Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Angelina Sondakh Diperiksa KPK
Komisi Pemberantasan Korupsi memeriksa Angelina Sondakh, politikus Partai Demokrat, Kamis pekan lalu. Anggota Komisi Olahraga Dewan Perwakilan Rakyat itu diperiksa sebagai saksi dalam kasus suap proyek wisma atlet SEA Games Palembang.Setelah diperiksa hampir delapan jam, Angie—panggilan akrab Angelina—menolak berkomentar. Ia bungkam saat dicecar pertanyaan tentang tudingan Muhammad Nazaruddin. Dia hanya berujar, "Saya sudah diperiksa. Tanyakan saja ke KPK."
Nazaruddin, bekas Bendahara Umum Demokrat, saat menjadi buron di luar negeri, menuding Angie terlibat dalam "permainan" anggaran proyek wisma atlet di Kementerian Pemuda dan Olahraga. Tersangka kasus wisma atlet itu juga menyebutkan perihal adanya duit yang diketahui Angie bakal mengalir ke anggota Badan Anggaran DPR.
Selain terhadap Angie, KPK didesak memeriksa Ketua Umum Partai Demokrat Anas Urbaningrum, Menteri Andi Mallarangeng, dan politikus Senayan, seperti I Wayan Koster serta Mirwan Amir. Wakil Ketua KPK M. Jasin memastikan lembaganya akan menjadwalkan pemeriksaan I Wayan Koster, Mirwan, dan Anas. "Tunggu saja," ujarnya.
Ketua Badan Anggaran Melchias Mekeng mempersilakan KPK mengusut kaitan antara kasus korupsi dan manajemen Badan Anggaran. Adapun I Wayan Koster menyatakan siap memberi penjelasan ke KPK. "Dari kemarin-kemarin saya sudah siap," katanya.
Panitia Lelang KTP Elektronik Dilaporkan
Konsorsium Lintas Peruri Solusi melaporkan dua pejabat Kementerian Dalam Negeri dalam proyek kartu tanda penduduk elektronik ke Kepolisian Daerah Metro Jaya, Selasa pekan lalu. Mereka adalah ketua panitia tender proyek KTP elektronik, Drajat Wisnu Setyawan, dan pejabat pembuat komitmen Sugiarto.
Pengacara Konsorsium Lintas Peruri, Handika Honggowongso, mengatakan keduanya dilaporkan atas dugaan penipuan, penggelapan, dan penyalahgunaan jabatan. Dugaan tindak pidananya, menurut Handika, adalah panitia lelang tetap menerima uang jaminan Rp 50 juta saat konsorsium mengajukan sanggah banding. Padahal pejabat pembuat komitmen telah meneken kontrak dengan Konsorsium Percetakan Negara Republik Indonesia (PNRI) sebagai pemenang lelang. "Uang diterima pada 5 Juli. Tapi 30 Juni sudah diteken pelaksanaan pekerjaan KTP elektronik," kata Handika.
Proyek KTP elektronik merupakan proyek di Kementerian Dalam Negeri yang diikuti sejumlah konsorsium, termasuk Konsorsium Lintas Peruri dan Konsorsium PNRI. Pemenang lelang ini adalah PNRI.
Juru bicara Kementerian Dalam Negeri, Reydonnizar Moenek, menyatakan siap menghadapi laporan Konsorsium Lintas Peruri. Dia meminta konsorsium yang melaporkan masalah ini menyiapkan data, fakta, dan dokumen yang dapat dipertanggungjawabkan. Jika tidak, Reydonnizar menyatakan, Kementerian, yang telah menunjuk Hotma Sitompul sebagai kuasa hukum, akan menuntut balik. "Tunjukkan di mana, apa, siapa, dan bagaimana penyelewengan itu," kata Reydonnizar.
Kemenangan Keluarga Korban Rawagede
Perjuangan keluarga korban pembunuhan massal di Rawagede akhirnya membuahkan hasil. Pengadilan sipil Belanda di Den Haag memenangkan gugatan para janda korban peristiwa di wilayah Karawang, Jawa Barat, itu pada Rabu pekan lalu. Dalam putusannya, majelis hakim memerintahkan pemerintah Belanda membayar kompensasi untuk para janda itu.
Hakim juga mematahkan alasan pemerintah Belanda yang menyatakan kasus itu sudah kedaluwarsa karena peristiwanya terjadi 60 tahun silam. "Alasan ini tidak rasional," kata majelis hakim. Sebelumnya, pemerintah Belanda menyampaikan pernyataan penyesalannya atas pembunuhan massal itu.
Pembantaian massal terjadi pada 9 Desember 1947 saat Belanda melancarkan agresi militer pada 1947. Sebanyak 431 warga sipil dilaporkan tewas saat itu. Pemerintah Belanda awalnya menolak tuntutan keluarga korban dengan alasan sudah kedaluwarsa.
Sejarawan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia, Asvi Warman Adam, menyambut baik kemenangan tuntutan keluarga korban ini. Menurut dia, kasus Rawagede menjadi pelajaran sangat baik dalam penuntasan kasus pelanggaran hak asasi manusia di masa lalu. "Ini bisa menjadi preseden untuk mengungkap kasus HAM lainnya," ujar Asvi.
Liesbeth Zegveld, pengacara korban Rawagede, mengatakan kemenangan ini bisa berimplikasi terhadap korban pembantaian pasukan Belanda lain, termasuk korban Westerling di Sulawesi Selatan pada 1946-1947.
Pada janda korban pembantaian Rawagede pada Kamis pekan lalu meminta kompensasi yang setimpal dengan penderitaan yang mereka alami selama 64 tahun. "Apa saya dibikinin rumah? Ya, alhamdulillah," kata Cawi, 90 tahun, salah seorang janda korban. Selain Cawi, janda korban pembantaian yang menuntut kompensasi antara lain Wanti, 86 tahun, Lasmi (85), Tijeng (86), Wanti (90), dan Taswi (90).
Tersangka Surat Palsu Mengadu ke Istana
Tersangka pemalsu surat Mahkamah Konstitusi, Zainal Arifin Hoesein, meminta perlindungan hukum kepada Presiden Susilo Bambang Yudhoyono. Menurut Zainal melalui pengacaranya, kalau Presiden turun tangan, penyidikan kasus itu di Markas Besar Kepolisian RI bisa terbuka.
Pada 12 Februari 2010, Zainal mengadukan pemalsuan tanda tangannya ke Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Ketika itu, Zainal menjabat panitera Mahkamah Konstitusi. Panitia Kerja Komisi Politik Dewan Perwakilan Rakyat pun menyimpulkan Zainal tak terlibat pemalsuan. Tapi, pada 19 Agustus 2011, kepolisian memeriksa Zainal sebagai tersangka.
Pengacara Zainal, Andi Muhammad Asrun, menilai masalah ini merupakan buntut ketegangan hubungan Mabes Polri dengan Mahkamah akhir-akhir ini. Karena itulah tim pengacara juga mengadu ke Komisi Kepolisian Nasional dan Satuan Tugas Pemberantasan Mafia Hukum.
Tetap Delapan Calon Pemimpin KPK
Dewan Perwakilan Rakyat akhirnya menerima delapan nama calon pemimpin Komisi Pemberantasan Korupsi seperti yang diajukan pemerintah. Menurut Ketua DPR Marzuki Alie, kedelapan nama itu sudah diputuskan dalam rapat pemimpin DPR dan Badan Musyawarah parlemen. "Nama-nama calon sekarang sudah di tangan Komisi Hukum," kata Marzuki.
Kepastian jumlah calon ini alot diputuskan karena tiga fraksi, yakni Golkar, Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan, dan Partai Hanura, menginginkan 10 nama seperti tertera dalam undang-undang. Di sisi lain, pemerintah berkukuh tak akan menambah jumlah kandidat karena pemimpin yang dibutuhkan cuma empat. "Empat kali dua kan delapan," kata Ketua Panitia Seleksi Patrialis Akbar.
Pemerintah pada Agustus lalu menyerahkan delapan nama calon pengganti empat pemimpin KPK yang habis masa jabatannya Desember mendatang. Mereka adalah Bambang Widjojanto, Yunus Husein, Abdullah Hehamahua, Handoyo Sudrajat, Abraham Samad, Zulkarnain, Adnan Pandu Praja, dan Aryanto Sutadi. Pemerintah tak menyiapkan pengganti Ketua KPK Busyro Muqoddas karena Mahkamah Konstitusi telah memutuskan masa jabatannya sampai 2014.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo