Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Pendidikan

Organisasi Lingkungan Hidup Buka Suara Soal Jokowi Izinkan Ormas Keagamaan Kelola Tambang

Ormas keagamaan diminta tak berbisnis tambang untuk menghindari konflik sosial dan ikut mencegah kerusakan lingkungan.

5 Juni 2024 | 09.22 WIB

Image of Tempo
Perbesar
Ilustrasi pertambangan. Shutterstock

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

TEMPO.CO, Jakarta - Presiden Joko Widodo atau Jokowi meneken Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 25 Tahun 2024 tentang perubahan atas PP Nomor 96 Tahun 2021 tentang Pelaksanaan Kegiatan Usaha Pertambangan Mineral dan Batu Bara pada Kamis, 30 Mei 2024. Pasal 83A ayat (1) peraturan baru itu mengizinkan organisasi masyarakat atau ormas keagamaan bisa mengelola Wilayah Izin Pertambangan Khusus (WIUPK).

Perubahan aturan tersebut memantik pro dan kontra di masyarakat. Ada yang menyambut baik peraturan baru tersebut, ada pula yang menentangnya.

Organisasi lingkungan hidup Jaringan Advokasi Tambang atau Jatam mendesak ormas keagamaan menolak konsesi tambang yang diberikan oleh pemerintah. Jatam menilai tambang belum tentu dapat mendorong kesejahteraan ormas keagamaan. 

“Pertambangan itu padat modal dan padat teknologi. Ekonomi tambang sangat rapuh, tidak berkelanjutan, rakus tanah dan rakus air,” kata Jatam dalam siaran pers yang diterima di Jakarta pada Senin, 3 Juni 2024.

Jatam menilai pengesahan peraturan lima bulan menjelang Pilkada Serentak 2024 memuluskan jalan ormas keagamaan untuk berbisnis tambang. Jatam menganggap hal ini sebagai otak-atik regulasi dan berpotensi menjadi utang sosial dan ekologis pemerintahan berikutnya. Saat ini, jumlah izin tambang di Indonesia tercatat mencapai hampir delapan ribu, dengan luas konsesi mencapai lebih dari 10 juta hektare.

“Dalam operasionalnya, tambang tak hanya melenyapkan ruang pangan dan air, serta berdampak pada terganggunya kesehatan, tetapi juga telah memicu kematian,” tutur Jatam.

Jatam juga mencatat telah lebih dari 80 ribu titik lubang tambang yang dibiarkan menganga tanpa rehabilitasi di Indonesia. Di Kalimantan Timur, misalnya, telah menyebabkan 49 orang tewas yang mayoritas anak-anak, dan kasus semacam ini dibiarkan begitu saja, tanpa penegakan hukum.

Walhi Berharap Ormas Keagamaan Tak Berbisnis Tambang

Adapun Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sulawesi Selatan meminta seluruh ormas keagamaan tidak ikut dalam bisnis pertambangan sebagai upaya menghindari konflik sosial serta ikut berperan mencegah kerusakan lingkungan.

"Kami berharap sekali ormas Islam, Kristen, Buddha, Hindu, dan agama-agama lainnya turut menolak tawaran mengajukan IUP dan berbisnis tambang," ujar Direktur Eksekutif Walhi Sulsel Muhammad Al Amin di Makassar pada Senin, 3 Juni 2024.

Menurut Amin, Walhi menilai upaya ini akan membenturkan antara masyarakat korban tambang dan ormas keagamaan yang sejatinya ikut melindungi serta memiliki andil mencegah kerusakan lingkungan dampak dari pertambangan.

Dia mengatakan amal usaha ormas keagamaan telah sesuai dengan kondisi bangsa Indonesia saat ini, yaitu menjalankan usaha yang sejalan visi misi ormas sebagai pengayom masyarakat dalam hal pengembangan pendidikan, kesehatan, dan usaha di jasa lainnya.

Keterlibatan ormas keagamaan dalam bisnis tambang, kata dia, dikhawatirkan akan jauh dari semangat dan visi misi ormas keagamaan itu. Bila itu dijalankan, maka kerusakan lingkungan akan semakin besar.

Amin menuturkan konflik lingkungan dampaknya mengorbankan petani, nelayan, masyarakat adat maupun perempuan oleh perusahaan tambang dengan berbagai pengalaman kasus. Jika ormas keagamaan ikut berbisnis tambang, diprediksi konflik tersebut bisa terjadi antara masyarakat dan ormas.

"Pemerintah sebaiknya tidak membenturkan antara masyarakat, organisasi lingkungan dan ormas keagamaan, sebab ini yang kami khawatirkan. Kami berharap ormas tidak berbisnis tambang dan bisnis ekstraktif lainnya," tutur Amin.

Pihaknya memohon dan berharap Ketua PP Muhammadiyah, Ketua PBNU (Nahdatul Ulama), dan ketua-ketua ormas keagamaan lainnya ikut menyuarakan pernyataan menolak dengan tegas rencana tersebut.

"Demi keselamatan rakyat, dan generasi yang akan datang, serta untuk kelestarian lingkungan, saya mohon sebagai masyarakat sekaligus aktivis lingkungan hidup meminta organisasi NU, Muhammadiyah, dan ormas-ormas keagamaan lainnya ikut menolak pemberian konsesi tambang dan tidak berbisnis di sektor ekstraktif," ucapnya.

ILONA ESTHERINA | ANTARA

Pilihan editor: Alasan Pakar Sebut Ridwan Kamil dan Azwar Anas Bisa Dipertimbangkan Jadi Kepala Otorita IKN

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo

Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini

Image of Tempo
>
Logo Tempo
Unduh aplikasi Tempo
download tempo from appstoredownload tempo from playstore
Ikuti Media Sosial Kami
© 2024 Tempo - Hak Cipta Dilindungi Hukum
Beranda Harian Mingguan Tempo Plus