Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Moeldoko Menjamin Jokowi Tak Akan Kembalikan Dwifungsi TNI

Moeldoko mengatakan isu dwifungsi TNI tidak relevan dengan rencana pemerintah merevisi Undang-Undang TNI.

9 Maret 2019 | 05.46 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Kepala Staf Kepresidenan (KSP) Jenderal TNI (Purn) Moeldoko memberikan sambutan dalam acara Rapat Koordinasi Nasional (Rakornas) Bidang Kehumasan dan Hukum Seluruh Indonesia Tahun 2019 di Hotel Bidakara, Jakarta, 11 Februari 2019. Rakosnas tersebut membahas sinergi humas pemerintah pusat dengan humas pemda, gerakan bersama partisipasi masyarakat dan pemda sukseskan pemilu dan informasi mengenai hukum-hukum terkait pelaksanaan Pemilu Serentak 2019. TEMPO/M Taufan Rengganis

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Kantor Staf Presiden Moeldoko menjamin pemerintahan Joko Widodo tak akan mengembalikan dwifungsi TNI (Tentara Nasional Indonesia) seperti Dwifungsi ABRI (Angkatan Bersenjata Republik Indonesia) pada era Orde Baru. Moeldoko mengatakan isu dwifungsi TNI tidak relevan dengan rencana pemerintah merevisi Undang-Undang TNI.

Baca: Moeldoko: Dwifungsi TNI Tak Akan Kembali

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Menurut mantan Panglima TNI ini, militer menjadi lebih profesional sejak mengubah nama dari ABRI menjadi TNI. "Setelah reformasi, TNI sudah mengubah diri menjadi institusi yang profesional," kata Moeldoko, dikutip dari keterangan tertulis, Jumat, 8 Maret 2019.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Moeldoko mengatakan, sejak bertekad menjadi institusi profesional, prajurit TNI tak lagi bermain-main di wilayah bisnis dan politik. Meskipun, hal itu tak dibarengi dengan pemenuhan hak-hak profesional prajurit seperti peralatan dan kesejahteraan. "Tapi prajurit tidak pernah mengeluh," katanya.

Moeldoko menegaskan hal itu meski pemerintah berencana memperluas jabatan sipil untuk perwira tinggi dan menengah TNI. Nantinya, perwira tinggi dan menengah TNI bakal bisa menempati jabatan di luar yang telah diatur dalam Pasal 47 Undang-undang TNI Nomor 34 Tahun 2004.

Baca: Restrukturisasi Tentara, Ryamizard Pastikan Tak Ada Dwifungsi TNI

Pasal 47 ayat (2) undang-undang itu menyebut, TNI aktif dapat menduduki jabatan pada kantor yang membidangi koordinator bidang Politik dan Keamanan Negara, Pertahanan Negara, Sekretaris Militer Presiden, Intelijen Negara, Sandi Negara, Lembaga Ketahanan Nasional, Dewan Pertahanan Nasional, Search and Rescue (SAR) Nasional, Narkotik Nasional, dan Mahkamah Agung.

Deputi V KSP Jaleswari Pramodawardhani mengatakan undang-undang itu dibuat ketika baru ada sepuluh lembaga. Dalam perkembangannya, kata dia, ada lembaga baru yang mungkin dapat diisi oleh TNI.

Jaleswari meminta revisi Pasal 47 UU TNI itu dikaitkan dengan Pasal 7 yang menyebut bahwa TNI bisa menempatkan pasukan untuk urusan perbatasan, terorisme, hingga penanggulangan bencana. Ia meyakini isu dwifungsi TNI tak akan terjadi dengan perluasan jabatan sipil ini.

“Mengembalikan dwifungsi itu mimpi. Tidak mungkin,” kata Jaleswari dalam keterangan tertulis yang sama.

Rencana pemerintah memperluas jabatan sipil untuk perwira tinggi dan menengah TNI menuai kontroversi. Masyarakat sipil menilai rencana itu dapat mengembalikan dwifungsi TNI dalam kehidupan sipil.

Baca: Menteri Pertahanan Pastikan Dwifungsi TNI Tak Terjadi Lagi

Ketua Dewan Perwakilam Rakyat Bambang Soesatyo sebelumnya meminta pemerintah menghindari polemik dwifungsi TNI dengan tetap mengimplementasikan Pasal 47 UU TNI. "DPR mendorong Kementerian Pertahanan dan Panglima TNI bersama Kementerian PAN RB mengimplementasikan ketentuan itu guna menghindari polemik berkepanjangan," Bambang menyampaikannya dalam keterangan tertulis, Jumat, 1 Maret 2019.

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus