PEMBUNUH itu anak seorang pelacur. Kita tak akan pernah tahu
kenapa ia, Jack Abbot, harus dilahirkan ke dunia ini, di tahun
1944 di Michigan, AS. Tak ada yang merawatnya. Ia hanya dikirim
ke panti asuhan, sampai umurnya jadi 9.
Pada umur 9 itu ia dikirim ke pusat perawatan anak-anak nakal.
Pada umur 12 ia harus masuk sekolah perbaikan perilaku. Pada
umur 18 ia ke luar. Tapi enam bulan kemudian ia mencicipi
hukuman penjaranya yang pertama. karena cek kosong. Di penjara
itu ia membunuh seorang napi yang lain.
Sejak itu, sejak umurnya 21, hidup baginya hama permusuhan
dengan siapa saja, yang berdiri dingin di hadapannya. Di tahun
1971 ia minggat. Ia merampok bank. Ia ditangkap. Lalu
dipenjarakan lagi. Tahukah anda berapa lama dalam hidupnya
sebagai orang dewasa Jack Abbot mengenal alam di luar bui?
Hanya 9« bulan.
"Belum pernah aku," tulisnya dalam spucuk surat, "selama hampir
20 tahun, punya kontak badan dengan manusia Iain kecuali dalam
perkelahian, dalam thdak pergulatan, kekerasan".
Anehnya, surat-suratnya -- ada barang 1.000 pucuk yang
dikirimkannya kepada sastrawan termasyhur Norman Mailer -- bisa
mempesona. Surat-surat itulah yang kemudian diterbitkan oleh
penerbit terkenal Random House den an judul In the Belly of the
Beast (Dalam Perut Sang Binatang), Juli yang lalu. Tulis Terence
Des Pres, yang meresensi buku Abbot itu untuk majalah New York
Times Book Review: "Suaranya tak seperti suara orang lain,
bahasa nya mata pisau yang tajam..."
Jack Abbot, pembunuh, anak pelacur, narapidana dari
penjara-penjara tersohor, memang meradang. Ia bercerita
lagaimana selama 14 tahun ia dikunci alam sel terpisah. Kadang
berminggu-minggu ia disekap dalam gelap yang begitu pekat hingga
ia hanya melihat sina jrstru tatkala matanya ia pejamkan "Bila
kusentuh mataku, keduanya pun meledak dalam cahaya, dalam
curahan kilauan yang putih".
Ia juga bercerita bagaimana ia pernah 6 bulan dikurung dalm
kelaparan, dan hanya tertolong oleh kacoak tiap kali mendekat,
binatang itu ditangkapnya, lalu diremukkannya dalam roti dan
ditelannya seperti pil.
Dalam Perut Sang Binatang. Kiasan itu seperti dongeng, tapi ia
bukan dongeng. Dalam praktek, di sana para penjaga--orang-orang
bebas yang mengontrol orang-orang yang tak bebas--bisa berbuat
apa saja. Meludahi mukamu. Menginjakmu. Merantaimu ke tembok
lalu memukulimu sampai pingsan. Dan pada akhirnya, memaksamu
untuk membunuh.
"Pernahkah kau lihat seorang yang putus asa lantaran ia tak bisa
memaksa dirinya untuk membunuh?" tanya Jack Abbot. Membunuh,
dalam penjara, adalah cara untuk memperoleh rasa takut orang
lain --bekal untuk bisa selamat.
Jika arti kekerasan adalah seperti itu, apakah arti hidup? Hidup
berarti satu tubuh dengan sepasang paru-paru: yang kiri berisi
bisa ular dan yang kanan hanya nanah dari luka menahun.
Orang yang mendengar suara Abbot yang menggeletar pun
menyimpulkan bahwa itulah suara orang yang disiksa, bukan orang
yang tersiksa. Pengarang Norman Mailer menyebut Abbot "heroik"
dan menjadikannya semacam contoh si terinjak.
Dan buku In the Belly of tbe Beast dapat sambutan hangat. Lalu
atas nama segala yang baik orang mengusahakan agar Abbot ditahan
di luar. Yang berwajib meluluskan. Sang napi-yang
jadi-tokoh-sastra itu pun dielu-elukan di dunia bebas -- sampai
pada suatu subuh yang terlampau cepat.
Pagi itu, sebulan setelah bebas, Abbot masuk restoran yang buka
24 jam, bersama dua cewek terpelajar yang menjadi pengagumnya.
Ia ingin ke kamar kecil. Sang penjaga, seorang anak muda, tak
bisa memberinya izin karena itu dilarang peraturan. Abbot pun
berkata lirih mengajak pemuda itu ke luar sebentar. Anak muda
itu mau. Di sana Abbot menghunjamkan sebilah belati ke dadanya.
Lalu Jack, pembunuh itu, menghilang, dan kita--terus terang-tak
tahu betul siapa. yang harus kita bela.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini