Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ipar Presiden Terseret Suap Pajak
Nama Arif Budi Sulistyo muncul dalam surat dakwaan Ramapanicker Rajamohan Nair, Direktur PT EK Prima (EKP) Ekspor Indonesia. Arif adalah suami Titik Ritawati, adik Presiden Joko Widodo.
Rajamohan didakwa menyuap Handang Soekarno, pejabat Direktorat Jenderal Pajak Kementerian Keuangan, sebesar Rp 1,9 miliar. Menurut jaksa, terdakwa meminta bantuan Handang untuk menyelesaikan masalah pajak yang melilit PT EKP.
Dalam perkara ini, Rajamohan juga diduga meminta pertolongan kepada Arif soal tax amnesty PT EKP. Rajamohan mengirimkan dokumen pajaknya melalui pesan WhatsApp kepada Arif, Direktur Operasional PT Rakabu Sejahtera. "Dokumen itu diteruskan Arif kepada Handang," kata jaksa ketika membacakan surat dakwaan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Jakarta, Senin pekan lalu.
Selain berkomunikasi dengan Handang, Arif menemui Direktur Jenderal Pajak Ken Dwijugiasteadi pada 23 September 2016. Akhirnya, PT EKP mendapat fasilitas penghapusan tunggakan pajak senilai Rp 78 miliar untuk periode 2014-2015.
Handang membenarkan mengirim pesan kepada Arif lewat WhatsApp untuk membicarakan pengampunan pajak PT EKP. "Iya, itu terkait dengan tax amnesty," ujarnya. Adapun Ken telah membantah menghapus tunggakan pajak PT EKP. "Tidak ada itu," kata Ken beberapa waktu lalu.
Tempo mendatangi kediaman Arif di Solo, Rabu pekan lalu. Seorang pria yang mengaku penjaga rumah itu mengatakan majikannya tidak ada. "Bapak sedang pergi umrah bersama keluarga," ucapnya. Adapun Presiden Jokowi mempersilakan KPK mengusut dugaan keterlibatan adik iparnya itu. "Ya, diproses hukum saja," ujar Jokowi.
Dari Kemayoran ke Solo
2016
21 November
Penyidik KPK menangkap Handang dan Rajamohan di Springhill Residence, Kemayoran, Jakarta. Penyidik menyita uang US$ 148.500 atau sekitar Rp 1,9 miliar.
22 November
Handang ditetapkan sebagai tersangka penerima suap. Rajamohan menjadi tersangka pemberi suap.
2017
5 Januari
Penyidik memeriksa Dirjen Pajak Ken Dwijugiasteadi.
Medio Januari
Penyidik KPK memeriksa Arif Budi Sulistyo sebagai saksi.
13 Februari
Nama Arif muncul dalam surat dakwaan Rajamohan.
Antasari 'Menembak' Cikeas
Antasari Azhar menuding Presiden RI ke-6 Susilo Bambang Yudhoyono mengetahui rekayasa dalam pembunuhan Direktur PT Putra Rajawali Banjaran, Nasrudin Zulkarnaen, yang membuatnya mendekam delapan tahun dalam penjara. ¡±Saya mohon Bapak Susilo Bambang Yudhoyono jujur. Beliau tahu perkara saya ini,¡± kata Antasari, Selasa pekan lalu.
Antasari melaporkan dugaan rekayasa ke Badan Reserse Kriminal Kepolisian RI. Bekas Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi ini juga mengungkapkan, sebelum dirinya ditahan sebagai tersangka pembunuhan Nasrudin, Hary Tanoesoedibjo-bos MNC Group yang kini menjadi Ketua Umum Partai Persatuan Indonesia-mendatangi rumahnya untuk menyampaikan pesan dari "Cikeas" agar KPK tak menahan Aulia Pohan, besan Yudhoyono.
Pada November 2008, KPK menetapkan mantan Deputi Gubernur Bank Indonesia itu sebagai tersangka korupsi dana Yayasan Pengembangan Perbankan Indonesia. Ketika kasus Aulia disidangkan, Antasari terjerat kasus pembunuhan Nasrudin, yang tewas ditembak pada 14 Maret 2009.
Yudhoyono, melalui akun Twitter @SBYudhoyono, menuding Antasari ingin menjatuhkan elektabilitas putranya, Agus Harimurti Yudhoyono, sebagai calon Gubernur DKI Jakarta. "Tuduhan Antasari seolah-olah saya sebagai inisiator kasusnya jelas tidak benar. Pasti akan saya tempuh langkah hukum terhadap Antasari," ujarnya.
Adapun Hary Tanoesoedibjo menolak mengomentari tuduhan Antasari. "Ah, orang fitnah kok ditanggapi," kata Hary, Rabu pekan lalu.
Patrialis Akbar Resmi Dipecat
Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi memberhentikan Patrialis Akbar dengan tidak hormat dari jabatan hakim konstitusi. Ketua Majelis Kehormatan MK Sukma Violetta menyatakan Patrialis terbukti melanggar kode etik berat karena bertemu dengan pihak beperkara. "Kami berharap kasus semacam ini tidak lagi terjadi di MK," kata Sukma, yang juga anggota Komisi Yudisial, di gedung MK, Kamis pekan lalu.
Komisi Pemberantasan Korupsi menangkap Patrialis pada Januari lalu karena menerima suap Sin$ 200 ribu dari pemilik CV Sumber Laut Perkasa, Basuki Hariman. Suap itu diduga untuk mempengaruhi putusan uji materi Undang-Undang Nomor 41 Tahun 2014 tentang Peternakan dan Kesehatan Hewan di Mahkamah Konstitusi.
Anggota Majelis Kehormatan MK, Achmad Sodiki, mengatakan Patrialis diduga membocorkan putusan uji materi undang-undang yang merupakan rahasia negara. "Dia pun sudah mengakuinya," ujar Achmad.
Hak Angket Ahok Terus Bergulir
Empat fraksi di Dewan Perwakilan Rakyat pekan lalu mengajukan hak angket tentang pengaktifan kembali Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Mereka beranggapan pemerintah melanggar Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintahan Daerah karena tetap mengaktifkan kembali Basuki sebagai Gubernur DKI Jakarta pada 11 Februari lalu, meskipun statusnya sudah menjadi terdakwa dalam kasus dugaan penistaan agama. Keempat partai pengusul adalah Partai Gerindra, Partai Amanat Nasional, Partai Demokrat, dan Partai Keadilan Sejahtera.
Partai-partai pendukung pemerintah Presiden Joko Widodo dan Wakil Presiden Jusuf Kalla langsung menolak usul ini dan menyatakan hak angket bertujuan memakzulkan Presiden. "Arahnya ke impeachment (pemakzulan) karena hak angket ini diajukannya mengada-ada," ujar Wakil Ketua Fraksi Partai NasDem Johnny Gerard Plate.
Pekan lalu, semua partai pendukung pemerintah, kecuali Partai Amanat Nasional, berkumpul di Fraksi NasDem, lantai 22 gedung DPR. Mereka minta polemik tentang pengaktifan kembali Basuki diselesaikan di Komisi Pemerintahan saja. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengatakan pimpinan DPR sudah mengadakan rapat untuk menyikapi hak angket. Hasilnya, menurut dia, hak angket akan tetap dibahas dalam rapat paripurna pada 23 Februari mendatang. "Kami yakin hak angket itu akan bergulir," ujar Fadli.
Pembantai Orang Utan Ditangkap
Kepolisian Resor Kapuas, Kalimantan Tengah, menangkap sepuluh orang yang diduga membantai orang utan di area perkebunan kelapa sawit PT Susantri Permai, Rabu pekan lalu.
Kepala Polres Kapuas Ajun Komisaris Besar Jukiman Sitomorang mengatakan pelaku yang ditangkap adalah karyawan PT Susantri Permai. "Kami akan menyelidiki motifnya," ujar Jukiman, Kamis pekan lalu. Pembantai orang utan akan dijerat Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistem. Ancaman hukuman bagi mereka maksimal lima tahun penjara.
Juru bicara Yayasan Borneo Orangutan Survival Foundation, Monterado Fritman, mengutuk pembantaian orang utan pada 28 Januari lalu itu. "Kami berharap pembunuhan orang utan tidak terulang," katanya.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo