Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menembak bintang-bintang

Forum indonesia bertaraf internasional di hotel borobudur dihadiri l.b. moerdani, alexander haig dan lee hsien loong. peran as di asia pasifik dianggap masih perlu. masalah soviet dan kamboja dibahas.

21 Juli 1990 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

BEGITU Tanri Abeng mengumumkan, "Sekarang kita akan menembak tiga jenderal," yang terdengar bukan suara dar-der-dor, tapi gelak tawa. Ketiga jenderal yang hendak "ditembak" itu adalah Jenderal (purn.) L.B. Moerdani, Jenderal (purn.) Alexander Haig, dan Brigjen. (purn.) Lee Hsien Loong. Itulah sepenggal acara penutup dari sebuah seminar bertaraf internasional yang diberi nama Forum Indonesia, yang berlangsung 9-11 Juli 1990 silam di Hotel Borobudur, Jakarta. Mengapa para jenderal itu ditampilkan dalam sebuah forum ekonomi? "Jenderal-jenderal ini bukan cuma tokoh militer. Tapi juga politik, bisnis, dan negarawan," kata Jochum Haakma, Direktur Indonesia Netherlands Association (INA) -- Kamar Dagang Indonesia-Belanda. Selain ketiga jenderal tadi, Forum Indonesia yang diselenggarakan oleh Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia (ISEI) ini juga menampilkan tujuh menteri, beberapa bekas menteri, dan tokoh intelektual, seperti Menteri Keuangan J.B. Sumarlin, Sumitra Djojohadikusumo, Juwono Sudarsono, dan M. Sadli. Sekitar 300 orang -- sebagian besar dari kalangan bisnis -- membayar US$ 1.000 untuk bisa hadir dalam seminar itu. Pada acara penutup yang bertema "Economic and Political Challenges in the Pacific Basin" itulah ketiga jenderal tadi tampil sebagai panelis yang diberondong berbagai pertanyaan dari peserta seminar. Tanri Abeng bertindak sebagai moderator, dan penyanggahnya adalah John Holdridge, bekas Dubes AS di Indonesia dan Singapura. Meski para panelisnya jenderal, suasana sidang "sersan", serius tapi santai. "Suatu kehormatan buat saya untuk bisa bertanya kepada ketiga jenderal ini. Ketika saya masih berdinas di angkatan bersenjata, pangkat tertinggi saya cuma letnan satu," kata Holdridge yang sering dijuluki Big John. "Untung, mereka tak mengenakan seragam. Kalau mereka pakai seragam, saya terpaksa mengenakan kaca mata hitam agar tak silau melihat bintang-bintang mereka," ujarnya lagi sambil tertawa. Semua gerr. Alexander Haig tak berubah banyak. Ia masih seperti dulu, selalu menggebu-gebu dalam menggenjot Uni Soviet. Dia melihat bahwa kekuatan militer negara Beruang Merah itu semakin kukuh dan tetap menjadi momok buat stabilitas politik di Asia. Bahkan kini jauh lebih hebat ketimbang sebelum Gorbachev berkuasa di Kremlin (Baca Luar Negeri: Perang Dingin Belum Usai). Ia menjelaskan, memang akan ada pengurangan kekuatan militer AS di Asia Pasifik sebesar 10% dalam lima tahun mendatang. Haig berpendapat, bila pengurangan kekuatan 30% dilaksanakan saat ini, dampaknya akan sangat berbahaya. "Bahkan pengurangan sebesar sepuluh persen pun akan mengganggu stabilitas Asia, bukan cuma ASEAN," katanya. Lee Hsien Loong, yang biasa dipanggil B.G. Lee, tampaknya setuju akan arti penting kehadiran militer AS di Asia Pasifik. "Karena kehadiran pasukan AS-lah perdamaian di kawasan ini terpelihara, dan negara bisa secara bebas berkonsentrasi mengadakan pembangunan ekonomi," ujarnya. Itu sebabnya ia berharap, kalau toh pihak AS ingin mengurangi kehadiran militernya, harus dilakukan secara bertahap dan perlahan-lahan. Apa komentar Jenderal Moerdani, pancing Holdridge. "Indonesia hanya menginginkan kawasan Asia yang stabil, netral dan nonblok," Benny Moerdani menegaskan. Mengenai stabilitas? Menhankam melanjutkan, Asia tidak menginginkan perubahan yang mendadak di kawasannya. Selanjutnya, "Siapa yang kita inginkan sebagai pengganti AS di kawasan ini? Itu tak bisa dijawab dengan mudah. Saya rasa perlu beberapa tahun lagi untuk mengetahui apa yang ada di dalam hati pemimpin-pemimpin di kawasan ini," ujarnya. Holdridge kemudian menanyakan kepada B.G. Lee soal tawaran Singapura kepada AS berupa fasilitas untuk pangkalan pesawat tempur F-16 dan dermaga untuk perbaikan kapal perang, serta kemungkinan penempatan 150 personel militernya. "Semua itu mendekati kebenaran. Perundingan masih terus berlangsung mengenai sewa dan soal kedaulatan," jawab B.G. Lee, yang kini menjabat sebagai Menteri Perdagangan dan Industri, sekaligus Menteri Pertahanan II Singapura. Apakah tak khawatir mendapat kecaman dari Indonesia atau Malaysia? "Saya rasa ada saling pengertian antara Singapura, Indonesia, dan Malaysia. Singapura tak menawarkan pangkalan, tapi fasilitas bagi pasukan AS untuk datang ke sini dalam rotasi tugasnya. Kami juga akan mendorong AS untuk menggunakan fasilitas negara-negara Asia lainnya. Indonesia, misalnya, mempunyai fasilitas AL yang baik," kata putra Lee Kuan Yew itu. Bagaimana sikap RI? "Secara umum, saya setuju dengan Jenderal Lee. Tapi, Indonesia tidak akan mengizinkan fasilitas militernya dipakai sebagai pangkalan tentara asing. Kami tak keberatan kalau Singapura menjadi tuan rumah dari kekuatan laut dan udara AS," Menhankam Moerdani menegaskan. Soal Kamboja ikut dibahas. Juga hubungan ekonomi Uni Soviet dengan Asia, termasuk kemungkinan kerja sama. B.G. Lee mengakui, ASEAN seharusnya tak lagi curiga terhadap Uni Soviet seperti dulu. "Dalam soal bantuan, saya rasa ASEAN belum siap," kata Lee. Menhankam L.B. Moerdani cepat masuk. "Dalam soal dana, di kawasan ini yang bisa memberikan bantuan ke Uni Soviet cuma Jepang. Apa yang dapat Indonesia berikan? Siapa tahu, kami bisa membantu dengan mengirim TKI (Tenaga Kerja Indonesia) ke Uni Soviet". Kembali hadirin gerr. Laporan Yudhi Suryoatmodjo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus