Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Membaca Makna Pantun Butet yang Dituding Sindir Anies dan Prabowo

Makna pantun Butet Kartaredjasa dalam acara peringatan Bulan Bung Karno pada Sabtu, 24 Juni 2023 diduga menyindir capres Anies Baswedan dan Prabowo Su

26 Juni 2023 | 13.08 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Butet Kartaredjasa dalam pertunjukan seni teater "Indonesia Kita" lakon Orang-orang Berbahaya, ditulis dan disutradarai oleh Agus Noor, di Teater Besar, Taman Ismail Marzuki, Jakarta, 17 November 2022. Dalam pertunjukan ini terdapat beberapa pemain yang merupakan publik figur diantaranya, Cak Lontong, Akbar Marwoto, Nasirun, Inaya Wahid Bonita, dll. TEMPO/MAGANG/Abdullah Syamil Iskandar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Butet Kartaredjasa melontarkan pantun dalam acara peringatan Bulan Bung Karno yang diadakan Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) pada Sabtu, 24 Juni 2023. Bait-bait yang diucapkan budayawan asal Yogyakarta tersebut dinilai menyinggung calon presiden (capres) tertentu. Lantas, apa makna pantun Butet?

Bunyi Pantun Butet Kartaredjasa

Diketahui, Butet membacakan kumpulan pantun di depan puluhan ribu kader PDIP, termasuk Megawati Soekarnoputri, Presiden Joko Widodo alias Jokowi, Puan Maharani, serta bacapres dalam Pemilihan Umum (Pemilu) 2024 mendatang, yaitu Ganjar Pranowo. Melansir Tempo, berikut bunyi pantun Butet Kartaredjasa.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sini semangat meneruskan, di sana maunya perubahan. Oh begitulah sebuah persaingan.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Di sini nyebutnya banjir, di sana nyebutnya air yang markir. Ya, begitulah kalau otaknya pandir.

Pepes ikan dengan sambel terong, semakin nikmat tambah daging empal. Orangnya diteropong KPK karena nyolong, eh lha kok, koar-koar mau dijegal.

Jagoan Pak Jokowi rambutnya putih, gigih bekerja sampai jungkir balik. Hati seluruh rakyat Indonesia pasti akan sedih jika kelak ada presiden hobinya kok menculik.

Cucu komodo mengkeret jadi kadal, tak lezat digulai biarpun pakai santan. Kalau pemimpin modalnya cuman transaksional, dijamin bukan tauladan kelas negarawan. 

Tafsir Makna Pantun Butet Kartaredjasa

Menurut Kamarudin dalam Jurnal Pendidikan Bahasa dan Sastra (2020), untuk memaknai isi pantun perlu memahami beberapa unsur. Pertama, arti pantun ditafsirkan setiap kata karena sering kali bermakna konotasi. Kedua, memerhatikan tema atau topik karya sastra yang dibuat oleh seniman. Terakhir, menimbang kesan yang ditangkap oleh masing-masing pembaca.

Dengan demikian, meskipun seorang seniman tidak menyampaikan secara eksplisit mengenai makna sebuah pantun, pembaca boleh mencoba memahami isi sebuah karya tersebut secara individual. Pasalnya, cara menyampaikan amanat pantun disebut berkaitan dengan sudut pandang pembaca, tetapi tidak lepas dari tema dan isi.

Pada pantun pertama, Butet mengatakan “di sini semangat meneruskan”. Hal tersebut diduga ditujukan kepada Ganjar Pranowo yang akan menjadi tonggak penerus kekuasaan Jokowi dari kubu PDIP. Sedangkan kalimat “di sana maunya perubahan” dituding mengarah kepada capres Anies Baswedan.

Sebelumnya, mantan Gubernur DKI Jakarta itu sempat berkoar-koar untuk membuat perubahan. Anies menegaskan bahwa keberlanjutan tidak bisa dilakukan tanpa perubahan. Bahkan tim koalisinya yang terdiri dari Partai Nasional Demokrat (NasDem), Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera (PKS) diberi nama Koalisi Perubahan untuk Persatuan (KPP).

Pada pantun kedua, terdapat kalimat “di sana nyebutnya air yang markir”. Hal itu disebut kembali menyindir kinerja Anies ketika masih menjadi orang satu di DKI Jakarta. Ia sempat membangun tempat parkir sementara untuk menampung air sungai demi mengurangi beban kawasan hilir guna tidak menyebabkan banjir saat hujan.

Selanjutnya pada pantun ketiga, Butet Kartaredjasa dalam pantunnya berujar “orangnya diteropong KPK karena nyolong”. Kalimat tersebut diklaim berhubungan dengan pernyataan Denny Indrayana yang mengatakan bahwa Anies Baswedan bakal segera menjadi tersangka. Ia mengungkapkan bahwa Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah melakukan 19 kali gelar perkara dalam kasus balapan Formula E.

Pada pantun keempat, disebutkan bahwa “presiden kok hobinya menculik”. Ungkapan tersebut diduga kuat merujuk pada Prabowo Subianto. Pria yang menjabat Menteri Pertahanan Kabinet Indonesia Maju (2019-2024) itu dinilai terlibat dalam kasus penculikan aktivis 1998. Bahkan dalam pernyataannya, Ketua Umum Partai Gerakan Indonesia Raya (Gerindra) itu mengaku bertanggung jawab.

Kemudian, pada pantun Butet Kartaredjasa yang kelima sekaligus terakhir disebutkan “pemimpin modalnya cuman transaksional”. Namun tidak diketahui secara pasti siapa sosok capres yang dijegal. Makna dari transaksional yang dimaksud erat kaitannya dengan sikap grasah-grusuh partai politik (parpol) demi memenangkan kader yang diusung.

Hal itu seperti apa yang pernah diucapkan calon anggota legislatif (caleg) DPR RI daerah pemilihan (dapil) Jawa Timur 1 Surabaya-Sidoarjo dari fraksi Nasdem, Indra Maulana kepada Tempo pada 2019 lalu. Menurutnya, sikap transaksional, misalnya memberikan sesuatu atau hadiah kepada masyarakat supaya dipilih merupakan kultur politik Indonesia yang pragmatis.

MELYNDA DWI PUSPITA

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus