Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
JAKARTA - Kementerian Perdagangan menyatakan telah membatalkan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 15 Tahun 2020 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Aturan itu dicabut lantaran menuai kritik dari aktivis lingkungan dan Uni Eropa akibat menghilangkan syarat dokumen V-Legal atau tanda legalitas produk kehutanan di Indonesia.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Sekretaris Jenderal Kementerian Perdagangan Oke Nurwan menyatakan peraturan menteri ini dicabut sebelum berlaku. Menurut dia, persyaratan ekspor produk kehutanan akan kembali menyesuaikan dengan aturan lama. "Ya, kembali ke aturan lama," kata Nurwan kepada Tempo, kemarin.
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Baca berita dengan sedikit iklan, klik di sini
Ia mengatakan pemerintah mencabut peraturan itu beberapa pekan sebelum masa efektif berlaku pada 27 Mei mendatang. Artinya, pemerintah akan tetap memberlakukan Peraturan Menteri Perdagangan Nomor 84 Tahun 2016 tentang Ketentuan Ekspor Produk Industri Kehutanan. Dalam ketentuan lama ini, setiap produk ekspor kehutanan diwajibkan menggunakan syarat dokumen V-Legal.
Sejak 2016, Indonesia telah terikat perjanjian kerja sama sukarela dengan Uni Eropa melalui Forest Law Enforcement, Governance, and Trade (FLEGT) Voluntary Partnership Agreement (VPA). Lisensi itu didapat Indonesia setelah mengklaim kayu-kayu ekspor yang diproduksi masuk dalam Sistem Verifikasi Legalitas Kayu (SVLK) atau dapat dilacak secara legal hingga titik tebang. Setiap eksportir produk kehutanan diwajibkan menyertakan dokumen V-Legal.
Nurwan tidak menjelaskan alasan pencabutan aturan tersebut. "Tanya saja ke KLHK (Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan)," kata dia. Sumber Tempo di lingkaran Kementerian Lingkungan Hidup mengatakan kementeriannya mendesak Kementerian Perdagangan membatalkan Permendag Nomor 15 Tahun 2020 karena dianggap berbahaya bagi keberlanjutan kehutanan di Indonesia.
Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya Bakar belum menanggapi ihwal pencabutan aturan Kementerian Perdagangan tersebut. Pejabat lain, seperti Sekretaris Jenderal KLHK Bambang Hendroyono serta Direktur Pengolahan dan Pemasaran Hasil Hutan KLHK Rufi’i, juga tak merespons upaya konfirmasi. "Bisa kontak direktur yang menangani, ya," ucap Kepala Biro Hubungan Masyarakat KLHK Nunu Anugrah.
Dinamisator Jaringan Pemantau Independen Kehutanan (JPIK), Muhamad Kosar, menyatakan dua hari lalu pihak Kementerian Koordinator Kemaritiman dan Investasi telah memberi penjelasan kepadanya ihwal pencabutan aturan tersebut. Namun dia masih khawatir karena Kementerian Perdagangan belum menerbitkan peraturan revisi atas pencabutan Permendag Nomor 15 Tahun 2020. "Kami justru dengar pada aturan revisi nanti ada wacana perluasan penampang kayu untuk ekspor," ucap Kosar.
Luasan penampang kayu yang dimaksud Kosar adalah batas maksimal produk kayu gergajian yang telah diolah sebelum diekspor ke berbagai negara. Menurut dia, seharusnya luasan maksimal penampang kayu ekspor dari 4.000 hingga 10 ribu milimeter. Rencananya, ukuran penampang kayu yang bisa diekspor akan diperluas menjadi 15 ribu milimeter. Artinya, kayu gergajian dalam bentuk balok besar dapat bebas diekspor.
Menurut Kosar, rencana perluasan penampang kayu akan berpotensi menciptakan pembalakan liar. Hal ini lantaran produk kayu gergajian berukuran besar dapat bebas diekspor. Potensi pencampuran kayu ilegal dan legal pun dapat dengan mudah terjadi. Kosar meminta pemerintah meninjau rencana tersebut.
Peneliti dari Yayasan Auriga Nusantara, Syahrul Fitra, mengatakan organisasinya mendukung pencabutan Permendag Nomor 15 Tahun 2020. Menurut dia, aturan itu berpotensi menciptakan pembalakan liar karena menghapus syarat dokumen V-Legal.
Namun, dia juga khawatir, karena saat ini KLHK juga tengah merevisi Peraturan Menteri Nomor 30 Tahun 2016 tentang Penilaian Kinerja Pengelolaan Hutan Produksi Lestari dan Verifikasi Legalitas Kayu pada Pemegang Izin Hak Pengelolaan atau pada Hutan Hak. "Sejauh ini KLHK masih tertutup soal revisi ini. Kami tidak tahu, apa tujuan mereka memperkuat SVLK, atau justru tidak," tutur Syahrul. AVIT HIDAYAT
Pemerintah Batalkan Aturan Pencabutan Dokumen V-Legal
- Akses edisi mingguan dari Tahun 1971
- Akses penuh seluruh artikel Tempo+
- Baca dengan lebih sedikit gangguan iklan
- Fitur baca cepat di edisi Mingguan
- Anda Mendukung Independensi Jurnalisme Tempo