SUATU ketika Ibn Sina hendak salat subuh. Dokter yang juga seorang filsuf besar muslim di abad ke-11 ini minta tolong pada khadam-nya untuk mengambilkan air wudu. Karena udara di luar amat dinginnya, pembantu itu menawar akan mengambilkan air setelah hari terang. Maka, kata Ibnu Sina, "Engkau pernah mengatakan aku lebih hebat daripada Nabi. Tapi buktinya engkau berani menolak permintaanku. Bandingkan dengan muazin itu, tanpa menghiraukan udara dingin yang mencucuk, ia keluar rumah menuju ke menara masjid untuk mengumandangkan azan yang diperintahkan oleh Nabi yang tidak pernah ia jumpai." Dialog ini menggambarkan perbedaan seorang Nabi dengan manusia biasa. Betapapun hebat dan pintarnya manusia biasa, ia tak bisa dibandingkan dengan Nabi. Sebab, "segala gerak gerik Nabi sejalan Quran," kata H.M.H. Al Hamid Al Husaini, penulis buku Riwayat Kehidupan Nabi Besar Muhammad saw, yang menjadi pembicara dalam sebuah seminar sehari tentang pribadi Nabi Muhammad saw., Sabtu pekan lalu. Seminar di Hotel Indonesia, Jakarta, itu diselenggarakan oleh Yayasan Alternatif, Bogor. Kehadiran Nabi 14 abad yang silam menurut Al Hamid Al Husaini, sebagai rasul utusan Allah untuk menyampaikan kebenaran agama-Nya, untuk menyelamatkan manusia. Dan selain sebagai rasul, Beliau pun bertindak sebagai politikus, panglima perang, ilmuwan, bapak, tetangga, sahabat. Dengan kata lain, Nabi adalah contoh teladan bagi umatnya. Beliau memiliki sifat-sifat kesempurnaan melebihi semua manusia. Inilah sebuah seminar, sebagaimana kata Jalaluddin Rachmat, pembicara yang lain, yang mencoba mengungkapkan sukses Nabi Muhammad saw. dalam kepemimpinannya. Sukses itu, kata cendekiawan muslim ini, tidak lepas dari bagaimana Rasulullah bersikap, bertindak, dan berkata dalam hubungan antarmanusia. Jelasnya, bagaimana Nabi bergaul dengan sahabat, tetangga, dan keluarganya. Jalaluddin bertutur, mengutip kisah Anas bin Malik, salah seorang sahabat yang pernah menjadi khadam Rasulullah saw. "Aku menjadi pelayan Nabi sepuluh tahun. Belum pernah ia mengecamku, belum pernah memukulku satu pukulan pun tak pernah membentakku atau bermuka masam padaku. Bila aku malas melakukan yang diperintahkannya, ia tidak memakiku." Dan soal bertetangga? Pada suatu hari seseorang berkata: "Ya Rasulullah, si Fulan banyak melakukan salat, sedekah, dan berpuasa. Tapi ia menyakiti tetangga dengan lidahnya." Rasulullah berkata, "Perempuan itu di neraka." Lelaki itu meneruskan pertanyaannya: Fulan yang lain sedikit salatnya, sedikit puasanya, dan sedikit sedekahnya, tapi ia tak pernah menyakiti tetangganya. "Perempuan ini di surga," jawab Nabi. Dan Rasulullah pun bersabda, "Tolonglah tetanggamu ketika ia minta tolong berilah ia pinjaman ketika minta pinjaman kunjungilah dia bila sakit ucapkan selamat bila ia memperoleh kebaikan sampaikan takziyah bila ia mendapat kemalangan antarkan jenazah bila ia mati janganlah kamu tinggikan bangunan rumahmu sehingga menghalangi udara ke rumahnya kecuali dengan izinnya dan jangan kamu sakiti dia dengan bau masakanmu kecuali engkau berikan sebagian padanya." Bahkan pada sahabat yang berbuat jahat, Nabi tetap berusaha membawanya ke jalan yang benar. Tentang Abdullah bin Ubay, umpamanya, yang sering memfitnah. Bahkan Abdullah pernah menjalin hubungan dengan musuh Nabi untuk melawan Rasulullah. Maka, satu hari tersiar kabar, Rasulullah menetapkan agar Abdullah dibunuh. Datanglah anak Abdullah menghadap Nabi. "Ya Rasulullah, ada kabar Anda ingin membunuh ayahku atas kesalahannya. Jika benar, limpahkanlah tugas ini padaku. Aku berjanji akan membawa kepalanya ke hadapanmu. Bila tugas itu dilakukan oleh orang lain, aku akan kalap membalasnya. Akhirnya aku jadi pembunuh seorang mukmin. Aku takut masuk neraka." Ternyata Nabi sama sekali tak memutuskan untuk membunuh Abdullah bin Ubay. Malahan, ketika sahabat itu meninggal, Nabi memberikan bajunya untuk kafan. Lalu, tanpa memperhatikan hal lain, Rasulullah menunggu pemakaman Abdullah. Beberapa kali Umar bin Khatab berusaha mencegahnya dengan menyebutkan ayat ini: "Kamu mohonkan ampun bagi mereka atau tidak, bagi mereka sama saja. Meskipun kamu memohonkan ampun bagi mereka tujuh puluh kali, Allah tidak akan memberikan ampun pada mereka." (Quran, Surat At Taubah ayat 80). Jawaban Nabi: "Seandainya aku tahu bahwa dengan lebih dari tujuh puluh istigfar ia akan mendapatkan ampunan, maka aku pasti akan menambahkannya...." Memang, kata Dr. Abbas Mahmud Al Aqqad, seorang ulama besar di Mesir, jiwa dan tabiat Nabi penuh persahabatan, penuh rahmat, dan bijaksana. Contoh lain dalam soal ini terlihat sewaktu Nabi menaklukkan Mekah. Tidak satu pun mereka yang pernah melakukan kejahatan terhadap Nabi dan keluarganya dibunuh atau dicederainya. Banyak teladan yang bisa dipungut dari pribadi Rasulullah. Tapi melukiskan akhlak Rasulullah saw. bukanlah pekerjaan yang mudah, kata Jalaluddin. Julizar Kasiri, Wahyu Muryadi (Jakarta), Hasan Syukur (Bandung)
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini