Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Politik

Ngalor-ngidul bulaksumur

Diadakan seminar ekonomi pancasila di bulaksumur dalam rangka ulang tahun ke-26 fe-ugm. topiknya pengkajian teori ekonomi pancasila. seminar ini banyak diminati walaupun tempatnya terbatas.

26 September 1981 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

EKONOMI Pancasila ternyata masih menjadi "isu" yang laris. Lebih dari 200 orang akhir pekan lalu bersedia membayar Rp 5.000 per orang untuk bisa hadir dalam Seminar Ekonomi Pancasila di Bulaksumur, Yogyakarta. Seminar selama sehari penuh itu diadakan dalam rangka ulang tahun ke -26 Fakultas Ekonomi Universitas Gadjah Mada. "Lebih dari seratus peminat lain terpaksa kami tolak karena terbatasnya tempat," ujar seorang anggota panitia. Membanjirnya minat juga terlihat dari datangnya belasan makalah para penyumbang yang tak bisa dibacakan. Toh tidak semua undangan akhirnya hadir dalam seminar 19 September itu. Besarnya minat itu bisa dimaklumi. Setahun telah berlalu sejak Fakultas Ekonomi UGM menyelenggarakan seminar yang hasilnya dibukukan dengan judul Ekonomi Pancasila. Sejak itulah istilah dan konsep Ekonomi Pancasila seakan dianggap "hasil karya" Fakultas Ekonomi UGM, walau sebenarnya istilah itu sebelumnya sudah dipakai banyak pihak lain. Buku Ekonomi Pancasila, ditambah berbagai ceramah dari para penganjurnya seperti Prof. Dr. Mubyarto, Dr. Dibyo Prabowo dan Dr. Boediono, ternyata telah menimbulkan gelombang diskusi yang ramai (TEMPO 1 Agustus 1981). Bahkan Presiden Soeharto dalam pidato kenegaraannya 15 Agustus lalu sempat menyinggung masalah Ekonomi Pancasila ini. Kepala Negara antara lain mengingatkan agar dalam memikirkan Ekonomi Pancasila ini jangan bertolak dari paham lain di luar Pancasila dan UUD 1945 agar tidak "tersesat jalan". Setelah setahun, bagaimana perkembangan dan pengkajian teori dan sistem Ekonomi Pancasila. Masalah yang menarik ini dijadikan topik pertama dalam seminar dengan judul Retrospeksi dan refleksi mengenai Pengkajian Ekonomi Pancasila. Para pemrasarannya Frans Seda, Hidayat Nataatmadja, Sarino Mangunpranoto dan Mubyarto. Walau mengakui lebih banyak orang kini memahami Ekonomi Pancasila, bermacam sorotan dan kecaman tentang konsep ini rupanya dianggap timbul dari masih adanya kekurangpengertian dan kesalahpahaman, hingga banyak makalah yang berusaha meluruskan ini. Mubyarto misalnya berbicara mengenai dilema yang dihadapi para ilmuwan dalam membicarakan konsep Ekonomi Pancasila. "Di satu pihak kita akan terpaksa berbicara mengawang, mimpi dan hanya menyentuh kulit bila membicarakan tujuan, norma, dasar filsafat dan nilai-nilai sistem Ekonomi Pancasila," ujar Mubyarto. Namun, kata Mubyarto, bila berbicara soal cara dan tindakan, para ilmuwan harus menyentuh kebijaksanaan dan keadaan nyata sekarang "yang mau tidak mau membawa kita ke arah mencari kekurangan, kelemahan dan ketidaksempurnaan manusia, lembaga-lembaga ekonomi dan pemerintah yang harus diperbaiki." Columbus Masalah itulah yang dianggap Mubyarto dkk salah satu "hambatan psikologis" dalam usaha menemukan cara dan tindakan menuju sistem ekonomi Pancasila. Kesulitannya "Kebudayaan bangsa kita kurang memberikan tempat pada kritik lugas yang bertugas mencari dan mengenali kelemahan dan kekurangan," tegas Mubyarto. Apakah kesimpulan itu dicapai para penganjur Ekonomi Pancasila setelah belakangan ini makin banyak kecaman terhadap konsep mereka? Karena konsep mereka dianggap "bertentangan" atau "menyaingi" strategi yang sedang berlaku? Frans Seda misalnya, tatkala menyinggung kaitan strategi sistem ekonomi Pancasila dengan strategi pembangunan yang dilaksanakan saat ini menganggap "tidak perlu ada konfrontasi, sebab strategi yang berlaku dewasa ini cukup luwes dan demikian banyak jalur-jalurnya." Konfrontasi itu rupanya memang ingin dihindarkan Mubyarto dkk. Itu tampak dari ucapan Dibyo Prabowo, dosen FE-UGM yang merupakan salah satu penganjur Ekonomi Pancasila. "Diskusi soal Ekonomi Pancasila mirip permainan sepakbola. Kami sudah menendang bola pertama dan biarlah sekarang bola itu dioper orang lain. Ekonomi Pancasila bukan monopoli Gama (Gadjah Mada). Kalau ada orang yang ingin mengembangkan lebih lanjut, silakan," katanya dengan nada rendah. Sikap yang sam juga terlihat pada Mubyarto sendiri. Seraya mengutip Columbus yang membuktikan bahwa dunia berbentuk bulat, ia secara tidak langsung mengemukakan pandangannya "Kelihatannya yang satu ngalor (ke utara), yang satu (ke selatan) tapi akan bertemu juga pada tempat yang sama." Hingga, kata Mubyarto "tergantung pada bagaimana kita percaya pada tujuan yang akan kita capai. Terserah pada yang bersangkutan untuk memakai taktik dan strategi apa dalam mencapai tujuan masyarakat adil dan makmur." Dilihat dari jumlah peserta serta ketekunan mercka, seminar yang menelan biaya sekitar Rp 3 juta ini boleh dibilang cukup berhasil. Cukup banyak ahli dari berbagai bidang ilmu yang dilibatkan, setelah disadari pengkajian Ekonomi Pancasila harus bersifat interdisipliner. "Selesainya seminar ini tidak berarti semua pertanyaan tentang Ekonomi Pancasila bisa terjawab. Namun paling tidak sudah menunjukkan wahana komunikasi antara pemerintah, ilmuwan, masyarakat dan praktisi," Dr. Soetatwo Hadiwigeno, Dekan FE-UGMI menyimpulkan waktu menutup seminar. Salah satu ketidakberhasilan yang menyolok adalah diskusi Peranan Etika dalam Ekonomi Pancasila yang meleset dari tujuan yang ingin dicapai. Banyak makalah yang ternyata kurang kena dengan topiknya. Setelah seminar ini apa? "Kami tidak punya rencana jangka dekat. Hasil seminar ini akan kami bukukan. Setelah itu? Saya mengharapkan kami akan tidak terlalu sibuk lagi," jawab Mubyarto.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus