Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

27 Juli 2015 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Peran Gubernur Gatot Ditelusuri

Komisi Pemberantasan Korupsi mendalami dugaan keterlibatan Gubernur Sumatera Utara Gatot Pujo Nugroho dalam kasus suap hakim Pengadilan Tata Usaha Negara Medan. Rabu pekan lalu, penyidik memeriksa Gatot selama 12 jam dengan 28 pertanyaan mengenai hubungannya dengan M. Yagari Bhastara Guntur, anak buah pengacara kondang Otto Cornelis Kaligis.

Seusai pemeriksaan sekitar pukul 21.33 WIB, Gatot enggan berkomentar. Pemeriksaan kedua politikus Partai Keadilan Sejahtera itu dijadwalkan Jumat pekan lalu, tapi ia meminta pemeriksaan tersebut ditunda hari ini. Pengacara Gatot, Razman Arif Nasution, mengatakan penyidik bertanya kepada kliennya mengenai sumber uang suap yang diserahkan Yagari Bhastara ke hakim. "Penyidik mengira Gatot yang mendanai," katanya.

Kasus suap ini bermula ketika KPK menangkap Yagari Bhastara bersama Ketua PTUN Medan Tripeni Irianto Putro; dua hakim PTUN, Amir Fauzi dan Dermawan Ginting; serta Sekretaris Panitera PTUN Medan Syamsir Yusfan. KPK juga menyita uang suap sebesar Rp 250 juta.

Suap tersebut diduga untuk memuluskan permohonan gugatan atas terbitnya surat penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara mengenai dugaan korupsi dana bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2012-2013 di PTUN Medan. Tripeni Irianto, Amir Fauzi, dan Dermawan yang menangani kasus ini. Setelah ditangkap, kelimanya ditetapkan sebagai tersangka. Sepekan berikutnya, O.C. Kaligis ikut dijadikan sebagai tersangka karena diduga terlibat rasuah tersebut.

Seorang penegak hukum di KPK mengatakan perintah penyuapan diduga berasal dari Gatot karena berkepentingan agar kasus dana bantuan sosial yang sedang diusut Kejaksaan Tinggi tak berlanjut. Gatot diduga sudah menjanjikan uang Rp 2 miliar—separuhnya telah terealisasi secara bertahap sejak Mei lalu. "Sumber uang berasal dari seorang rekanan Dinas Pertanian Sumatera Utara," ujarnya.

Haeruddin Masarro, paman Yagari Bhastara, menguatkan keterlibatan Gatot. Ia berujar, Yagari pernah bercerita sering dihubungi oleh Evi Susanti, istri Gatot. Evi diduga jadi penghubung antara Kaligis dan Gatot. Evi juga diduga sering memberikan uang kepada Kaligis. Razman Arif mengatakan pemberian uang itu merupakan jasa Kaligis sebagai pengacara. Wakil Ketua KPK Johan Budi S.P. memberi sinyal akan adanya tersangka baru dalam kasus ini. "Kami akan mencari pihak yang bisa dimintai pertanggungjawaban," kata Johan.


Jejaring Suap Perkara Bansos

Kasus
Suap untuk memuluskan permohonan perkara gugatan atas terbitnya surat penyelidikan Kejaksaan Tinggi Sumatera Utara terkait dengan dugaan korupsi bantuan sosial Pemerintah Provinsi Sumatera Utara 2012-2013 di PTUN Medan.

Jumlah Suap
Rp 250 juta
Ada commitment fee Rp 2 miliar yang diberikan secara bertahap sejak Mei lalu

Tersangka

1. Otto Cornelis Kaligis (pengacara)
Peran: Ikut serta menyuap

2. M. Yagari Bhastara Guntur (pengacara)
Peran: Pemberi suap

3. Tripeni Irianto Putro (Ketua PTUN Medan)
Peran: Menerima suap

4. Amir Fauzi (hakim PTUN)
Peran: Menerima suap

5. Dermawan Ginting (hakim PTUN)
Peran: Menerima suap

6. Syamsir Yusfan (Sekretaris Panitera PTUN)
Peran: Menerima suap Sumber: PDAT


Budi Waseso Berseberangan dengan Istana

Kepala Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI Komisaris Jenderal Budi Waseso berseberangan dengan Istana mengenai penanganan perkara dua pemimpin Komisi Yudisial, Suparman Marzuki dan Taufiqurrohman Syahuri. Ia mengatakan percepatan pengusutan kasus keduanya atas perintah Presiden Joko Widodo.

Istana menyanggah Budi. Menteri Sekretaris Negara Pratikno mengatakan Presiden tak pernah meminta Bareskrim segera mengusut perkara dua pemimpin Komisi Yudisial ini. "Bukan begitu maksudnya. Presiden minta kepada Polri untuk segera mengusut tuntas kasus hukum yang menjadi prioritas," katanya Kamis pekan lalu. Pratikno mengatakan Presiden hanya menginstruksikan kepada Polri agar berfokus pada penyelesaian hukum yang lebih strategis.

Suparman dan Taufiqurrohman dijadikan tersangka dugaan pencemaran nama atas laporan Sarpin Rizaldi. Sarpin adalah hakim tunggal yang mengabulkan permohonan praperadilan penetapan tersangka kasus dugaan suap Komisaris Jenderal Budi Gunawan, sekarang Wakil Kepala Polri, di Komisi Pemberantasan Korupsi. Putusan ini yang dikomentari dua komisioner Komisi Yudisial, yang berujung pada pelaporan ke polisi. Senin pekan ini, Suparman dan Taufiqurrohman akan diperiksa.


Terpidana Korupsi Mendapat Remisi

Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memberikan remisi kepada tiga terpidana korupsi, yakni Muhammad Nazaruddin, Dada Rosada, dan Izedrik Emir Moeis. Khusus Nazaruddin, mantan Bendahara Umum DPP Partai Demokrat ini menerima remisi lebaran selama sebulan.

Nazaruddin divonis tujuh tahun penjara dalam kasus korupsi proyek pembangunan wisma atlet SEA Games Jakabaring, Palembang. Sedangkan Dada Rosada, yang juga mantan Wali Kota Bandung, dihukum sepuluh tahun penjara terkait dengan kasus suap terhadap hakim Pengadilan Negeri Bandung. Emir Moeis adalah terpidana tiga tahun penjara dalam kasus korupsi proyek pembangkit listrik tenaga uap di Tarahan, Lampung. Ketiganya merupakan bagian dari 91 tahanan korupsi di Lembaga Pemasyarakatan Sukamiskin, Bandung, yang diusulkan menerima remisi hari raya.

Pemberian remisi terhadap terpidana korupsi ini bertentangan dengan Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012, yang mengatur pengetatan remisi bagi koruptor dan kejahatan serius lain, seperti terorisme, narkotik, dan pelanggaran hak asasi manusia berat. Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Yasonna H. Laoly mengatakan pemberian remisi merupakan hak setiap terpidana yang sudah diatur di dalam undang-undang.


Hukuman Pembunuh Ade Sara Diperberat

Mahkamah Agung memperberat hukuman Imam Al Hafitd dan Assyifa Ramadhani, pembunuh Ade Sara, dari 20 tahun penjara menjadi hukuman seumur hidup. Dalam vonis yang diumumkan Selasa dua pekan lalu, tiga hakim kasasi, Dudu D. Machmuddin, Margono, dan Andi Ayyub Saleh, mengabulkan permohonan kasasi jaksa penuntut umum yang menyatakan terpidana melakukan pembunuhan berencana.

Pengacara Hafitd, Hendrayanto, mengatakan kliennya belum memutuskan langkah berikutnya terhadap putusan kasasi tersebut. Tapi, kata dia, bisa saja kliennya mengajukan permohonan peninjauan kembali atas putusan tersebut.

Kasus pembunuhan ini pertama kali terungkap ketika mayat Ade Sara ditemukan di kilometer 41 jalan tol menuju Bekasi, 4 Maret tahun lalu. Mahasiswi Universitas Bunda Mulia ini dibunuh dengan cara disiksa oleh Hafitd dan Assyifa di atas mobil milik Hafitd. Motifnya berawal dari kecemburuan Assyifa melihat pesan pendek yang diterima Hafitd dari Ade Sara.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus