Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Momen

6 Juli 2009 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

SBY-Boediono Pelanggar Terbanyak

Badan Pengawas Pemilihan Umum menerima laporan bahwa pasangan kandidat yang paling banyak melakukan pelanggaran adalah Susilo Bambang Yudhoyono-Boediono. Menurut laporan yang masuk hingga akhir bulan lalu, pasangan nomor urut dua itu melakukan 14 pelanggaran pidana dan 33 administratif. Pelanggaran kedua terbanyak dilakukan pasangan Jusuf Kalla-Wiranto, dengan 9 pelanggaran pidana dan 24 administratif.

Sedangkan pasangan Megawati Soekarnoputri-Prabowo Subianto melakukan 7 pelanggaran pidana dan 9 administratif. Pelanggaran pidana pasangan SBY-Boediono paling banyak berupa kampanye di luar jadwal dan menyertakan anak kecil. ”Pelanggaran administratif seperti penggunaan fasilitas pemerintah,” kata Wirdyaningsih, anggota Badan Pengawas Pemilu, Kamis pekan lalu. Sedangkan pelanggaran pidana pasangan JK-Wiranto berbentuk politik uang. Untuk pasangan Mega-Pro, pelanggaran pidana yang dominan berupa kampanye di luar jadwal.

Menurut juru kampanye pasangan SBY-Boediono, Anas Urbaningrum, pelanggaran oleh timnya masih wajar karena mereka didukung oleh 24 partai, terbanyak dibanding dua kandidat lainnya.

Prabowo Tuding Pemerintah Gadaikan Gelora

Calon wakil presiden Prabowo Subianto menuding pemerintah menggadaikan Gelora Bung Karno, Senayan, Jakarta. Dalam kampanye bersama calon presiden Megawati Soekarnoputri di Gelora Bung Karno, Selasa pekan lalu, Prabowo menyatakan rakyat tak diberi tahu stadion kebanggaan Indonesia itu sudah digadaikan. ”Sebelum Monas juga digadaikan, mari buat perubahan,” seru Prabowo di hadapan pendukungnya.

Rabu pekan sebelumnya, di Gresik, Jawa Timur, Prabowo mengatakan pemerintah menggadaikan Gelora untuk surat berharga berbasis syariah ke Qatar seharga Rp 25,9 triliun. Aset negara ini dijaminkan, kata Prabowo, akibat pemerintah defisit anggaran yang serius untuk membayar cicilan utang luar negeri. Menurut Prabowo, jika pemerintah tak mampu menebus, Gelora akan menjadi milik Qatar. Namun juru bicara Departemen Keuangan Harry Soeratin membantah tudingan Prabowo. ”Gelora Bung Karno tidak digadaikan, dijual, atau dijaminkan dalam rangka apa pun. Apalagi untuk penerbitan sukuk,” kata Harry.

Direktur Jenderal Pengelolaan Utang Departemen Keuangan Rahmat Waluyanto menyatakan, aset negara yang dijadikan jaminan adalah gedung kantor Menteri Keuangan, Gedung Pertemuan Departemen Keuangan, dan serta Gedung Pendidikan dan Latihan Departemen Keuangan. ”Suarakan kebenaran secara adil dan obyektif, demi pendidikan politik yang baik dan benar,” ujar Rahmat.

Adapun aset negara yang dijadikan underlying asset sukuk berupa tanah dan bangunan senilai Rp 2,7 triliun (358 lokasi) dan Rp 2 triliun (148 lokasi) untuk dua kali penerbitan sukuk pada 2008, serta Rp 5,5 triliun (297 lokasi) pada tahun ini.

Dana Cessie Bank Bali Dieksekusi

PT Bank Permata Tbk. akhirnya menyerahkan dana cessie alias hak tagih piutang Bank Bali senilai Rp 546,46 miliar, yang selama ini disimpannya, ke Kejaksaan Agung. ”Uang itu disetorkan ke kas negara,” kata Kepala Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan Setya Untung Arimuladi, Senin pekan lalu.

Eksekusi berdasarkan keputusan Mahkamah Agung itu butuh waktu tujuh jam. Tujuh anggota tim kejaksaan bernegosiasi dengan Direktur Legal dan Compliance Bank Permata, Herwidayatmo, serta kuasa hukum Bank Permata, Pradjoto. Sebelumnya, kejaksaan berupaya menjalankan eksekusi pada 12 Juni 2003 dan 12 Desember 2008, tapi gagal.

Pradjoto mengatakan, lamanya proses eksekusi karena persoalan teknis: tim kejaksaan tidak membawa bendahara. Ia mengatakan tak puas atas eksekusi itu. Sebab, MA dalam peradilan perdata telah menetapkan dana cessie itu milik Permata. Ini diperkuat dua fatwa MA. ”Kami akhirnya meneken surat penyerahan dana demi menghargai hukum,” kata Pradjoto.

Kisruh dana cessie Bank Bali berawal dari pencairan hak tagih piutang bank milik Rudy Ramli itu di sejumlah bank, termasuk Bank Dagang Nasional Indonesia, satu dekade lalu. Pencairan mulus berkat campur tangan PT Era Giat Prima milik Joko Tjandra, yang kemudian ditengarai berbau korupsi. Sejak kasus itu mencuat, dana ini disimpan di rekening penampungan Bank Bali, yang kemudian dilebur menjadi Bank Permata.

Menurut Herwidayatmo, Bank Permata tak akan mengalami kesulitan likuiditas setelah dana cessie ditarik. ”Rasio kecukupan modal kami masih di atas 13 persen,” ujarnya. Kuasa hukum Bank Permata, Luhut Pangaribuan, berencana mengajukan permohonan peninjauan kembali. Tapi, kata Luhut, tak tertutup kemungkinan mencari penyelesaian secara administratif dengan pemerintah. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati juga memastikan eksekusi itu tidak menggoyahkan kinerja keuangan Permata.

Vonis Danny Setiawan

Pengadilan Tindak Pidana Korupsi menghukum Danny Setiawan penjara empat tahun dalam kasus pengadaan mobil pemadam kebakaran dan alat berat, Selasa pekan lalu. Pengadilan juga memvonis hukuman yang sama kepada Kepala Biro Perlengkapan Wahyu Kurnia dan Kepala Divisi Kebudayaan Pariwisata Ijuddin Budhyana.

Danny bersalah karena telah menandatangani surat izin penunjukan langsung pengadaan branwir, traktor, dan ambulans. Bekas Gubernur Jawa Barat ini menerima sogokan Rp 2,55 miliar dari perusahaan penyedia alat. Sedangkan Wahyu Kurnia kecipratan Rp 1,6 miliar dan Ijuddin Rp 385 juta. ”Terdakwa tak melakukan prosedur pengadaan,” kata hakim I Made Hendra.

Kasus pengadaan branwir ini menyeret sejumlah kepada daerah. Komisi Pemberantasan Korupsi menetapkan status tersangka Wali Kota Medan dan wakilnya Abdillah dan Ramli, Wali Kota Makassar Baso Amirudin Maula, serta bekas Gubernur Riau Saleh Djasit. Tersangka lain adalah kepala proyek pengadaan di Kalimantan Timur Ismed Rusdani, Direktur PT Istana Sarana Raya Hengky Samuel Daud, serta bekas Direktur Jenderal Otonomi Daerah Oentarto Sindung Mawardi. Kasus ini mengakibatkan kerugian negara Rp 72 miliar.

Biaya Haji Terindikasi Korupsi

Indonesia Corruption Watch mengumumkan temuan dugaan korupsi Rp 1,27 triliun pada penyelenggaraan ibadah haji tahun lalu. Sebanyak Rp 1,02 triliun berupa pembengkakan biaya penerbangan dan sekitar Rp 250 miliar pada biaya operasional selama di dalam negeri dan di Arab Saudi. ”Ada indikasi manipulasi laporan biaya haji secara sistematis,” kata Firdaus Ilyas, Koordinator Data dan Informasi Indonesia Corruption Watch, Jumat pekan lalu.

Menurut Firdaus, ongkos naik haji tahun 2008 seharusnya turun dibanding tahun sebelumnya. Ini karena harga minyak mentah pada 2008, yang mempengaruhi biaya avtur pesawat, turun menjadi US$ 68 per barel. Sebelumnya harga minyak mentah mencapai US$ 110,2 per barel. ”Biaya ongkos pesawat seharusnya turun 37,7 persen,” katanya.

Pemerintah diminta mengembalikan selisih biaya penerbangan kepada sekitar 200 ribu jemaah. Sekretaris Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Ghafur Djawahir dalam sebuah kesempatan mengatakan penghitungan biaya haji oleh pemerintah dengan pihak lain bisa saja berbeda.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus