Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
SURABAYA
Singa KBS Mati Tergantung
Kematian masih terus membayangi satwa koleksi Kebun Binatang Surabaya (KBS). Selasa pekan lalu, Michael, singa asal Afrika, ditemukan mati tergantung di kandangnya. Leher singa berusia satu setengah tahun itu terjerat tali sling tembaga berdiameter tiga milimeter. Tali sling itu sebenarnya berfungsi sebagai penarik pintu kandang. Sehari sebelumnya, seekor gnu (wildebeest) asal Afrika bernama Dedy juga kehilangan nyawa. Menurut hasil otopsi, satwa berusia empat tahun ini mati karena kembung. Kematian keduanya mengekalkan potret buram pengelolaan kebun binatang ini.
Menurut Direktur Operasional KBS dokter hewan Liang Kaspe, kematian dua satwa ini bukan sesuatu yang aneh. Kondisi cuaca yang lembap bisa membuat satwa kembung. Sedangkan kematian Michael terjadi karena tingkahnya yang aktif. "Singa masih muda dan sehat, ya, begitu. Bukan karena kesalahan alat, itu sudah standar internasional," kata Liang, Rabu pekan lalu.
Pendapat berbeda diungkapkan Direktur Keuangan KBS Fuad Hasan. Ia menengarai kematian Michael tidak alamiah. "Kalau dilihat dari fotonya, seperti bunuh diri. Tapi mana bisa hewan gantung diri?" katanya. Untuk mendapat kepastian, ia menyerahkan kepada kepolisian. Hal serupa diungkapkan Direktur Utama KBS Ratna Achjuningrum. "Kematiannya terasa janggal," ujar Tony Sumampau, Direktur Taman Safari Indonesia, yang pernah menjadi ketua tim pengelola sementara KBS.
Kepala Satuan Reserse Kriminal Kepolisian Resor Kota Besar Surabaya AKBP Farman mengaku kesulitan menyelidiki kematian Michael. Sebab, tempat kejadian perkara tak murni lagi karena sudah dibersihkan. Apalagi mayat singa itu sudah diawetkan dengan formalin sehingga sulit diotopsi. Untuk itu, polisi berencana memeriksa Liang Kaspe dan drh Rahmat Suharta, yang mengawetkan Michael.
Agita S. Listyanti, Dewi S. Rahayu
BONDOWOSO
Legislator Gugat Gubernur Soekarwo
Gubernur Jawa Timur Soekarwo mengaku siap menghadapi gugatan yang diajukan 10 anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah Kabupaten Bondowoso ke Pengadilan Tata Usaha Negara Surabaya. Penggugatnya adalah para legislator dari Fraksi Partai Kebangkitan Nasional Ulama (PKNU) yang menolak surat keputusan pergantian antarwaktu yang dikeluarkan Soekarwo.
"Saya hanya menjalankan amanat undang-undang dan siap menghadapi gugatan," kata Soekarwo, Rabu pekan lalu. Meski ada gugatan, proses pergantian ke-10 legislator jalan terus. Rencananya, pelantikan 10 legislator pengganti akan dilakukan pada Rabu ini.
Eko Saputro, pengacara ke-10 legislator, Ahad dua pekan lalu, menyatakan surat keputusan gubernur itu cacat hukum. Sebab, dasar pergantian diusulkan oleh kepengurusan PKNU di bawah kepemimpinan Kusairi, yang dinyatakan tidak sah oleh Pengadilan Negeri Bondowoso. Sebaliknya, Saiful Bahri, legislator PKNU dari kubu Kusairi, menilai keputusan gubernur itu sah. Apalagi, sejak Juli 2013, kesepuluh legislator itu sudah dipecat oleh Pengurus Pusat PKNU. Pasalnya, mereka menjadi calon anggota legislatif dari partai lain dalam pemilihan legislatif pada 2014.
Mahbub Djunaidy, Edwin Fajerial
SURABAYA
700 Ribu Warga Tak Masuk BPJS
Sebanyak 707.305 pasien jaminan kesehatan di Jawa Timur belum bisa mendapat layanan dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS), yang mulai berjalan per 1 Januari lalu. Menurut Kepala Dinas Kesehatan Provinsi Jawa Timur Harsono, semua pasien itu akan diurus Pemerintah Provinsi Jawa Timur.
"Sementara akan dibiayai Pemerintah Provinsi Jawa Timur dalam Jamkesda (Jaminan Kesehatan Daerah)," kata Harsono setelah menerima kunjungan rombongan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di Rumah Sakit Umum dr Soetomo, Surabaya, Sabtu dua pekan lalu. Dinas mengusulkan kepada pemerintah pusat untuk memasukkan 707.305 pasien itu ke BPJS. Targetnya, mereka sudah bisa dilayani BPJS pada akhir 2014.
Direktur RS dr Soetomo, Dodo Anondo, menyatakan pihaknya akan tetap melaÂyani mereka meski belum tercakup dalam BPJS.
Agita S. Listyanti
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo