Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Hartati Bebas Bersyarat
Pengusaha Siti Hartati Murdaya menerima pembebasan bersyarat pada 23 Juli lalu. Kementerian Hukum dan Hak Asasi Manusia memastikan terpidana perkara suap Bupati Buol Amran Batalipu ini berhak menerimanya setelah menjalani dua pertiga dari masa hukuman dua tahun delapan bulan penjara.
Koordinator Indonesia Corruption Watch, Emerson Yuntho, meminta pemerintah mengkaji lagi keputusan itu. Alasannya, Peraturan Pemerintah Nomor 99 Tahun 2012 yang dijadikan dasar pembebasan bersyarat mengharuskan sejumlah hal. Selain telah menjalani dua pertiga masa hukuman, terpidana kasus korupsi berhak menerima pembebasan bersyarat jika menjadi justice collaborator dan mendapat rekomendasi dari Komisi Pemberantasan Korupsi.
Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Bambang Widjojanto mengatakan komisinya menolak mengabulkan keinginan Hartati menjadi justice collaborator pada Juni dan Juli 2014. Karena itu, KPK menganggap aneh jika kemudian pemerintah tetap memberikan pembebasan bersyarat. "Asumsi dasarnya, tak mungkin pembebasan bersyarat dikasih kalau status justice collaborator tak diberikan," kata Bambang.
Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Amir Syamsuddin memastikan pembebasan bersyarat Hartati memenuhi syarat. Ia mengatakan pembebasan bersyarat tak terkait dengan soal posisi Hartati sebagai justice collaborator. Amir menegaskan, Hartati dinilai berkelakuan baik, membayar uang pengganti atau denda yang diatur pengadilan, dan mendapat rekomendasi dari penegak hukum atau Direktur Jenderal Pemasyarakatan.
Perjalanan Menuju Bebas
12 September 2012
Hartati ditahan di Rumah Tahanan Pondok Bambu Kelas II A, Jakarta Timur.
4 Februari 2013
Hartati divonis bersalah menyuap Bupati Buol Amran Batalipu Rp 3 miliar dalam kasus kepengurusan izin usaha perkebunan. Ia dihukum vonis dua tahun delapan bulan penjara dan denda Rp 150 juta subsider kurungan tiga bulan penjara.
7 Maret 2014
Usul pembebasan bersyarat Hartati disetujui Tim Pengamat Pemasyarakatan Kantor Wilayah DKI Jakarta.
26 Juni 2014
Berkas usul pembebasan bersyarat Hartati diterima Sekretariat Tim Pengamat Pemasyarakatan Pusat dengan surat pengantar Kepala Kantor Wilayah Hukum dan Hak Asasi Manusia DKI pada 3 Maret 2014.
26 Juni 2014
Rapat Tim menilai berkas Hartati memenuhi syarat, tapi tetap meminta rekomendasi KPK.
1 Juli 2014
Rekomendasi usul pembebasan bersyarat Hartati tertanggal 30 Juni dikirim ke KPK.
17 Juli 2014
Nota dinas pembebasan bersyarat Hartati dikirim ke Menteri Kehakiman. Isinya: Hartati diusulkan tak ikut asimilasi karena sudah berusia lanjut dan sakit. Terlampir pula surat Rumah Sakit Abdi Waluyo tanggal 15 Juli 2014 yang menyebutkan Hartati mengidap beberapa penyakit yang bisa dilakukan rawat jalan.
23 Juli 2014
Surat Keputusan Menteri Kehakiman tentang pembebasan bersyarat Hartati dikirim ke tahanan.
12 Agustus 2014
Menteri Kehakiman menerima surat KPK yang intinya menolak rekomendasi pembebasan bersyarat.
Kasus Pelecehan, Polisi Akan Periksa Gubernur Riau
BADAN Reserse Kriminal Markas Besar Kepolisian RI memastikan akan memeriksa Gubernur Riau Annas Maamun, yang dilaporkan melakukan pelecehan seksual terhadap Wide Wirawaty. Kepala Divisi Humas Mabes Polri Inspektur Jenderal Ronny F. Sompie mengatakan penyidik akan segera memanggil Annas. "Terlapor kami panggil terakhir," katanya.
Penyidik memeriksa Wide sebagai saksi korban pada Jumat pekan lalu. Perempuan 38 tahun ini mendatangi Badan Reserse didampingi ayahnya, Soemardi Thaher, mantan anggota Dewan Perwakilan Daerah, yang melaporkan kasus itu pertama kali.
Menurut Soemardi, kejadian bermula ketika anaknya menghadap Annas untuk mengurus administrasi seminar bahasa pada 30 Mei 2014 di rumah dinas gubernur. Setelah urusan seminar kelar, Annas mengajak Wide ke lantai dua rumahnya dan melakukan peleÂcehÂan. Annas tidak mau menanggapi tuduhan itu. "Terserah masyarakat menanggapi," ujarnya.
Koalisi Pro-Prabowo Berkumpul
Undangan berkumpul di rumah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono dikirimkan melalui pesan di telepon seluler. Para politikus partai peserta koalisi pendukung Prabowo Subianto-Hatta Rajasa diminta datang ke kediaman Yudhoyono di Puri Cikeas, Bogor, pada Selasa pagi pekan lalu.
Berlangsung selama satu jam sarapan pagi, pertemuan hanya dihadiri level kedua pemimpin partai koalisi yang menamakan diri mereka Koalisi Merah Putih itu. Hanya Hatta Rajasa, Ketua Umum Partai Amanat Nasional, pemimpin tertinggi partai yang hadir. Selebihnya sekretaris jenderal atau wakilnya. Ketua Umum Partai Golkar Aburizal Bakrie, Presiden Partai Keadilan Sejahtera Anis Matta, dan Ketua Umum Partai Persatuan Pembangunan Suryadharma Ali absen. Begitu juga Prabowo, Ketua Dewan Pembina Partai Gerindra.
Seusai pertemuan di pendapa, Yudhoyono—yang juga Ketua Umum Partai Demokrat—menyatakan anggota koalisi bersepakat menjadi penyeimbang pemerintah. Menurut dia, pertemuan lanjutan akan segera dilakukan. Sehari sebelum pertemuan ini, Hatta bertemu dengan Joko Widodo di rumah Surya Paloh. Menurut Hatta, pertemuan tersebut "hanya silaturahmi biasa".
Atut Dihukum Empat Tahun
ATUT Chosiyah terus tertunduk ketika ketua majelis hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Matheus Samiadji membacakan putusan perkaranya. Senin pekan lalu, Gubernur Banten nonaktif itu dinyatakan terbukti bersalah karena memberikan uang Rp 1 miliar kepada Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Mochtar. Majelis menghukumnya empat tahun penjara.
Uang diberikan Atut melalui pengacara Susi Tur Andayani untuk memenangkan gugatan sengketa pemilihan Bupati Lebak, Banten, yang diajukan pasangan Amir Hamzah dan Kasmin. Susi ditangkap bersamaan dengan Chaeri Wardana segera setelah penahanan Akil pada Oktober 2013. Atut dijebloskan ke tahanan dua bulan kemudian.
Hukuman terhadap politikus Golkar itu lebih ringan daripada tuntutan jaksa, yaitu sepuluh tahun penjara dan denda Rp 250 juta subsider lima bulan kurungan. Jaksa menuntut hak memilih dan dipilih Atut dalam jabatan publik dicabut. Karena putusan tidak sampai dua pertiga dari tuntutan, Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi Abraham Samad memastikan mengajukan permohonan banding.
Atut tampak terpukul. Matanya berkaca-kaca. Pengacaranya mengatakan pikir-pikir atas vonis tersebut.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo