Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

politik

Rasuah Pejabat di Proyek Jalan Kalimantan Timur

KPK menyelisik dugaan keterlibatan pejabat lain dalam proyek jalan di Kalimantan Timur. Proyek barang dan jasa rawan dikorupsi.

25 November 2023 | 00.00 WIB

Image of Tempo
Perbesar

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Poin penting

  • KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus proyek jalan nasional di Kalimantan Timur.

  • Modusnya, pemberian fee atau komisi setelah menang tender.

  • Korupsi di sektor ini sulit dicegah, meski sudah menggunakan teknologi digital dalam seleksinya.

JAKARTA — Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Johanis Tanak mengatakan tim penyidik akan menyelisik dugaan keterlibatan pejabat negara lain dalam kasus proyek jalan nasional di Kalimantan Timur. ”Kami tak akan mengabaikan. Kalau memenuhi kualifikasi, apakah menerima suap atau gratifikasi, kami segera melakukan tindakan hukum,” ujar Johanis dalam keterangan pers di kantornya pada Sabtu dinihari, 25 November 2023.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Tim penyidik saat ini baru melakukan pemeriksaan awal dalam kasus proyek jalan di Kalimantan Timur tahun anggaran 2023, sehingga belum banyak mendapatkan informasi. Tapi, Johanis menegaskan, tim penyidik akan mendalami ada-tidaknya keterlibatan pejabat lain dan modusnya.

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

KPK menetapkan lima tersangka dalam kasus proyek jalan nasional di Kalimantan Timur. Mereka adalah Rahmat Fadjar, Kepala Satuan Kerja Balai Besar Pelaksana Jalan Nasional (BBPJN) Kalimantan Timur tipe B; Riado Sinaga, pejabat pembuat komitmen (PPK) pada Pelaksana Jalan Nasional Wilayah 1 Kalimantan Timur; Abdul Nanang Ramis, pemilik PT Fajar Pasir Lestari; Hendra Sugiarto, staf PT Fajar Pasir Lestari; dan Nono Mulyatno, selaku Direktur CV Bajasari.

Kelima tersangka tersebut ditahan selama 20 hari ke depan dan bisa diperpanjang untuk kepentingan penyidikan. Penahanan terhitung mulai 24 November sampai 13 Desember 2023 di rumah tahanan KPK.

Hal ini bermula dari operasi tangkap tangan tim penyidik KPK pada Kamis, 23 November 2023. Operasi ini bermula dari informasi yang diterima KPK dari masyarakat bahwa akan ada penyerahan uang yang melibatkan penyelenggara negara dalam proyek jalan di Kalimantan Timur.

Dalam operasi itu, KPK awalnya menyelidiki keterlibatan 11 orang. Mereka adalah Nono Mulyatno, Abdul Nanang Ramis, Hendra Sugiarto, Rahmat Fadjar, dan Riado Sinaga. Adapun enam orang lainnya adalah Angga, selaku staf pejabat pembuat komitmen (PPK); Budi, sopir Rahmat Fadjar; dan beberapa staf PT Fajar Pasir Lestari, yakni Ayu Andilla, Sari, Mila, dan Budiono.

Tim KPK kemudian menyelidiki dan mendapatkan bukti permulaan yang cukup. KPK lalu menaikkan status perkara ke tahap penyidikan dan menetapkan lima tersangka. Mereka adalah Nono, Abdul, Hendra, Rahmat, dan Riado. Dalam operasi itu, KPK menyita barang bukti uang Rp 525 juta. Uang tersebut merupakan sisa dari janji sebesar Rp 1,4 miliar.

Kantor Balai Besar Pelaksanaan Jalan (BPJN) Kalimantan Timur di Balikpapan Selatan, Kalimantan Timur. ANTARA/Novi Abdi

Lalu Johanis Tanak menjelaskan konstruksi kasus ini. Dia menuturkan, Unit Pelaksana Teknis (UPT) BBPJN Kalimantan Timur memiliki tanggung jawab dalam penyelenggaraan jalan nasional di Kalimantan Timur. Lingkup proyek jalan tersebut mencakup kawasan di Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara.

Ada dua proyek jalan nasional yang sudah dianggarkan melalui Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Proyek pertama untuk peningkatan jalan Simpang Batu-Laburan di Kabupaten Paser dengan nilai Rp 49,7 miliar. Proyek kedua untuk jalan Kerang-Lolo-Kuaro, salah satu desa di Paser, dengan nilai Rp 1 miliar. Rahmat Fadjar ditunjuk sebagai kepala satuan kerja BBPJN Kalimantan Timur tipe B. Adapun Riado Sinaga ditunjuk sebagai PPK proyek.

Untuk bisa memenangi proyek itu, Johanis melanjutkan, penyedia pengadaan barang dan jasa, yakni Nono Mulyatno, Abdul Nanang Ramis, dan Hendra Sugiarto, diduga melakukan pendekatan kepada Riado. Ketiganya berjanji akan memberikan sejumlah uang bila diberikan proyek tersebut. "Kemudian Riado menyampaikan hal itu kepada Rahmat. Dan Rahmat setuju," ujar Johanis.

Johanis mengatakan, Rahmat disebut akan mendapatkan fee sebesar 7 persen dari nilai proyek. Sedangkan Riado disebut mendapatkan 3 persen dari nilai proyek. Singkat cerita, Rahmat kemudian meminta Riado memenangkan perusahaan Nono, Abdul, dan Hendra. Caranya adalah memanipulasi beberapa item yang ada di aplikasi E-Katalog Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP).

Sekitar Mei 2023, Nono, Abdul, dan Hendra mulai menyerahkan uang secara bertahap yang bertempat di kantor BBPJN Kalimantan Timur. Nilai uang itu mencapai Rp 1,4 miliar. "Dan digunakan di antaranya untuk acara Nusantara Sail 2023," ujar Johanis.

Atas perbuatannya, tersangka Nono, Abdul, dan Hendra sebagai pihak pemberi disangkakan melanggar Pasal 5 ayat 1 huruf a atau b atau Pasal 13 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Adapun terhadap tersangka Rahmat dan Riado sebagai pihak penerima disangkakan melanggar Pasal 12 huruf a atau b atau Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 juncto Pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.

Petugas Komisi Pemberantas Korupsi (KPK) menunjukan barang bukti hasil operasi tangkap tangan (OTT) terkait dugaan suap kasus proyek jalan nasional di Kalimantan Timur, di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, 25 November 2023. TEMPO/Magang/Joseph

Pengadaan Barang dan Jasa Rawan Dikorupsi

Menanggapi hal ini, Herdiansyah Hamzah, peneliti Pusat Studi Anti-Korupsi (Saksi) di Fakultas Hukum Universitas Mulawarman (Unmul), mengatakan, dalam pengadaan barang dan jasa memang rawan terjadi korupsi. Menurut dia, anggaran pengadaan dan perputaran uang dalam anggaran daerah dari pusat melalui APBN ditengarai paling mudah untuk dimainkan.

Selain itu, modus korupsi dalam pengadaan barang dan jasa beragam. Modus itu, Herdiansyah mengatakan, antara lain dugaan manipulasi spesifikasi barang, kenaikan harga atau mark-up secara tidak wajar, pengadaan fiktif, keterlambatan pekerjaan yang belum diterima, serta pembayaran yang melebihi batas wajar. "Karena modus yang beragam itu, ruang korupsinya juga terbuka lebar. Apalagi jika proses tender atau lelang dimainkan. Makin sempurna korupsi dalam pengadaan barang dan jasa," ujar Herdiansyah saat dihubungi Tempo, kemarin.

Herdiansyah juga menilai pengawasan dari hulu ke hilir dalam proyek ini cenderung lemah. Biasanya pengawasan cukup ketat di awal, tapi mengendur saat proyek berlangsung. Kondisi ini diperparah dengan kurangnya koordinasi antara tim internal maupun tim eksternal yang ada di lapangan.

Menurut dia, setelah penetapan Ibu Kota Nusantara (IKN) di Kalimantan Timur—berlokasi di kawasan Kabupaten Paser dan Kabupaten Penajam Paser Utara—pasti akan muncul banyak proyek pengadaan barang/jasa berupa infrastruktur. Dengan banyaknya pengerjaan proyek infrastruktur, kata Herdiansyah, harus ada peningkatan sistem pengawasan.

Hal senada disampaikan Peneliti Pusat Studi Antikorupsi (Pukat) Universitas Gajah Mada, Zaenur Rohman. Menurut dia, pengadaan barang dan jasa memang menjadi sektor yang paling rawan terjadinya korupsi. Berdasarkan penyelidikan oleh tim penyidik KPK, dalam pengadaan barang dan jasa paling rawan terjadi korupsi karena nilai proyek besar dan ada iming-iming fee sebagai komisi proyek.

Zaenur menjelaskan, korupsi pengadaan barang dan jasa biasanya berbentuk suap atau gratifikasi. Dalam bentuk suap, penyedia barang dan jasa dalam presentasi pemaparan proyek biasanya mengajukan besaran fee dari nilai kontrak. Besaran fee itu juga bisa diberikan dari keuntungan sebagai balas jasa karena telah diberikan proyek.

"Seakan-akan tidak ada kecurangan pengadaan dan semua dilakukan normal. Tapi ada pemberian hadiah atau janji yang tak dilaporkan dalam 30 hari setelah para pejabat menerimanya," kata Zaenur kepada Tempo, kemarin. “Sehingga sudah bisa dikategorikan sebagai suap.”

Zaenur menilai korupsi di sektor ini sulit dicegah, meski sudah menggunakan teknologi digital dalam seleksinya. Menurut dia, peluang korupsi tetap masih bisa terjadi. "Sudah ada tender yang dilakukan secara elektronik. Tapi selalu ada jalan untuk melakukan kejahatan," ujarnya.

Penggunaan teknologi tak ampuh karena penyedia barang dan jasa sudah bersekongkol dengan pihak pemberi jasa. Pemberi jasa ditengarai sudah bisa mengatur pihak yang akan dimenangkan dan pihak lain yang diposisikan untuk kalah untuk mendapatkan proyek pengadaan barang dan jasa. Caranya, dari beberapa perusahaan yang ikut tender, ada perusahaan yang dikalahkan dengan alasan tak memenuhi persyaratan atau sengaja dibuat syarat lain yang lebih sulit sehingga gagal tender.

Menurut Zaenur, dibutuhkan pengawasan ketat untuk mencegah hal tersebut terjadi. Pengawasan bisa dimulai di lingkup pejabat kuasa pengguna anggaran (KPA). Sebab, di lingkup tersebut, banyak orang yang menitipkan para pemenang tender proyek. Padahal tender seharusnya dilakukan independen dan diawasi oleh unit pelaksanaan pengawasan. "Problem pengawasan masih sangat serius," ujarnya. Zaenur juga mendesak tim penyidik mendalami keterlibatan pihak lain. Sebab, ada kemungkinan uang ini juga mengalir ke berbagai pihak. "Harus terus dikembangkan."

HENDRIK YAPUTRA

Image of Tempo
Image of Tempo
Berlangganan Tempo+ untuk membaca cerita lengkapnyaSudah Berlangganan? Masuk di sini
  • Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
  • Akses penuh seluruh artikel Tempo+
  • Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
  • Fitur baca cepat di edisi Mingguan
  • Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo
Lihat Benefit Lainnya
Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus