Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
TEMPO.CO, Jakarta - Kepala Staf Kepresidenan Moeldoko mengatakan sebutan politikus sontoloyo yang disebut Presiden Joko Widodo merupakan bentuk kejengkelan. Namun perasaan itu disampaikan dalam bentuk guyonan. "Ya namanya jengkel kan bisa juga di-joke-kan," kata Moeldoko di Sekretariat Negara, Jakarta, Kamis, 25 Oktober 2018.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Moeldoko mengatakan gestur becanda Jokowi merupakan wajar. Menurut dia, berpolitik tak boleh terlalu tegang. "Moso presiden tidak boleh becanda sih," kata dia.
Menurut Moeldoko, Jokowi ingin mengingatkan semua pihak agar berpolitik dengan santun. Pengingat itu juga berlaku untuk pasukannya sendiri.
Saat ditanya mengenai sosok politikus sontoloyo yang dimaksud, Wakil Ketua Tim Kampanye Nasional Jokowi-Ma'ruf itu tak menjawab tegas. "Yang merasa tersinggung berarti kan melakukan, begitu saja," katanya sambil tertawa.
Jokowi sebelumnya mengatakan banyak politikus sontoloyo di Indonesia dan meminta masyarakat waspada terhadap mereka. "Hati-hati banyak politikus baik-baik tapi banyak juga politikus sontoloyo," kata Jokowi saat membagikan sertifikat tanah untuk rakyat di Lapangan Ahmad Yani, Kebayoran Lama, Jakarta, Selasa, 23 Oktober 2018.
Ungkapan politikus sontoloyo itu ia sampaikan saat menjelaskan rencana pemerintah menggelontorkan dana kelurahan tahun depan. Dia menuturkan, dana itu ditujukan untuk kepentingan masyarakat perkotaan seperti dana desa bagi penduduk pedesaan. Namun rencana tersebut dinilai politis oleh sejumlah pihak. "Kok jadi ramai. Kami semua ingin agar untuk rakyat jangan dihubungkan dengan politik," ujarnya.
Saat membagikan sertifikat untuk rakyat di Jakarta, Jokowi mengaku keceplosan mengucapkan politikus sontoloyo. "Saya enggak pernah pakai kata-kata itu, karena udah jengkel ya keluar. Saya sebetulnya bisa ngerem, tapi karena udah jengkel ya gimana," katanya, Rabu 24 Oktober 2018.