TIAP calon angota DPR kini bisa bilang alhamdulillah. Ini
bukan lantaran kemelut sekitar pencalonan sudah tuntas. Atau
karena hari pelantikannya 1 Oktober nanti telah di ambang pintu.
Yang penting, Surat Keputusan pengangkatan yang diteken Presiden
14 September lalu sudah di tangan.
Untuk upacara pelantikan, Lembaga Pemilihan Umum Indonesia (LPU)
telah memanggilnya lewat televisi atau surat. Beberapa hotel
terkemuka seperti Sahid Jaya, Kartika Chandra telah dipersiapkan
untuk menampung anggota DPR/MPR yang tidak punya rumah di
Jakarta. Sebanyak 920 anggota MPR--separuhnya anggota DPR --
diharuskan sudah berada di Jakarta tiga hari menjelang
pelantikan.
Bagi 94 anggota terpilih dari PPP dan 24 orang dari PDI sekarang
nampaknya tidak lagi ada guncangan. Berbagai masalah yang diduga
akan mengganjal telah berhasil disisihkan, ketika mereka
menyusun daftar calon sementara (DCS) dan datar calon tetap
(DCT) sebelum pemilu.
Jumlah anggota terpilih diambil berdasarkan nomor urut dalam DCT
sesuai dengan jumlah suara yang diraihnya di tiap-tiap provinsi.
Cuma kalau ada calon yang tidak bisa memenuhi panggilan untuk
menjadi anggota dewan, ranking di bawahnya meningkat satu angka.
Misalnya PPP Ja-Tim. Setelah H. Abdullah Siddiq, calon nomor 1,
meninggal dunia beberapa minggu lalu, otomatis H.M. Zainuddin
Bisrie yang menempati urutan 22 bisa naik ranking dan terpilih.
Namun yang terjadi di Golkar agak lain. Siapa saja yang disuruh
menduduki 246 kursi yang dimenangkan, kabarnya masih harus
diperdebatkan panjang. Maklum: setelah kemenangan, beberapa
unsur yang mendukungnya cenderung masing-masing menganggap diri
paling besar andilnya.
Di Golkar terdapat tiga kelompok: Korps Pegawai Negeri (korpri),
Persatuan Purnawirawan ABRI (Pepabri) dalam kelompok "cikal
bakal" yang terdiri dari politisi sipil dan generasi muda.
Antara ketiganya terdapat persaingan. Untung ekornya segera
dikontrol dewan pembina. Sebuah tim koordinasi, terdiri dari
unsur Korpri, Pepabri dan eks Kino (Kelompok Induk Organisasi)
Golkar dibentuk. Mereka ditugaskan menyusun daftar calon yang
kemudian disodorkan kepada Presiden.
Dari daftar anggota F-KP untuk 1982-1987, jumlah terbesar
diduduki Korpri dan Pepabri, Jumlahnya hampir 70%--termasuk
pensiunan pegawai negeri tentunya. Suara yang kecewa tentu ada.
"DenKan komposisi semacam ini, bisa diduga sifat birokratis akan
semakin menonjol di F-KP nanti," kata seorang tokoh muda Golkar
di DPR.
Yang menarik dari daftar anggota DPR yang akan dilantik itu
ialah semakin banyak lagi purnawirawan ABRI yang menggabungkan
diri ke Golkar menandakan intimnya--atau manunggalnya--kedua
kekuatan sosial politik ini. Misalnya Daryatmo, Kartidjo dan
Mardanus. Sementara itu kelompok Korpri juga menampilkan tokoh
beken seperti Achmad Adnawidjaja, bekas Dirjen Pemerintahan
Umum dan Otonomi Daerah (PUOD) mewakili Ja-Bar dan bekas Dirjen
Pembangunan Desa (Bangdes) Oemar Said. Sebaliknya Golkar juga
mencoret nama-nama tokoh yang selama ini menjadi pimpinan di
DPR. Misalnya Soegiharto (Ketua F-KP dan Wakil Ketua DPP Golkar)
yang lantang suaranya dan Wakil Ketua DPR Mashuri yang tak
banyak lagi keluar bicaranya.
Dari kubu F-ABRI juga muncul nama-nama "besar" seperti Mendagri
Amirmachmud dan Letjen Kharis Suhud. Beberapa koran mulai ramai
menceritakan, bahwa kehadiran Amirmachmud di DPR ada hubungannya
dengankursi ketua. "Saya sudah capek di Depdagri selama empat
belas tahun. Saya ingin istirhat di DPR," kata Amirmachmud
seperti ditirukan seorang anggota DPR dalam acara perpisahan
dengan Komisi 11 tempo hari.
Di kalangan anggota DPR, Arnirmachmud memang disebut-sebut
sebagai calon pasti untuk menduduki kursi yang selama ini
dipegang Daryatmo. Bahkan mereka juga meramalkan beberapa narna
yang bakal menduduki jabatan wakil ketua. Misalnya, dari PPP
ialah Chalid Mawardi dan Imam Sofwan, sementara Golkar akan
menampilkan Amir Moertono atau David Napitupulu. PDI masih
mempertahankan Hardjantho. Calon dari F-ABRI: Kharis Suhud.
Walau pimpinan itu masih "dalam ramalan ", beberapa anggota DPR
sudah menyebutkan harapan. "Pimpinan DPR untuk periode
mendatang, seharusnya memang lebih banyak membuka pintu bagi
rakyat yang rnengadukan nasibnya," kata Hardjantho. "Dan kami
tetap memperjuangkan keterbukaan itu." Selamat bekerja.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini