Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Mahkamah Konstitusi (MK) memerintahkan pemungutan suara ulang (PSU) di 24 daerah untuk Pilkada 2024. Perintah MK tersebut merupakan keputusan dari sidang perkara perselisihan hasil pemilihan umum (PHPU) kepala daerah yang berlangsung pada Senin, 24 Februari 2025.
Keputusan dan Persiapan Pemungutan Suara Ulang Pilkada 2024
Kepala Biro Humas dan Protokol MK Pan Mohamad Faiz mengungkapkan ada 40 putusan PHPU yang dibacakan oleh MK. "Secara keseluruhan terhadap 40 perkara tersebut, MK mengabulkan sebanyak 26 perkara, menolak 9 perkara, dan tidak menerima sebanyak 5 perkara," ujar Faiz pada Senin, 24 Februari 2025.
Dalam persiapannya, Komisi II Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) memperkirakan biaya yang dibutuhkan untuk menggelar PSU dapat mencapai Rp 1 triliun. Hal tersebut disampaikan Wakil Ketua Komisi II DPR Dede Yusuf Macan Effendi setelah memimpin rapat kerja dengan lembaga penyelenggara pemilu dan pemerintah.
“KPU menyampaikan (butuh anggaran) kurang lebih Rp 486 miliar sekian, Bawaslu kurang lebih sekitar Rp 215 (miliar), tambah kalau ada pilkada ulangnya kurang lebih Rp 250 (miliar) lah. Belum TNI dan Polri jika harus melakukan fungsi pengamanan,” ujar Dede pada Kamis, 27 Februari 2025.
Menurut Dede, besaran kebutuhan anggaran menggelar PSU dibebankan kepada Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah (APBD) dan dapat didukung oleh Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) dari pemerintah pusat.
Syarat Pemungutan Suara Ulang
Syarat mengenai PSU diatur dalam Pasal 372 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Menurut UU tersebut, PSU dapat dilakukan apabila memenuhi syarat, antara lain terjadi bencana alam dan/atau kerusuhan. Dampak dari bencana tersebut dapat membuat hasil pemungutan suara tidak bisa digunakan atau perhitungan suara tidak bisa dilakukan.
Selain itu, PSU dapat wajib dilakukan bila berdasarkan hasil penelitian dan pemeriksaan dewan pengawas TPS menemukan bukti adanya beberapa kejadian yang membuat tidak sah proses Pemilu. PSU wajib dilakukan apabila terdapat kejadian-kejadian berikut.
- Pembukaan kotak suara dan/atau dokumen pemungutan serta perhitungan suara tidak dilakukan sesuai tata cara yang telah ditetapkan peraturan perundang-undangan.
- Petugas KPPS meminta kepada pemilih untuk memberikan tanda khusus, menandatangani atau menuliskan nama atau alamat pada surat suara yang sudah digunakan.
- Petugas KPPS merusak lebih dari satu surat suara yang telah digunakan sehingga surat suara tersebut tidak sah.
- Pemilih tidak memiliki KTP atau e-KTP serta tidak terdaftar dalam pemilihan tetap atau daftar pemilihan tambahan.
Prosedur dan Mekanisme Pemungutan Suara Ulang
Ketentuan mengenai prosedur dan mekanisme PSU telah termaktub dalam Pasal 373 UU Nomor 7 Tahun 2017 tentang Pemilu. Dalam pasal tersebut, dijelaskan secara terperinci aturan pelaksanaan PSU.
Berdasarkan ayat 1, KPPS mengusulkan penyelenggaraan PSU berdasarkan penyebab-penyebab yang diperbolehkan dalam UU.
Dalam ayat 2, usul PSU dari KPPS tersebut akan diteruskan kepada PPK. Setelah itu, PPK mengajukan kepada KPU tingkat kabupaten/kota untuk kemudian diambil keputusannya.
Sementara dalam ayat 3, dijelaskan bahwa PSU akan dilaksanakan di TPS maksimal 10 hari pasca pemungutan suara sesuai keputusan KPU kabupaten atau kota.
Kategori Keputusan Pemungutan Suara Ulang
Menurut Peraturan KPU Nomor 3 Tahun 2019 tentang Pemungutan dan Perhitungan Suara dalam Pemilihan Umum, putusan PSU dibagi menjadi 2 kategori, yaitu diputuskan oleh Putusan Mahkamah Konstitusi (MK) atau diputuskan oleh KPU kabupaten atau kota.
Sultan Abdurrahman, Sapto Yunus, dan Herzanindya Maulianti berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Ragam Pernyataan Pejabat Soal Anggaran PSU Pilkada 2024
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini