Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA – Kejaksaan Agung mengembalikan berkas perkara empat tersangka pembunuh Brigadir Nofriansyah Yosua Hutabarat kepada penyidik tim khusus Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Jaksa menilai berkas perkara Ferdy Sambo cs itu belum sempurna sehingga perlu dilengkapi. "Masih ada yang harus diperjelas oleh penyidik tentang anatomi kasus dan kesesuaian alat bukti," kata Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Umum Kejaksaan Agung, Fadil Zumhana, di kantornya, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Menurut Fadil, setiap berkas perkara yang diterima dari penyidik kepolisian harus diperiksa ulang sebelum dinyatakan P21—kode naskah formulir pemberitahuan tentang hasil penyidikan yang sudah lengkap. "Sudah diteliti dan kami dalam proses pengembalian berkas perkara kepada penyidik," ujarnya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Dalam perkara pembunuhan Brigadir Yosua, Kejaksaan Agung pada 19 Agustus lalu menerima berkas pemeriksaan empat tersangka, yaitu Inspektur Jenderal Ferdy Sambo, Brigadir Kepala Ricky Rizal, Kuat Ma’ruf, dan Bhayangkara Dua Richard Eliezer Pudihang Lumiu. Tim jaksa penuntut umum yang ditugasi menangani kasus ini lantas berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk melengkapi pemberkasan. Koordinasi ini penting untuk menyusun berkas penuntutan yang nanti dibawa ke persidangan.
Untuk penyempurnaan berkas, kata Fadil, saban hari jaksa harus berkoordinasi dengan penyidik kepolisian. Karena itu, mereka bekerja ekstra tanpa mengenal libur. Upaya ini dilakukan untuk mempercepat penuntasan kasus. "Apabila semua petunjuk kami sudah dipenuhi oleh kawan-kawan penyidik, kami akan bawa ke pengadilan sesuai dengan alat bukti," ujarnya.
Fadil menyadari bahwa pembunuhan Brigadir Yosua menjadi perhatian publik. Dia meminta publik bersabar. Penyidik dan jaksa penuntut umum memerlukan waktu untuk menyiapkan pembuktian tentang kejahatan yang dilakukan para tersangka. Kejaksaan tak akan sembarangan mengenakan pasal pidana kepada seseorang. Karena itu, perlu bukti-bukti yang sesuai dengan pasal yang digunakan untuk menjerat para tersangka. Hal itu merujuk pada syarat alat bukti secara formil dan materiil.
Pembunuhan Brigadir Yosua terjadi pada 8 Juli 2022 di rumah dinas Ferdy Sambo, di Duren Tiga, Pancoran, Jakarta Selatan. Awalnya, Tim Khusus Mabes Polri hanya menetapkan Eliezer sebagai tersangka. Dari keterangan Eliezer, tim khusus kemudian menetapkan tiga tersangka lain, yaitu Ricky, Kuat, dan Ferdy. Belakangan, istri Ferdy, Putri Candrawathi, pun ikut ditetapkan sebagai tersangka.
Mereka dijerat dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana subsider Pasal 338 tentang pembunuhan juncto Pasal 55 dan 56 tentang penyertaan yang diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Hanya Eliezer yang tidak dijerat menggunakan Pasal 340.
Fadil mengatakan, meski kasus ini harus dituntaskan dengan cepat, kejaksaan tak ingin terburu-buru karena mengutamakan ketelitian. "Cepat itu artinya bukan terburu-buru, melainkan cepat dalam memproses," katanya. "Sebab, tuntutan ini harus juga cermat."
Layar TV yang menampilkan Irjen Ferdy Sambo saat menghadiri sidang kode etik di Gedung TNCC Mabes Polri, Jakarta, 25 Agustus 2022. TEMPO/Febri Angga Palguna
Kepala Pusat Penerangan Hukum Kejaksaan Agung, Ketut Sumedana, mengatakan pihaknya tak ingin membuat penyidik tergesa-gesa dalam melengkapi pemberkasan para tersangka. "Yang penting perkara itu memenuhi syarat formil dan materiil," ucap Ketut. Dakwaan detail kepada para tersangka nanti disampaikan di persidangan. "Prioritas utama sekarang adalah melengkapi pemberkasan hingga P21."
Kepala Divisi Hubungan Masyarakat Polri, Inspektur Jenderal Dedi Prasetyo, menyatakan sudah berkoordinasi dengan tim penyidik setelah berkas perkara empat tersangka dikembalikan oleh kejaksaan. "Secepatnya. Apa yang menjadi petunjuk jaksa penuntut umum, harus dilengkapi," katanya.
Menurut Dedi, Tim Khusus juga akan menggelar reka ulang pembunuhan Yosua di rumah dinas Ferdy Sambo. Reka ulang tersebut untuk memenuhi permintaan kejaksaan. Semua tersangka nanti dilibatkan dalam reka ulang itu.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti, Abdul Fickar Hadjar, menjelaskan bahwa pelengkapan pemberkasan dan rekonstruksi menjadi bagian penting untuk membuktikan pasal yang digunakan untuk menjerat para tersangka. Apalagi para tersangka dijerat dengan Pasal 340 tentang pembunuhan berencana. Pasal ini memuat soal ancaman hukuman mati, seumur hidup, atau sedikitnya 20 tahun penjara. "Orang dapat dijerat dengan pasal tersebut setelah diketahui ada upaya perencanaan pembunuhan lebih dulu," kata Abdul. "Ini yang harus dibuktikan penyidik dan jaksa penuntut umum."
Menurut Abdul, berkaca dari banyak kasus serupa, pasal pembunuhan berencana biasanya berimplikasi pada hukuman seumur hidup. Hanya, pengadilan jarang menjatuhkan hukuman mati kepada pelaku. Ia memperkirakan Ferdy Sambo—yang diduga menjadi otak pembunuhan berencana—berpotensi menjalani hukuman 20 tahun penjara.
Sanksi Pemecatan
Di luar ranah pidana, sebelumnya kepolisian lebih dulu menyeret Ferdy Sambo menjalani sidang etik. Lima perwira yang ditunjuk sebagai hakim Komisi Kode Etik Polri memutuskan memecat Ferdy. Ia sudah menyatakan banding atas putusan sidang etik tersebut.
Komisioner Komisi Kepolisian Nasional (Kompolnas), Inspektur Jenderal (Purnawirawan) Pudji Hartanto, mengatakan ikut mengawasi persidangan etik Ferdy yang digelar pada 25 Agustus lalu. Selain dia, ada Yusuf Warsyim dan Kepala Sekretariat Kompolnas Brigadir Jenderal Musa Tampubolon. "Kompolnas melihat bahwa pelaksanaan (sidang etik) sudah sesuai dengan prosedur," kata Pudji.
Dari persidangan etik itu, kata Pudji, Kompolnas memberikan rekomendasi kepada Kepala Polri Jenderal Listyo Sigit Prabowo. Namun Pudji tidak bersedia membeberkan isi rekomendasi tersebut.
Menurut dia, dalam persidangan etik, ada tiga poin utama yang disampaikan Ferdy. "Perlakuan Birgadir Yosua kepada istri saya, penetapan tersangka terhadap istri saya, dan perbuatan saya yang merusak citra institusi Polri," kata Pudji, menirukan pernyataan Ferdy dalam persidangan.
Dalam persidangan tersebut, kata Pudji, Ferdy Sambo mengaku gelap mata akibat kemarahan yang meluap. Kemarahan itu juga yang membuat ia melupakan posisinya sebagai perwira tinggi di kepolisian. Ferdy membenarkan semua keterangan saksi yang dihadirkan dalam sidang etik. Meski ada beberapa hal yang dibantah, ia berencana menyampaikannya dalam persidangan pidana pembunuhan Brigadir Yosua sebagai bentuk pembelaan.
AVIT HIDAYAT | IMA DINI SHAFIRA | HAMDAN CHLIFUDIN ISMAIL
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo