Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
KEDIAMAN resmi Presiden Megawati Soekarnoputri di Jalan Teuku Umar, Jakarta Pusat, terlihat sepi. Hiruk-pikuk kesibukan kampanye, yang sebelumnya terasa sepanjang dua putaran pemilu terakhir, reda sudah. Terutama sejak penghitungan suara dimulai dan angka kekalahan kubu Mega-Hasyim terbayang nyata. Kantor Mega Centre, persis di sebelah rumah dinas Mega, juga senyap.
Sejak sehari sebelum pemilihan presiden putaran kedua, Mega lebih memilih tinggal di rumah pribadinya di Kebagusan, Jakarta Selatan. Beberapa pejabat penting yang biasanya diterima di Teuku Umar beralih dipanggil ke Kebagusan. "Paling ke Teuku Umar hanya singgah sebentar," kata Daryatmo Mardiyanto, Kepala Sekretariat Mega Centre, kepada Tempo.
Hanya Taufiq Kiemas yang tinggal menempati rumah dinas sewaan Sekretariat Negara dari Bank Mandiri dan Pertamina itu. Semata untuk mengurus Mega Centre atau menerima tamu dan para relawan yang masih berdatangan. Menjelang subuh pekan lalu, misalnya, Taufiq terlihat menerima beberapa tamu di rumah dinas presiden. Soalnya, di Mega Centre kini sudah tak ada perabot.
Meski Komisi Pemilihan Umum (KPU) sudah mengumumkan resmi kekalahan pasangan Mega-Hasyim, Mega terkesan berusaha menuntaskan jabatannya sebagai presiden dengan "dingin". Ia masih aktif mengarahkan para menteri dan berkunjung ke berbagai daerah, seperti Bitung dan Batam. Namun, bukannya ia berleha-leha. Pekan lalu ia memerintahkan seluruh anggota kabinet mempersiapkan proses peralihan ke pemerintahan baru.
Semua pekerjaan dan tugas menteri yang tersisa harus diselesaikan sebelum pelantikan presiden baru, 20 Oktober nanti. "Berkas serah-terima harus lengkap dan sedetail mungkin, jangan ada yang ketinggalan," kata Menteri Koordinator Bidang Politik dan Keamanan ad interim, Hari Sabarno, usai menghadap Mega bersama Menteri Koordinator Perekonomian Dorodjatun Kuntjoro-Jakti. Ia juga memerintahkan Menteri Koordinator Ekuin memantau persediaan dan persiapan stok bahan pokok menjelang Ramadan.
Di momen terakhir rapat paripurna kabinet, Senin pekan ini, rencananya Mega akan mengucapkan terima kasih kepada para menterinya dan menghadiahkan sebuah buku sebagai kenang-kenangan pribadi. Pertemuan tersebut akan ditutup dengan buka puasa bersama di Istana Merdeka. "Sekaligus perpisahan," kata Kepala Biro Pers dan Media Sekretariat Presiden, Garibaldi Sudjatmiko.
Buku khusus yang dibagikan memang sudah disiapkan, tentang lukisan-lukisan di lima istana. Disusun atas ide dan perintah Mega, sejak Februari lalu buku ini juga menandai penyerahan seluruh koleksi seni Bung Karno, mulai dari lukisan, patung, keramik, sampai beberapa benda seni lain yang tersebar di berbagai istana, kepada negara. Jumlahnya mencapai ratusan item.
"Bung Karno tidak sempat membuat wasiat tentang lukisan koleksi beliau," kata Agus Dermawan T., anggota tim penyusun buku itu. "Karena sudah bertahun-tahun berada di istana, Bu Mega memutuskan menyerahkannya ke negara." Penyerahan ini sekaligus mengakhiri ketidakjelasan status kepemilikan ratusan koleksi tersebut. "Ibu Mega hanya akan membawa sebagian kecil koleksi saja," Agus menjelaskan.
Semasa hidupnya, Bung Karno dikenal gemar membeli lukisan dari pelukis-pelukis sahabatnya. Pernah Guruh Sukarno Putra menyatakan ingin memelihara sendiri koleksi ayah mereka dalam bentuk semacam galeri yang akan dinamai Persada Bung Karno. Tapi ide itu tak berlanjut. Beberapa koleksi yang dihibahkan merupakan karya-karya terbaik pelukis kenamaan, seperti Walter Spies dan Bonnet. "Satu lukisan Spies saja pasarannya sudah mencapai Rp 3 miliar. Belum yang lain," ucap Agus.
Para pendukung Mega sudah mempersiapkan sebuah penyambutan khusus tatkala Mega beralih status sebagai rakyat biasa. Menurut Beathor Suryadi, koordinator acara bertajuk "Kembali ke Rumah Rakyat", kepulangan Mega akan disambut ribuan orang Relawan Pendukung Mega. Rencananya, relawan yang dibatasi dari Jakarta saja akan mengarak Mega dari istana, atau Senayan, pulang ke Kebagusan.
Cuma, hingga akhir pekan lalu mereka tak tahu dari mana mereka akan berangkat. "Kami tak tahu Bu Mega akan hadir di Senayan atau tidak," kata Beathor. Paling apes, kata mantan aktivis 1990-an itu, para relawan akan membuat panggung rakyat di Kebagusan, sembari berbuka puasa dan tarawih bersama.
Kebingungan juga dialami anggota Fraksi PDI Perjuangan di DPR. Mereka memang punya agenda bertemu Megawati di kantor DPP PDI Perjuangan di Lenteng Agung, setelah pelantikan presiden terpilih. "Ya, semacam silaturahmi dengan Ibu," kata Panda Nababan. Tapi, sebelum itu? "Aku tak tahu," katanya.
Sampai sekarang, masih menjadi teka-teki apakah Mega bersedia hadir di Senayan mengikuti pelantikan pasangan Susilo Bambang Yudhoyono dan M. Jusuf Kalla sebagai presiden dan wakil presiden. Tampaknya masih ada "kerikil" di antara Mega dan SBY-Kalla. Memang juga tak ada keharusan konstitusional bagi mantan presiden menghadiri pelantikan penggantinya.
"Tapi tidak ada fatsoen politik seperti itu," kata Wakil Sekretaris Jenderal PDI Perjuangan, Pramono Anung, kepada Tempo. Menurut Pramono, belum pernah tercatat dalam sejarah Indonesia seorang presiden menghadiri pelantikan penggantinya. Mantan calon wakil presiden Mega, Hasyim Muzadi, menyatakan akan hadir bila diundang pada acara pelantikan.
Ketua Majelis Permusyawaratan Rakyat, Hidayat Nur Wahid, juga mengharapkan kehadiran Presiden Megawati Soekarnoputri pada acara pelantikan Susilo Bambang Yudhoyono-M. Jusuf Kalla. Menurut dia, tidak semua perilaku bernegara diatur tertulis dan terikat di dalam undang-undang. "Yang ada hanya fatsoen dan konsensus politik," katanya.
Namun, praktek konsensus ini justru sangat dibutuhkan untuk pendidikan politik rakyat. Sekretariat Jenderal MPR sendiri sudah menyiapkan tempat duduk bagi Megawati. Rencananya, presiden dan bekas presiden akan bertukar tempat seusai Yudhoyono mengucapkan sumpah presiden. "Untuk menunjukkan telah terjadi peralihan kekuasaan," kata Hidayat. Ia sendiri akan menjemput Mega bila bersedia hadir.
Dalam pidato resmi yang terakhir, pada hari ulang tahun ke-59 TNI di Halim Perdanakusumah, 5 Oktober lalu, Mega sudah memberi isyarat jelas akan mundur dengan baik. "Siapa pun yang terpilih dalam pemilihan umum presiden dan wakil presiden yang demokratis harus diterima dengan baik," katanya, "Sebab, kemenangan itu adalah kemenangan kita semua, seluruh rakyat Indonesia. Pilihan kita mungkin berbeda, tetapi harapan kita sama, yaitu menyongsong masa depan yang gemilang." Jadi, tak ada soal, kan?
Arif A. Kuswardono, Sapto Pradityo, Istiqomatul Hayati
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo