Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Tulungagung - Calon Bupati Tulungagung Margiono menolak mengikuti sesi tanya jawab dalam debat kandidat calon kepala daerah. Ketua Umum Persatuan Wartawan Indonesia (PWI) nonaktif itu juga menolak mengomentari pernyataan lawan saat diberi kesempatan oleh panelis.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam acara debat kandidat yang diselenggarakan Komisi Pemilihan Umum Kabupaten Tulungagung di Hotel Istana, Jumat malam, 23 Maret 2018, calon Bupati Tulungagung Margiono menjadi perhatian. Sebab, dia menolak saat penelis memberi kesempatan kepadanya untuk bertanya kepada lawannya, yakni pasangan inkumben Syahri Mulyo–Maryoto Birowo. “Boleh ndak saya tidak bertanya,” kata Margiono di atas podium.
Baca: Sebar Uang Saat Kampanye, Margiono: Bukan Politik Uang
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Untuk sesaat moderator debat dari Universitas Brawijaya Malang terdiam ketika mendengar ucapan Margiono. Kemudian, dia kembali meminta Margiono untuk mengkritisi paparan yang telah disampaikan Syahri Mulyo terkait visi misi pembangunan Tulungagung.
Margiono yang didampingi pasangannya Eko Prisdianto, sambil tersenyum mengatakan, "Tidak ada yang disanggah, baik-baik saja," ucapan Margiono kembali disambut gelak tawa hadirin.
Tak ingin sesi tanya jawab dalam debat kandidat berlalu begitu saja, lima panelis yang merupakan akademisi dari perguruan tinggi di Tulungagung melempar kesempatan yang sama kepada Syahri Mulyo dan Maryoto Birowo. Kesempatan itu dimanfaatkan oleh Syahri Mulyo untuk menanyakan strategi Margiono menyelesaikan polemik kebutuhan pupuk yang kerap dialami petani Tulungagung.
Baca: Panwas Tulungagung Bebaskan Margiono dari Tuduhan Politik Uang
Tak langsung menjawab, Margiono mengomentari pertanyaan itu dengan keluhan. “Nah, kalau tanya jawab kan pertanyaannya pasti sulit dijawab,” ujarnya yang kembali disambut gelak tawa massa pendukung.
Margiono lantas menjelaskan bahwa distribusi pupuk memang menjadi persoalan utama para petani di Tulungagung. Pemerintah daerah, menurut dia, perlu membuat kebijakan strategis dan berani melawan regulasi pemerintah pusat tentang distribusi pupuk.
Tak hanya soal pertanian, kedua kandidat juga diuji pengetahuan mereka tentang konsep pemberdayaan ekonomi masyarakat bawah, pariwisata, pengentasan pengangguran, manajemen buruh migran, hingga pengelolaan jalur lintas selatan yang menjadi proyek pemerintah pusat.
Andrean Sunaryo, pemimpin redaksi sebuah harian lokal di Tulungagung menilai debat kandidat yang diselenggarakan KPU cenderung normatif. Menurut dia Margiono terlalu beretorika dalam menjawab pertanyaan panelis hingga kadang tidak implementatif. Sedangkan Syahri Mulyo cenderung berkutat pada statistik atas apa yang sudah dilakukan selama lima tahun pemerintahannya. “Kurang greget dari sisi perdebatan dan pendalaman materi,” katanya.
Beberapa penonton debat juga menyayangkan kurang munculnya figur calon wakil bupati dalam acara itu. Hampir semua komunikasi dilakukan oleh Margiono dan Syahri Mulyo. Pasangan Syahri Mulyo yakni Maryoto Birowo hanya menambahkan sedikit pernyataan koleganya. Sementara itu, Eko Prisdianto memilih pasif sebagai pendamping Margiono.