Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Menemui habibie

200 anggota eksponen angkatan 66 berkunjung ke iptn bandung. mereka mempertanyakan strategi transformasi industrinya habibie. industri kapal terbang dianggap paling cocok sebagai wahana canggih.

21 Maret 1987 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

INDUSTRI Pesawat Terbang Nusantara (IPTN) pekan lalu merayakan Hari Kelahiran Supersemar 11 Maret agak istimewa. Tak kurang dari 200 tamu khusus dari Jakarta datang berkunjung ke Bandung hari itu. Mereka, yang menamakan diri eksponen Angkatan 66, diterima langsung oleh Dirut IPTN Prof. Dr. B.J. Habibie. Tampak dua menteri di antara rombongan tamu yang datang dengan KA Parahiyangan itu: Abdul Gafur dan Cosmas Batubara. Habibie langsung mengajak para tamunya meninjau kawasan pabrik seluas 70 ha itu selama hampir tiga setengah jam. Dan perangkat canggih IPTN, yang ditangani 13.000 karyawan itu, sempat menerbitkan decak kagum para peninjau. Kendati demikian, para tamu itu banyak melontarkan pertanyaan kritis dalam acara tanya jawab. Fahmi Idris, yang mewakili Laskar Arief Rachman Hakim, misalnya menanyakan kebenaran berita yang menyatakan IPTN telah memperoleh untung. Habibie menjawab, kini IPTN untung 5 hingga 7 persen dari investasi total. "Kalian boleh cek pada BPK berapa keuntungan kita berapa kita bayar pajak," katanya menantang. Ia menjelaskan, selama 11 tahun berdiri, modal yang ditanam di IPTN mencapai 900 juta dolar. Tapi dalam waktu yang sama perusahaan ini juga berhasil menjual 250 pesawat produksinya dengan harga berkisar antara dua juta dolar dan sepuluh juta dolar sebuah. Karena itu, pasti untung. Seorang peserta lain mempertanyakan mengapa industri pesawat terbang yang dikembangkan dan bukan industri agribisnis misalnya. Dengan tangkas Habibie menjawab: industri kapal terbang dianggap paling cocok sebagai wahana penyebaran teknologi canggih. Lantas ia pun menguraikan strategi transformasi industrinya yang diawali dari hilir dan bergerak ke hulu. Dimulai dari penggunaan teknologi yang telah ada, pemaduan teknologi yang telah ada, pengembangan teknologi, dan terakhir penelitian dasar secara besar-besaran. Ia membantah bahwa industri lain ditelantarkan. "Banyak proyek lain yang menghabiskan biaya besar malah gagal," katanya tanpa mau menyebut proyek-proyek berstrategi lain itu. Industri pesawat terbang memang bukanlah satu-satunya proyek Habibie. Ia menyatakan bahwa transformasi industri yang dilaksanakan juga dilakukan melalui industri maritim, transpor darat, telekomunikasi, energi, rekayasa, mesin-mesin pertanian, pertahanan, dan gabungannya. Lantas ia menunjuk PT PAL, Pindad, dan BPPT sebagai contoh pelaksana program tersebut. Semua ini, kata Habibie dijalankan dalam memenuhi janjinya pada Presiden Soeharto untuk melakukan transformasi industri menuju tinggal landas. "Ketika itu, 26 Agustus 1976, saya minta waktu 50 tahun pada Pak Harto," tutur Habibie. Yang masih sulit dijawab Habibie, tampaknya, adalah soal pemasaran produk IPTN. Dari sekitar 250 pesawat yang katanya terjual itu, tercatat hanya 8 buah yang dijual ke luar negeri -- itu pun cuma dua yang betul-betul bikinan IPTN. Sisanya -- di luar empat buah yang dibeli Gudang Garam dan PT Gunung Madu - dibeli oleh instansi atau badan usaha pemerintah. Bahkan yang dijual ke Muangthai itu sebenarnya merupakan barter dengan beras di kala Indonesia belum berswasembada. Salah satu hambatan produk IPTN menembus pasar internasional adalah masalah sertifikat laik terbang, terutama yang diakui oleh FAA alias badan penerbangan sipil AS. Maklum, sertifikat FAA memang dijadikan standar internasional dalam bisnis pesawat terbang. Hingga kini FAA tak mau mengeluarkan sertifikat itu sebelum yakin bahwa dinas kelaikan udara di Indonesia setara dengan di AS. Dan keyakinan ini hanya dapat timbul jika antara Indonesia dan AS terjalin Bilateral Airorthiness Agreement -- BAA (Perjanjian Bilateral Kelaikan Udara).

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus