Alamsyah. Rapat diadakan sesuai dengan petunjuk Presiden Soeharto 4 Oktober lalu. Kepala Negara menganggap perlu diadakan pendekatan secara persuasif untuk menanggulangi berbagai hal yang dapat merusakkan moral, mental, dan iman masyarakat. Tiga hari kemudian, setelah menemui Presiden Soeharto di Bina Graha, Menko Kesra Alamsyah menegaskan hal yamg sama. "Jangan terkejut kalau dalam beberapa hari mendatang panglima Kopkamtib memerintahkan aparat keamanan bertindak tegas terhadap penjualan minuman keras dan penyalahgunaan narkotik," katanya kepada pers. Mengapa kini kampanye serupa diserukan lagi? Salah satu alasan pendorongnya, khususnya penindakan terhadap pornografi dan sadisme, tampaknya peristiwa Tanjung Priok bulan lalu, serta peledakan beruntun di Jakarta dua pekan lalu, yang dianggap suatu bentuk keberingasan. Dirjen Pembinaan Pers dan Grafika Departemen Penerangan Sukarno membenarkan. "Hal-hal itu memang menimbulkan suasana tidak harmonis di masyarakat," katanya. Padahal, dalam rangka menciptakan masyarakat harmonis hambatan berupa sifat antagonistis, beringas, anarki harus dihilangkan. Sifat beringas, kata Sukarno, bisa ditimbulkan atau dirangsang oleh hal-hal yang sadistis. "Maka, sangatlah layak bila sadisme, yang merupakan awal ketidakharmonisan masyarakat, diberantas. Apalagi kita melihat ada kaitannya dengan kesejahteraan rakyat," ujarnya. Pemerintah kini tidak semata melakukan pendekatan keamanan tapi juga pendekatan kese)ahteraan rakyat (kesra). "Dan pendekatan kesra digarisbawahi dalam rangka pemberantasan pornografi dan sadisme ini," tambahnya. Belum jelas langkah apa yang akan dilakukan pemerintah. Di bidang pornografi dalam pers, menurut Menpen Harmoko, bukan hanya surat kabarnya saja yang akan diteliti, tapi juga iklannya. Bagai paduan suara, berbagai kelompok dan instansi mendukung tindakan ini. Para anggota DPR, Majelis Ulama, Dewan Pers, PWI, serta berbagai tokoh mendukung kampanye ini. Pemerintah sendiri tampaknya optimistis, tindakan kali ini akan berhasil. "Dalam perang kemerdekaan, kita tidak punya apaapa saat itu. Toh kemerdekaan itu tercapai juga. Tindakan penertiban ini seperti penataran P-4, yang pengaruhnya besar sekali. Yang penting, optimisme ini dilandasi tekad untuk bekerja keras dalam menangani masalah ini," kata Sukarno. Namun, banyak juga yang pesimistis, dan menganggap usaha pemerintah, khususnya dalam menanggulangi pornografi, sadisme, dan pelacuran, akan sia-sia. "Berbahaya kalau pemerintah mulai mengatur. Coba lihat apa yang terjadi di Amerika. Begitu soal porno dilarang, Mafia bergerak di bawah tanah hingga sulit dikontrol," kata M.A.W. Brouwer, psikolog beken dari Bandung. Tokoh muda NU Abdurrahman Wahid punya pendapat lain. Bersimaharajalelanya kemakslatan sekarang dianggapnya simtom dari sesuatu yang lebih dalam. Misalnya pornografi. "Pornografi itu letaknya tidak dalam gambar atau buku, tapi dalam angan-angan. Dan angan-angan itu, siapa pun tak bisa menghapuskannya," ujarnya. Pornografi, sebagai tanda kedangkalan jiwa, dengan sendirinya akan hilang dalam jangka panjang, kalau proses kematangan jiwa dan penghalusan rasa seni dicapai.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini