BEGITU mendarat di Lapangan Udara Comoro, Dili, Sabtu siang lalu, Dewan Kehormatan Militer (DKM) tampak cepat bergerak. DKM -- yang dibentuk dengan SK Kasad empat hari sebelumnya untuk meneliti lebih jauh soal kebijakan dan langkah komando jajaran AD dalam insiden Dili -- segera meluncur dari "markasnya" di Hotel Mahkota untuk melakukan "napak tilas" peristiwa 12 November, dari Gereja Motael sampai pekuburan Santa Cruz. Barangkali, DKM ingin membuat tanda: dari titik Santa Cruz itulah berbagai soal yang menyangkut komando AD akan mulai diteliti. Rombongan pertama yang mendarat di Dili ini memang belum merupakan DKM full team. Dari sembilan mayor jenderal -- anggota inti dan cadangan - baru Ketua DKM Mayor Jenderal Feisal Tanjung, Komandan Seskoad, yang sudah turun ke Dili. Sementara itu, delapan jenderal berbintang dua lainnya akan bergabung di Dili awal pekan ini. Mereka, antara lain, bekas Pangdam Trikora dan Diponegoro Mayor Jenderal Setijana, bekas Pangdam Jaya Mayor Jenderal Suryadi Sudirja, dan bekas Pangdam Sriwijaya Mayor Jenderal R. Soenardi. "Dewan Sembilan Mayor Jenderal" ini akan dibantu oleh 15 personel AD yang lain. Sehingga, komposisi DKM ini menjadi: tujuh kolonel, delapan brigadir jenderal dan sembilan mayor jenderal. Sebuah kerja untuk mecari kebenaran hakiki urusan Dili pun dimulai. Bidang kerja DKM ini berbeda dengan Komisi Penyelidik Nasional (KPN), yang sudah merampungkan tugasnya dua pekan lalu dan melaporkan hasilnya kepada Presiden Soeharto. KPN yang dipimpin Hakim Agung Djaelani itu mencari fakta-fakta tentang bagaimana peristiwa itu terjadi. Misalnya, soal jumlah korban mati. Sedangkan DKM bukan cuma mencari-cari berapa sebenarnya angka korban. DKM khusus meneliti apakah pimpinan AD -- dari jajaran pelaksana dan perencana -- menjalankan tugas sesuai dengan "garis" atau tidak dalam insiden itu. Dalam hal ini, yang akan diperiksa adalah Panglima Komando Pelaksana Operasi Tim-Tim dan jajarannya yang merupakan aparat pelaksana. Dan juga, Panglima Kodam IX Udayana yang merupakan aparat perencana semua kebijaksanaan militer untuk Tim-Tim. Karena yang diperiksa adalah komando yang levelnya tidak rendah, menurut Kepala Dinas Penerangan AD Brigjen. B. Hartadi, "Yang menilai pun suatu dewan yang posisinya cukup terhormat, sehingga disebut Dewan Kehormatan." Alasan mengapa perlu tingkat mayor jenderal pun berkaitan dengan siapa yang akan diperiksa. "Logis saja. Yang dinilai itu komando yang dipimpin oleh mayjen., sehingga penilainya juga harus setingkat untuk memberi respek," kata Brigjen. Hartadi. Titik tolak pemeriksaan adalah mengapa "Peristiwa Dili" sampai terjadi dan apa kesalahan yang dilakukan komando AD di sana. "Ini yang harus dipertanggungjawabkan sesuai levelnya. Tanggung jawab dan wewenang Panglima Kodam adalah pengendali operasi. Sedangkan pelaksana operasi di lapangan adalah Brigjen. Warouw," kata Pangab Jenderal Try Sutrisno menjelang Sidang Kabinet Paripurna pekan lalu. Secara garis besar, pemeriksaan akan dilakukan dengan membandingkan konsep-konsep pemikiran dan tindakan operasionalnya. Konon, dari hasil perbandingan ini akan ditarik kesimpulan apakah seorang komando itu salah sekali, salah sebagian, atau tidak bersalah. DKM selanjutnya memberikan saransaran kepada KSAD. "DKM tak akan melakukan penuntutan," kata Kadispen AD. Soal sang komandan perlu dibawa ke pengadilan militer atau tidak, itu terserah kepada KSAD. Jenderal Edi Sudradjat ketika ditanya soal kemungkinan ini juga belum memberikan jawaban pasti. "Itu bertahaplah," ujar Jenderal Edi (lihat Mencari Kebenaran di Dili . . .) Memang masih terlalu pagi berbicara soal pengadilan militer, mengingat pemeriksaan baru dimulai DKM pada Minggu ini di Kantor Korem Dili. Kabarnya, Komandan Sektor C termasuk yang akan diperiksa pada awal-awal masa pemeriksaan. Kolonel Binsar Aruan, bekas komandan sektor yang membawahi Kota Dili dan merangkap Asisten Sosial Politik Kolakops, kabarnya juga masuk daftar awal yang ditanyatanya oleh para jenderal itu. Ada kabar, pemeriksaan tahap awal ini adalah pemeriksaan satuan atau jalannya institusi. Satuan yang akan diperiksa di Dili, menurut sebuah sumber, adalah: Sektor C, Komando Distrik Militer, Satuan Tugas Intelijen, Komando Resort Militer, dan Komando Pelaksana Operasi, baru kemudian ke tingkat Kodam Udayana. Setelah pemeriksaan satuan usai, tahap selanjutnya adalah pemeriksaan perorangan. Jajaran pelaksana operasi di Dili, seperti dikutip dari sebuah sumber TEMPO, akan diperiksa lebih lanjut di Jakarta. Disebut-sebut sebuah hotel di kawasan Jakarta Barat dijadikan "markas" para perwira dari Dili. Walhasil, dari tangan "Dewan Sembilan Mayor Jenderal" yang bekerja tanpa batasan waktu inilah -- tapi harus cepat selesai -- nasib beberapa perwira ABRI akan ditentukan. Kendati belum jelas apakah hasilnya nanti akan diumumkan kepada masyarakat atau tidak, DKM akan bekerja mencari kebenaran hakiki. Karena, tentulah enam dari sembilan anggota DKM, yang merupakan para bekas Panglima Kodam, tahu benar bagaimana semestinya jalur komando di Kodam berjalan. Hasilnya, selain akan dilaporkan kepada KSAD Edi Sudradjat dan Pangti ABRI Presiden Soeharto, kabarnya akan dipakai untuk bahan pembinaan bagi perwira muda di lingkungan ABRI, agar di kemudian hari tak terulang kesalahan yang sama. Toriq Hadad, Sandra Hamid, Wahyu Muryadi, dan Linda Djalil
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini