Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Koalisi Masyarakat Sipil Antikorupsi menilai pernyataan Presiden Prabowo tentang pengampunan terhadap koruptor tidak sejalan dengan prinsip korupsi sebagai kejahatan luar biasa. Koalisi menilai wacana tersebut juga bertentangan dengan hukum.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Laode M Syarif selaku perwakilan koalisi mengatakan, wacana pengampunan koruptor demi pemulihan kekayaan negara tidak sesuai dengan prinsip penegakan hukum. Menurut dia, seharusnya pemerintah segera mewujudkan pengesahan RUU Perampasan Aset yang mandek sejak 2012.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
“RUU tersebut patut dilihat juga sebagai upaya pemulihan keuangan negara terhadap kerugian kejahatan ekonomi, termasuk korupsi,” kata Laode dalam keterangan tertulis, Selasa, 24 Desember 2024.
Laode menilai jika aturan tersebut disahkan, koruptor tidak perlu lagi untuk mengembalikan kerugian negara secara sukarela. Sebab, kata dia, telah ada mekanisme hukum agar pengembalian kerugian negara jauh lebih optimal.
“Untuk itu kami melihat wacana pengampunan kepada koruptor justru anomali dan bertentangan dengan perangkat hukum yang berlaku,” kata dia.
Maka dari itu koalisi meminta pemerintah menghentikan wacana pengampunan terhadap koruptor tersebut. Koalisi juga mendesak agar RUU Perampasan Aset segera disahkan.
Sebab, hanya dengan cara itulah tindakan korupsi bisa memberikan efek jera. “Para koruptor dapat dimiskinkan dan aset yang mereka peroleh secara ilegal dapat dirampas oleh negara,” kata Laode.
Mantan Wakil Ketua KPK ini mengatakan tindakan tindakan memiskinkan koruptor itu juga sejalan dengan United Nation Convention Against Corruption (UNCAC) yang telah diratifikasi melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2006.
“Jika wacana itu tetap direalisasikan, maka upaya memberikan efek jera pada koruptor semakin jauh panggang dari api,” ujar dia.
Pernyataan Prabowo yang akan memaafkan koruptor itu disampaikan ketika dia berkunjung ke Universitas Al-Azhar di Mesir, Rabu, 18 Desember 2024. Maaf akan diberikan apabila koruptor mengembalikan uang yang telah dicuri, bahkan mengembalikannya pun bisa diam-diam.
Pernyataan Prabowo itu lantas menuai berbagai kritikan dari pegiat antikorupsi. Menanggapi hal itu, Menteri Koordinator bidang Hukum, HAM, Imigrasi dan Pemasyarakatan Yusril Ihza Mahendra menyatakan pernyataan presiden itu sebagai salah satu bagian dari strategi pemberantasan korupsi yang menekankan pada pemulihan kerugian.
"Apa yang dikemukakan Presiden itu sejalan dengan pengaturan UN Convention Against Corruption (UNCAC) yang sudah kita ratifikasi dengan UU No 7 Tahun 2006. Sebenarnya setahun sejak ratifikasi,” kata dia dalam keterangan resmi, Kamis, 19 Desember 2024.
Dia juga mengatakan pemerintah Indonesia perlu melakukan perubahan terhadap Undang-Undang tentang Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) dan menyesuaikan aturan tersebut agar selaras dengan UNCAC. “Kita terlambat melakukan kewajiban itu dan baru sekarang ingin melakukannya,” kata dia.
Yusril mengatakan upaya pemberantasan korupsi sesuai pengaturan konvensi adalah pencegahan, pemberantasan korupsi secara efektif dan pemulihan kerugian negara. Yusril tak merasa ada yang salah dari pernyataan Prabowo yang akan memaafkan koruptor jika mengembalikan uang negara yang dicuri.
“Dapat dimaafkan jika mereka dengan sadar mengembalikan kerugian negara akibat perbuatannya,” kata Yusril.
Yusril menilai pernyataan kepala negara menjadi gambaran dari perubahan filosofi penghukuman dalam penerapan KUHP Nasional yang akan diberlakukan awal tahun 2026 yang akan datang.
"Penghukuman bukan lagi menekankan balas dendam dan efek jera kepada pelaku, tetapi menekankan pada keadilan korektif, restoratif dan rehabilitatif. Penegakan hukum dalam tindak pidana korupsi haruslah membawa manfaat dan menghasilkan perbaikan ekonomi bangsa dan negara, bukan hanya menekankan pada penghukuman kepada para pelakunya,” kata dia.