DUA buah pabrik sepatu merek Nike yang berlokasi di Tangerang, Jawa Barat, bagai oase. Di situ hak-hak buruh cukup diperhatikan, sejak hari pertama mereka bekerja. Bagi Siti Hartati Cakra Murdaya, Presiden Direktur PT Hardaya Aneka Shoes Industry (HASI), mendirikan pabrik berarti membuka lapangan kerja dan mendidik orang. Bersama saudara kandungnya, yaitu PT Nagasakti Paramashoes Industry, PT HASI adalah anak perusahaan PT Cipta Cakra Murdaya, dua di antara enam pemasok untuk sepatu merek Nike di Indonesia. "Mereka yang tidak diterima di perusahaan lain, karena tidak punya keahlian, saya terima di sini," kata Hartati. Buruh yang keahliannya nol dididik menjahit sepatu selama tiga bulan. Meskipun belum produktif mereka sudah digaji Rp 1.750 per hari, ditambah uang transpor Rp 300 per hari plus makan siang. Selain itu, mereka juga diikutsertakan dalam program asuransi tenaga kerja Astek. HASI, yang melangkah sejak 1989, mempekerjakan 5.000 buruh, sedang PT Nagasakti, yang beroperasi mulai 1990, punya 4.000 buruh. Mereka menerapkan sistem padat karya dengan upah buruh yang berpengalaman Rp 2.500 sampai Rp 4.000/hari plus uang transpor Rp 300/hari, makan siang, dan Astek. Upah tersebut masih ditambah dengan beberapa insentif. Misalnya, jika hadir terus-menerus, mereka mendapat premi Rp 5.000 pada akhir bulan. Mereka juga mendapat uang lembur yang besarnya meningkat sesuai dengan lamanya lembur. Perhitungannya, jam pertama Rp 450, jam kedua Rp 1.050, dan seterusnya. Bagi buruh yang pekerjaannya berat, ada telur, susu, kopi, kacang hijau, roti. Katering di dua pabrik itu diperuntukkan bagi 2.500 orang dan dilayani oleh empat perusahaan. Satu di antaranya dikelola oleh karyawan pabrik. Suasana kerja di kedua pabrik sangat akrab, gembira, dan meriah. Ada musik rock, tak terkecuali dangdut. Yang paling diperhatikan oleh Hartati, presiden direkturnya, ialah kebersihan WC. Para buruh di PT Sanggar Sarana Baja (SSB) di Kawasan Industri Pulogadung, Jakarta, juga mendapat perlakuan lumayan. Tulang punggung anak perusahaan PT Trakindo yang memproduksi perlengkapan alat-alat berat ini adalah direct labors yang berjumlah 310 orang, 70% dari jumlah semua buruh. Berdiri sejak 1977, sampai tahun lalu pabrik ini meraup laba Rp 3,2 milyar, sementara target transaksi tahun ini direncanakan Rp 13,2 milyar. Itu sebabnya Anton Kosim, direktur SSB, berusaha menjaga gairah kerja para buruhnya dengan memberikan kesejahteraan yang memadai. Selain menerima gaji dan uang lembur, para buruh mendapat tunjangan kesehatan Rp 17.000/bulan -- sakit atau tidak. Biaya perawatan di rumah sakit diganti 80%. Dalam pabrik, para buruh diasuransikan melalui Astek, di luar lewat Union Far East. Ada beberapa tunjangan. Tunjangan Lebaran sebesar satu kali gaji. "Uang duka" bagi keluarga buruh yang meninggal dan "uang suka" bagi yang menikah jumlahnya masing-masing Rp 50.000. Belum lagi insentif prestasi yang besarnya disesuaikan setiap tahun. Tiap hari ada jatah susu segar 1/4 liter. Sebagian besar buruh pegawai tetap, beberapa dikontrak. "Dengan buruh sekitar 450 orang, saya merasa perlu membentuk SPSI," ujar Anton. "Itu memudahkan komunikasi." Budiman S. Hartoyo, Nunik Iswardhani
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini