Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Agar Calon Pimpinan KPK Bermasalah Tersingkir

Kepatuhan LHKPN bisa menjadi pertimbangan seleksi calon pimpinan KPK. LHKPN bermasalah menunjukkan calon bermasalah.

1 Juli 2024 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • Pegiat antikorupsi meminta Pansel KPK mencoret calon pimpinan KPK yang bermasalah sejak awal.

  • Pendaftar yang melanggar etika diminta tak diloloskan dalam tahap seleksi calon pimpinan KPK.

  • Pansel KPK 2024 diminta tak meniru kerja Pansel KPK 2019.

PEGIAT antikorusi mendorong Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi atau Pansel KPK menjaring ketat calon pimpinan yang mendaftar. Salah satu caranya, panitia seleksi mesti menelusuri rekam jejak dan kepatuhan calon pimpinan KPK terhadap ketentuan pelaporan harta kekayaan penyelenggara negara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

“Laporan harta kekayaan penyelenggara negara (LHKPN) harus menjadi instrumen penting dalam proses seleksi ini,” kata peneliti Pusat Studi Hukum dan Kebijakan (PSHK), Muhammad Nur Ramadhan, Ahad, 30 Juni 2024. 

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Ia menjelaskan, kepatuhan terhadap LHKPN menjadi gambaran terhadap pendaftar calon pimpinan KPK yang berasal dari penyelenggara negara bahwa mereka taat pada aturan dan berintegritas. Panitia seleksi, kata Ramadhan, mesti mendalami harta kekayaan setiap pendaftar, meski ketaatan terhadap pelaporan LHKPN bukan menjadi syarat wajib dalam seleksi calon pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK periode 2024-2029.

“Pansel harus punya database rekam jejak calon dari segala aspek, termasuk potensi conflict of interest ketika terpilih sebagai pimpinan KPK,” kata Ramadhan. “Dengan demikian, Pansel KPK akan mudah memilah calon yang bermasalah dan tidak bermasalah.”

Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK Muhammad Yusuf Ateh memastikan panitia seleksi akan menelusuri rekam jejak pendaftar. Panitia seleksi akan menggandeng sejumlah lembaga untuk menganalisis rekam jejak calon, seperti Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan, Badan Intelijen Negara, Direktorat Jenderal Pajak, Badan Nasional Penanggulangan Terorisme, Kepolisian RI, serta Mahkamah Agung. "Kami ingin memastikan bahwa calon-calon yang mendaftar ini betul-betul bersih dan berintegritas," katanya.

Panitia Seleksi Calon Pimpinan KPK mulai membuka pendaftaran pada Kamis pekan lalu. Selama empat hari pendaftaran, baru masing-masing empat orang yang mendaftar sebagai calon pimpinan KPK dan Dewan Pengawas KPK. Pendaftaran ini akan ditutup pada 15 Juli mendatang.

Panitia seleksi mengumumkan sebelas kriteria utama calon pimpinan KPK. Kriteria itu antara lain tidak pernah melakukan perbuatan tercela; cakap, jujur, berintegritas, dan bereputasi baik; serta mengumumkan kekayaannya sebelum dan setelah menjabat sesuai dengan ketentuan undang-undang.

Sesuai dengan rencana, Pansel KPK akan menjaring sepuluh besar calon pimpinan KPK dan Dewas KPK. Lalu panitia seleksi menyerahkan nama-nama itu kepada Presiden Joko Widodo untuk selanjutnya diteruskan ke Dewan Perwakilan Rakyat. Tahap akhir, Komisi III DPR yang membidangi hukum akan melakukan uji kepatutan dan kelayakan untuk memilih lima orang pemimpin KPK dan Dewas KPK periode 2024-2029.

Ketua Panitia Seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Yenti Garnasih dan anggota Panitia Seleksi, Hendardi, saat mendengarkan jawaban dari calon pimpinan KPK periode 2019-2023, Firli Bahuri, di Sekretariat Negara, Jakarta, 27 Agustus 2019. Dok. TEMPO/Hilman Fathurrahman W.

Indonesia Corruption Watch (ICW) juga mendesak panitia seleksi memperhatikan rekam jejak dan kepatuhan LHKPN bagi calon pimpinan KPK yang berasal dari penyelenggara negara. Peneliti ICW, Kurnia Ramadhana, mengatakan panitia seleksi bisa menguji integritas calon menggunakan indikator kepatuhan LHKPN.

“Bila ditemukan calon yang tak patuh LHKPN, baik tidak melapor maupun terlambat, semestinya langsung digugurkan sejak proses seleksi administrasi,” kata Kurnia, dikutip dari website ICW. 

ICW juga mendorong panitia seleksi menelusuri rekam jejak calon, baik jejak hukum maupun urusan etika. Kurnia mencontohkan seleksi calon pimpinan KPK pada 2019. Saat itu Pansel KPK meloloskan Firli Bahuri, padahal memiliki rekam jejak pelanggaran etik. Saat Firli menjabat Deputi Penindakan KPK, bagian Pengawasan Internal dan Pengaduan Masyarakat—kedeputian sudah dibubarkan setelah revisi Undang-Undang KPK pada 2019—menyatakan dia melanggar kode etik berat ketika bertemu dengan Gubernur Nusa Tenggara Barat saat itu, Zainal Majdi alias Tuan Guru Bajang (TGB) pada 2018. Padahal TGB berstatus saksi dalam penyelidikan kasus dugaan korupsi divestasi saham PT Newmont Nusa Tenggara.

Ketua KPK nonaktif, Firli Bahuri, memberikan keterangan kepada awak media seusai pertemuan dengan pimpinan Dewan Pengawas KPK di gedung ACLC KPK, Jakarta, 21 Desember 2023. TEMPO/Imam Sukamto

“Pansel tidak boleh mengulangi meloloskan pelanggar etik seperti Firli Bahuri,” kata Kurnia. “Pansel juga mesti mencermati potensi afiliasi kandidat dengan warna politik tertentu.”

Saat seleksi calon pimpinan KPK pada 2019, masyarakat sipil mengkritik kerja panitia seleksi karena meloloskan pendaftar yang tidak patuh pada pelaporan LHKPN. Ketika panitia seleksi mengumumkan 40 nama calon pemimpin KPK yang lolos psikotes, sebagian besar dari pendaftar yang berasal dari penyelenggara negara tidak patuh melaporkan harta kekayaannya ke KPK. 

Panitia seleksi kembali meloloskan calon yang tidak patuh melaporkan LHKPN saat mengumumkan 20 besar calon pimpinan KPK. Tercatat hanya 9 dari 20 calon pimpinan KPK periode 2019-2023 itu yang patuh melaporkan LHKPN sesuai dengan ketentuan undang-undang. Ada juga pendaftar yang baru melaporkan harta kekayaannya menjelang proses seleksi calon pimpinan KPK.

Peneliti Transparency International Indonesia (TII), Alvin Nicola, mendorong Pansel KPK mempertimbangkan kewajaran harta kekayaan calon pimpinan KPK dalam LHKPN. Di samping itu, panitia seleksi juga mesti menelusuri dan mengecek data harta kekayaan calon pimpinan KPK sejak awal, sehingga tak ada pendaftar yang abai terhadap pelaporan LHKPN lolos dalam tahap seleksi.

“Bukan hanya soal kepatuhan pelaporannya, tapi juga soal apakah ada kewajaran kekayaan atau tidak,” kata Alvin.

Ia juga mengingatkan Panitia Seleksi agar menelusuri dengan ketat calon pimpinan KPK yang berasal dari lembaga penegak hukum. Pansel harus menggunakan saringan ganda terhadap mereka, yaitu LHKPN dan status pendaftar di lembaga asal. 

“Jadi, selain mempromosikan nama-nama baik ini untuk ramai-ramai daftar, kami menjegal nama-nama buruk untuk masuk (mendaftar sebagai calon pimpinan KPK),” kata Alvin.

Mantan pemimpin KPK, Laode Muhammad Syarif, mengusulkan metode penyaringan calon pimpinan KPK yang berintegritas, yaitu Pansel KPK harus melihat rekam jejak calon, pengetahuan yang mumpuni, dan kepemimpinan yang baik. “Pansel KPK mesti langsung mencoret calon-calon yang bermasalah,” katanya. “Jika kriteria tersebut dijalankan dengan baik, insya Allah akan didapatkan kandidat yang baik.”

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Alphin Pulungan, Egi Adyatama, dan Avit Hidayat berkontribusi dalam penulisan artikel ini

Eka Yudha Saputra

Eka Yudha Saputra

Alumnus Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Universitas Indonesia. Bergabung dengan Tempo sejak 2018. Anggota Aliansi Jurnalis Independen ini meliput isu hukum, politik nasional, dan internasional

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus