Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

PNI lagi ?

Prosedur recalling anggota dpr digugat. 5 anggota pdi yang di-recall dari dpr protes. abdul madjid ingin menghidupkan kembali pni. (nas)

18 Juli 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

MESKI tidak lagi menjadi anggota DPR, Abdul Madjid masih sering datang ke Senayan. Pekan lalu tokoh PDI yang berjenggot lebat ini kembali muncul di lembaga wakil rakyat itu. Pada para wartawan DPR ia kemudian membagi Nota Protes dan Pengaduan yang hari itu diserahkannya pada pimpinan DPR. Setebal 6 halaman, surat protes bertanggal 1 Juni itu dikirim 5 anggota PDI yang di-recall dari DPR April lalu: Abdul Madjid, Usep Ranawijaya, Ny. D. Walandouw, Santoso Donoseputro dan Soelomo. Intisari isinya: memprotes keras tindakan Ketua/Pimpinan DPR Rl yang dalam penarikan kembali keanggotaan 5 orang tadi dianggap "telah menyalahi peradaban hukum, mengabaikan etika politik serta menyimpang dari hukum yang berlaku." Pimpinan DPR, menurut nota protes tadi, dianggap telah melanggar UU No. 3/1975 dan mengabaikan pasal 43 UU No.16/1969. Selain itu pimpinan DPR juga dituduh menghukum 5 anggota PDI yang belum tentu bersalah tanpa memberi kesempatan mereka membela diri dan sekaligus melibatkan diri dalam konflik intern PDI. "Dngan ini berhubung dengan isi dan hakekatnya proteskeras ini kami nyatakan juga sebagai pengaduan dan tuduhan," kata surat yang diteken 5 anggota yang direcall itu. Protes itu dialamatkan ke DPR dall bukannya pada DPP PDI yang menarik keanggotaan ke 5 orang itu karena, menurut Madjid, lembaga yang menangani langsung adalah pimpinan DPR. "Untuk apa saya kirim surat pada DPP PDI, sedang kami tidak mengakui adanya DPP Sunawar itu", kata Abdul Madjid yang menyebut dirinya Pejabat Ketua Umum DPP PDI Kongres I. Para penandatangan protes juga menyadari, keputusan penarikan mereka dari DPR diambil Presiden setelah mendapat surat DPP PDI yang diteruskan pimpinan DPR. "Sebenarnya pimpinan DPR bisa saja bertindak bijaksana sebelum meneruskan surat itu," lanjut Madjid. Tindakan "asal meneruskan" pimpinan DPR itu dianggapnya memberi peluang pada DPP Parpol Golkar untuk seenaknya me-recall anggota yang tidak disenangi. Para penandatangan surat protes itu agaknya tahu surat protes itu tidak akan membuat mereka memperoleh kembali kursi mereka di DPR. Sasarannya, menurut Madjid: "Agar pimpinan DPR tidak seenaknya meneruskan saja permintaan DPP untuk recalling." Dan, "Agar anggota Dewan yang lain tidak mengalami nasib seperti kami ini," tambah Soelomo. Soelomo juga punya alasan lain. "Betul dulunya kami ini calon dari parpol. Tapi setelah diumumkan dan masuk daftar calon tetap -- artinya rakyat sudah menerima pencalonan itu -- maka kami juga calon rakyat dalam pemilu yang lalu itu. Setelah terpilih, otomatis kami ini wakil parpol dan wakil rakyat," ujarnya. Lalu tanyanya: "Tapi mengapa recalling itu dilakukan oleh parpol saja?" Soelomo mengetahui ia ditarik dari DPR dari berita tv dan koran. Ketua DPR Daryatmo menolak tuduhan telah ikut campur urusan intern PDI seperti dinyatakan Abdul Madjid dkk. Surat protes itu belum diterimanya sampai pertengahan pekan lalu. "Tidak benar kami mencampuri urusan intern PDI. Sebab surat recalling itu bukan ditujukan pada kami, tapi pada Presiden lewat Ketua DPR," katanya. Yang memberhentikan mereka berlima sebagai anggota DPR juga Presiden, lewat Surat Keputusan Presiden. Surat protes itu, kata Daryatmo, akan dibicarakan pimpinan DPR. Sambil menunggu jawaban DPR, Abdul Madjid giat menghubungi massa PDI, terutama yang di Jawa. Awal Juli lalu ia menyebar selebaran "Partai Nasional Indonesia Harus Bangkit Kembali." Dalam selebaran itu ditandaskannya bangkitnya kembali PNI tidak dilarang UU No.3/1975 tentang Parpol dan Golkar. "Pendukung cukup banyak," tegas Madjid. Sedang Soelomo yang menyandang gelar Sarjana Muda Sospol, bermaksud kembali ke bangku kuliah untuk menyelesaikan studinya. Ia kini kembali ke tempat asalnya, Banyudono, Boyolali, Jawa Tengah, dan membantu keluarganya di bidang pertembakauan. Walau ia bukan lagi anggota DPR, masih saja ada penduduk desa yang datang kepadanya untuk minta petunjuk, terutama menyangkut soal tanah. Ia juga bertekad untuk tetap berjuang di PDI terlepas dari disukai atau tidak.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus