Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Surat lusuh itu tintanya mulai memudar. Deretan kalimat yang ditulis dengan tangan sema-kin sulit dibaca. Enam tahun sudah Sutirah, pemilik nawala itu, menyimpan gulungan kertas tersebut. Se-tiap kali kerinduan kepada Eri Supri-yani, anaknya, mendera, surat itu di-ba-canya kembali. Berulang-ulang. Ba-gi warga Desa Kutisari, Baturraden, Ba-nyu-mas, Jawa Tengah, surat terakhir itu men-jadi satu-satunya obat kangen kepada sang putri.
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo