Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Meraba-raba pancasila

Polemik tentang konsep ekonomi pancasila. awal cerita dimulai dari terbitnya buku "ekonomi pancasila" yang diedit oleh mubyarto & boediono. mubyarto menjawab berbagai kecaman. (nas)

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

WAJAHNYA yang letih malam itu tampak bergairah kembali begitu ia diwawancara. "Pertanyaan wartawan sering memhuat saya lebih banyak berpikir," kata Mubyarto, 43 tahun, pekan lalu. Guru Besar Fakultas Ekonomi ini Universitas Gajah Mada ini belakangan menjadi buah bibir karena konsep Ekonomi Pancasila anL sering diceramahkannya. Hari-hari ini acara Mubyarto dkk memang selalu penuh. Banyak organisasi atau lembaga yang mengundangnya untuk memberikan ceramah. "Sampai ada yang menilai saya ekonomi murahan," ujar Mubyarto sembari tersenyum Awal cerita dimulai dari terbitnya buku Ekonomi Pancasila pada Januari 1981 lalu yang diedit oleh Mubyarto dan Boediono. Buku terbitan Fakultas Ekonomi UGM yang berisi karangan 18 penulis ini tidak mengundang tanggapan ramai tatkala terbit. Polemik mulai timbul setelah 16 Mei lalu Mubyarto memberikan ceramah mengenai Moral Ekonomi Pancasila di Gedung Kebangkitan Nasional, Jakarta. Mubyarto. yang merasa yakin sistem ekonomi Pancasila bisa dirumuskan dan diterapkan, dalam ceramah tadi mencoba merumuskan 5 ciri utama sistem ekonomi itu. Berbagai kecaman dan komentar secara bermunculan, sebagian meragukan kemungkinan dirumuskannya dengan jelas konsep tersebut, namun tak kurang banyak juga mereka yang mendukung pengembangan dan pengolahan lebih lanjut konsep tersebut. Kami akan membicarakan secara serius semua kritik itu," ujar Mubyarto pekan lalu pada Saur Hutabarat dari TEMPO. Mubyarto dkk. semula tak mengira buku yang mereka garap akan mengundang begitu banyak tanggapan. Buku itu sendiri, seperti dikatakan dalam kata pengantar, "barulah pelemparan pertama sebuah ide yang masih bersifat umum," kata Mubyarto. "Padahal yang dibutuhkan masyarakat adalah ide-ide yang berisi konsep-konsep yang operasional," sambungnya. Mubyarto mengatakan, ia dan kawan-kawannya sering bertanya mengapa buku itu menarik begitu banyak perhatian. "Apakah karena namanya yang memakai Pancasila, atau karena isinya. Atau karena alternatif ketiga masyarakat membutuhkan sesuatu yang segar, yang merupakan pendekatan alternatif daripada yang sekarang dilaksanakan," katanya. "Ini juga kami tidak tahu. Masyarakat yang bisa menilai," katanya pula. Ide menulis mengenai Ekonomi Pancasila berawal pada seminar kecil memperingati ulangtahun ke-25 Fakultas Ekonomi UGM tahun lalu. " Tema membahas Ekonomi Pancasila berasal dari Boediono," kata Prof. Dr. Ace Partadiredja, salah seorang dosen FE-UGM yang juga menulis dalam Ekonomi Pancasila. "Tapi kami semua berpendapat tema itu masih samar-samar," kata Ace, 45 tahun. "Dan sampai sekarang pun kami tidak berpretensi telah menemukan sesuatu mengenai Ekonomi Pancasila," ujar guru besar FE-UGM ini. "Kami helum menemukan apa esensi Ekonomi Pancasila. Kami masih meraba-raba." tambah Ace berterus-terang. Menurut Ace, dalam perbincangan mengenai Ekonomi Pancasila perlu dibedakan antara Ilmu Ekonomi (Economics) dengan sistem perekonomian. "Yang kami pikirkan ilmunya," kata Ace. Ada Yang Salah Gagasan Untuk mengkaji Ekonomi Pancasila rupanya muncul juga dari pertanyaan "Apakah pelaksanaan pembangunan kita sekarang memang sudah seperti yang diinginkan?" Menurut Dr. Dibyo Prabowo, salah satu dosen FE-UGM yang juga menulis dalam Ekonomi Pancasila, diukur dengan cara apapun jurang antara yang kaya dan miskin di Indonesia semakin melebar. "Mengapa di negara yang kaya -- kita punya hutan, minak dan lain-lain -- masih ada kemiskinan, dan kelaparan? Mesti ada sesuatu vang salah," kata Dibyo. "Maka timbul analisa lebih jauh: apakah strategi pembangunan sudah betul? Mungkin ada vang tidak cocok dalam strategi yang dilaksanakan. Pertanyaan itu kemudian punya rentetan panjang. Pidato pengukuhan Mubyarto sebagai guru besar pada 1979 tampak mengawalinya. Dalam pidato itu Mubyarto berpendapat teori-teori Karat tidak bisa seratus persen diterapkan di Indonesia. Selain itu ia juga menggambarkan adanya dualisme ekonomi Indonesia: masyarakat kapitalistis yang ditandai penggunaan modal yang intensif serta masih adanya sistem ekonomi yang sangat sederhana yaitu pertanian kecil. Untuk menjabarkan apa sebetunya ekonomi Indonesia, dimintalah berbagai pihak untuk menulis. "Dan semua tulisitu dihubungkan dengan Pancasila. Itu sebabnya buku itu bernama Ekonomi Pancasila," kata Dibyo. Istilah Ekonomi Pancasila sendiri sebenarnya bukan pertama kali digunakan Mubyarto dkk. Dalam ceramahnya di depan Ikatan Sarjana Ekonomi Indonesia pada Mei 1979 -- dan juga dalam tulisannya di bulan yang sama pada majalah Prisma -- Emil Salim telah lebih dulu memakainya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus