Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Mereka Lenyap Selagi Lelap

Lebih 500 penduduk dari 5 desa pantai pulau Lomblen, Flores Timur, tewas dilanda gelombang pasang. Seluruh bangunan di sana amblas, tinggal padang pasir. (nas)

28 Juli 1979 | 00.00 WIB

Mereka Lenyap Selagi Lelap
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
BEN Mboi resah. Sejak Senin pekan lalu Gubernur Nusa Tenggara Timur itu menyertai Menhankam Jenderal M. Jusuf meninjau seluruh daratan Timor Timur. Setelah meresmikan stasion penerus siaran TVRI di Bukit Lidak, 4 km dari Atambua -- bertepatan dengan tahun ketiga integrasi Tim-Tim dalam RI -- Jusuf dan rombongan keliling beberapa kota di sana. Pada hari ke empat Ben Mboi ingin pulang ke Kupang. "Rasanya ada firasat yang mendorong saya. Hati saya tidak enak," katanya kepada TEMPO. Tapi Kamis pagi itu helikopter kecil yang mengangkutnya tak bisa terbang di atas laut karena angin kencang. "Baru Kamis sore saya sampai di rumah dengan helilopter yang lebih besar," tuturnya lagi. Firasat itu benar. Hari itu, Kamis dinihari jam 01.00, bencana gelombang pasang melanda sebagian daerah Ben. Tepatnya di desa-desa Waiteba, Labala, Bobu dan Lebatukan pantai Kecamatan Atabei serta desa Pantai Harapan di kaki gunung Benolo. Semuanya di Kabupaten Lembata, pantai selatan pulau Lomblen di sebelah timur Flores. Sampai Senin malam lalu, tercatat 539 korban, 175 di antaraya sudah dimakamkan secara massal Sabtu pekan lalu. "Yang 364 lagi hilang ditelan ombak, dan kita nyatakan sebagai korban yang meninggal," kata Ben Mboi dengan nada suara yang tampak letih. Hanya 171 orang yang lolos. Untuk sementara para nelayan itu ditampung di Lewoleba, ibukota Kabupaten Lembata. Dari sana, Senin pagi dibawa ke desa Karangora dan Lebatukangunung lewat jalan darat selama 6 jam. Dan sehari kemudian diangkut dengan hapal motor selama 1« jam ke pemukiman yang baru di Loang. Korban-korban itu merupakan 80% dari seluruh penduduk Lembata yang hanya berjumlah 700 jiwa. Tapi akhir pekan lalu dikhawatirkan ada 2 desa lagi, Leba Ata dan Oaraga yang berpenduduk 854 jiwa juga terancam. "Gelombang itu terjadi sepanjang hari. Apalagi di musim timur sekarang, angin dingin datang dari Australia dan mendadak gelombang besar datang," kata seorang penduduk yang selamat. Bagi Ben Mboi yang baru setahun lebih menjadi Gubernur NTT, bencana kali ini termasuk yang terbesar. Setelah tanah longsor di Larantuka bulan Pebruari, dua bulan kemudian 9 kabupaten dilanda kekeringan, hama tikus dan belalang. "Barangkali ini sudah 'rejeki' saya," kata Gubernur sambil tertawa kecut. "Saya ditempatkan di sini, agaknya untuk menanggulangi musibah yang menimpa rakyat," tambahnya. Ben Mboi sendiri agak menyesali nasib. Katanya: "Sebenarnya bencana seperti ini tidak usah terjadi, kalau saja tahun lalu penduduk sudah mau dipindahkan ke pemukiman yang baru di Loang." Sejak lama, daerah sekitar Kecamatan Atabei memang sudah dinyatakan rawan. Tanahnya sering mengalami pergeseran dan goncangan. Tapi waktu itu penduduk menolak dengan alasan menunggu panenan padi dan jagung mereka. Naik Turun Gunung Yang diprihatinkan Gubernur NTT sekarang ialah usaha resosialisasi. "Bayangkan, 1/3 dari 171 penduduk yang selamat terdiri dari anak-anak," kata Ben yang Jum'at ini melapor Presiden Soeharto karena "Peristiwa seperti ini tidak cukup dilaporkan secara tertulis." Begitu bencana terjadi, Ben Mboi menelepon Menteri Sosial. Tapi karena medannya sangat sulit dicapai, sampai Senin malam bantuan dari pusat belum datang. "Meski begitu, para petugas Kabupaten Lembata sudah ada yang datang ke sana. PMI Kupang dan Larantuka juga sudah mengirim bantuan berupa susu, pakaian, beras dan obat ke Loang," kata I.H. Doko, ketua PMI Propinsi NTT di Kupang. Bantuan itu sudah lama tersimpan di gudang sebagai persediaan dalam rangka Program Kewaspadaan Bencana Alam. Tapi bagaimana menyampaikannya kepada para korban? Tak ada jalan yang cukup besar, desa-desa di sana hanya bisa dicapai lewat darat dengan kuda. Untung, Minggu pekan lalu sebuah helikopter mendarat di Kupang. Itu sebenarnya helikopter untuk Timor Timur. Dan kebetulan kosong. Lalu dicarter oleh PMI untuk mengangkut bantuan dan obat-obatan. Dalam keadaan sesulit itu, Ben Mboi menilai pertolongan cukup cepat dan cekatan. Dan informasi yang pertama kali ia terima pun termasuk cepat. Si pelapor jalan darat naik turun gunung selama 10 jam untuk mencapai kediaman Pembantu Bupati, belum lagi untuk menuju Kupang. Hanya cara itu yang bisa ditempuh, sebab peralatan komunikasi SSB (Single Side Band) juga sudah terendam laut. Seluruh bangunan di 5 desa itu memang amblas. Dan kini tinggal padang pasir. Daerah sejauh 150 meter dari perbukitan ke arah pantai sudah terendam air. Dilihat dari atas, daerah itu tampak sudah menjadi satu dengan laut. Tragisnya, bencana itu muncul begitu mendadak ketika penduduk sedang lelap dalam tidur. Ada dugaan, yang melanda Lomblen kali ini juga sejenis gelombang pasang yang sering melanda Jepang -- disebut tsu-nami -- dan disebabkan oleh gempa dangkal tektonik kerak dasar laut (TEMPO, 3 September 1977). Di Lomblen memang banyak gunung berapi. Yang paling aktif misalnya gunung Werung. Gelombang sejenis tsu-nami, dua tahun lalu juga pernah melanda pantai selatan Lombok, Sumbawa, Sumba, Bali dan Nusa Penida di Nusa Tenggara Barat -- hanya 10 menit sesudah air surut dengan kecepatan 700 km per jam. Kerugian harta-benda ketika itu cukup besar. Berapa kerugian Lomblen kali ini? awab Ben Mboi sedih: "Kecil saja, sebab daerah sana memang miskin. Tapi mengingat banyaknya korban manusia, saya kira ini bencana terbesar yang crnah terjadi di Indonesia."

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x600
Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

close

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

slot-iklan-300x100
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus