TAMPAKNYA simpang-siur tentang "bersih lingkungan" belum juga berakhir. Kali ini menyangkut 140 calon guru dan pesuruh SD di Lampung, dan sempat menyibukkan Mendagri Rudini. "Saya sudah mengecek, meneliti, dan minta laporan Gubernur Lampung. Ternyata soal itu ndak benar," ujar Rudini kepada wartawan seusai meresmikan pembukaan Kota Mandiri Bumi Serpong Damai di Serpong, Jawa Barat, Senin pekan ini. Cerita bermula dari penjelasan Sekwilda Lampung Drs. Man Hasan kepada wartawan bahwa SK (surat keputusan) pengangkatan sedikitnya 140 guru SD di daerahnya yang sudah mulai bertugas terpaksa dibatalkan karena mereka "tak bersih lingkungan". Mereka itu termasuk di antara 1.763 guru dan pesuruh SD yang sudah lulus tes yang dilaksanakan Pemda Lampung. Semula yang melamar berjumlah 13.500 calon. "Pada waktu melamar mereka sudah menyertakan surat keterangan tidak terlibat G 30 S/PKI, tapi setelah mereka lulus kami mendapat data yang lebih lengkap," kata Sekwilda, yang juga ketua panitia penerimaan pegawai negeri sipil itu, seperti dimuat Kompas, 14 Januari yang lalu. Kemudian skrining dilakukan oleh Direktorat Sospol Tingkat I Lampung. Setelah mengalami penelitian yang makan waktu panjang untuk memeriksa biodata serta laporan tentang para calon dari Koramil masing-masing, akhirnya SK pengangkatan 140 guru itu dibatalkan. Mendagri Rudini segera bereaksi. Sabtu pekan lalu seusai menghadap Presiden Soeharto di Bina Graha, Rudini -- yang mengaku mengetahui kasus itu dari koran menegaskan bahwa istilah "bersih lingkungan" itu tak ada dalam peraturan formal. Lembaga Kopkamtib saja pun tak mengenalnya. Rupanya Rudini sudah meneliti kasus itu, termasuk menerima laporan dari Gubernur Lampung Poedjono Pranoto pada Minggu malam pekan lalu. Diketahuilah bahwa 140 orang yang diributkan itu belum punya SK pengangkatan. Mereka gugur dalam rangkaian tes masuk pegawai negeri sipil yang dilaksanakan Pemda Lampung. Ada 1.700-an calon yang telah lulus dalam tes-tes awal. "Sisa yang ini masih harus dites mengenai Pancasila, yang dikenal dengan skrining MI atau mental ideologi. Ini tes tentang Pancasila dan UUD '45," kata Rudini. Bukan cuma kadar ideologi komunis seseorang yang diperiksa dalam skrining ini, tapi juga pengaruh ideologi lainnya yang antiPancasila. "Kalau dia membenarkan suatu gerakan yang antiPancasila, berarti orang itu tak mengerti apa itu Pancasila dan UUD '45," kata Rudini memberi contoh. Hasil tes terhadap 1700-an calon tadi dikategorikan dalam tiga kelompok: lulus, diragukan, dan tidak lulus. Nah, 140 calon tadi, menurut Rudini, termasuk dalam klasifikasi diragukan dan tidak lulus, dan mereka tak diterima menjadi pegawai negeri. "Mungkin mereka disuruh belajar lagi tentang Pancasila kalau mau menjadi pegawai negeri," kata Rudini. Jadi, mereka bukan digugurkan karena "tidak bersih lingkungan". Memang sejak dua tahun terakhir ini soal "bersih lingkungan" jadi berita hangat di berbagai daerah. Istilah ini berasal dari penafsiran masyarakat atas petunjuk pelaksanaan skrining mental ideologis yang dikeluarkan Kopkamtib pada 27 Juni 1982, untuk para pelamar pegawai negeri sipil, karyawan instansi Pemerintah, atau perusahaan swasta yang dianggap vital. Dalam skrining ini, selain keterlibatan seseorang dengan PKI, juga diperiksa lingkungan yang menyangkut identitas pribadi dan identitas keluarga, menyangkut pula lingkungan tempat tinggal dan pergaulan. Rupanya dalam menerapkannya terjadi keberagaman di antara aparat Pemerintah, terutama di daerah. Memang Bakorstanas telah membentuk tim perumus untuk menyiapkan ketentuan tentang skrining mental ideologis. Akhir Desember lalu, menurut Menko Polkam Sudomo, usulan Bakorstanas itu akan diteruskan kepada Presiden. Presiden yang akan mengeluarkan peraturan tentang soal ini.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini